Didik P. Wicaksono Dewan Penasehat ISNU Kota Probolinggo

Memaknai Angka 19 Ketika Covid-19 Mewabah

3 min read

Koronavirus memaksa karantina, berdiam diri di rumah (stay at home), dan kerja dari rumah (work from home), mengharuskan jaga jarak sosial (social distancing) dan jaga jarak fisik (physical distancing), dan berlanjut pada Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Semua orang wajib memakai masker, seperti yang dipakai oleh para perawat dan dokter.

Aktivitas perkantoran, sekolah, dan pesantren diliburkan. Tempat ibadah (Masjid, Gereja, Vihara, dan lain-lain) ditutup. Kumpul beribadah dianggap lebih berbahaya daripada keramaian supermarket. Virus ini lebih ditakuti, bahkan mungkin dari pada Tuhan pencipta virus itu sendiri. Pro-kontra terjadi.

Penyakit ini benar-benar menusuk jantung keyakinan, qada’ dan qadar. Menguji kewajiban dan tuntunan beribadah, berjemaah atau sendiri.

Ketua Umum PBNU, KH. Said Aqil Siradj, menghimbau seluruh masyarakat Muslim di Indonesia beribadah di rumah. Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga memberi fatwa yang sama. Prosedur dan protokoler kesehatan wajib dipatuhi. Kita yakin mereka (para ulama) memperhatikan semua sumber hukum Islam secara komprehensif. Mencegah bukan berarti tidak percaya kepada takdir. Menghindar dari suatu takdir dengan memilih takdir lainnya.

World Health Organization (WHO) menyebut penyakit korona dengan nama resmi “Covid-19”. “Co” berarti “corona”, “vi” untuk “virus”, “d” untuk “disease (penyakit)” dan “19” adalah “tahun “2019”.

“What’s is a name? That which we call a rose by any other name would smell as sweet. Apalah arti sebuah nama? Andaikata kalian memberi nama lain untuk bunga mawar, ia tetap akan beraroma harum” (William Shakespeare, 1616).

Bunga mawar bertangkai banyak duri. Keindahan mawar melambangkan cinta kasih. Cinta adakalanya meledak-ledak dan ada pula yang tenang. Bila diamati dengan mata batin, merekahnya bunga mawar itu seperti terbelahnya alam semesta. “Maka apabila langit telah terbelah dan menjadi merah mawar seperti (kilauan) minyak (Q.S. al-Maidah [5]: 37)”

Baca Juga  Menjaga Iman di Tengah Wabah

Mawar bila dipandang dari tangkainya, “di antara duri-duri, ada keindahan bunganya”. Bila melihat dari bunganya, “di balik keindahan mawar, hati-hati dengan duri penyakitnya”.

Begitu pula melihat sisi kehidupan. Ada yang negatif, pula ada yang positif. Setiap kebaikan masih mungkin menyisakan sisi buruknya. Apalagi keburukannya. Namun di balik keburukan, selalu ada sisi baiknya. Setiap penyakit dibarengi dengan obatnya. Bersama kesulitan pasti ada kemudahan.

Persis “Covid-19”, diberi nama apa pun, “virus itu” tetap berbahaya. Bila menatap dari bahaya yang mematikan, “ada hikmah dibaliknya”. Bila menengok indah mahkotanya, “hati- hati dengan duri penyakitnya”. Kita (manusia) ketika menghadapi covid-19, ada yang tenang dan ada pula yang emosional.

Bila diamati dengan mata batin, merebaknya covid-19 seperti sedang menstabilkan bumi dan alam semesta. Bekerja mengurangi beban-beban bumi dalam menanggung segala perbuatan 7,5 miliar lebih manusia. Bumi telah letih menanggung beban-bebannya.

Covid-19 telah bekerja mencegah kehancuran total. Pemanasan global berkurang setelah industri dan transportasi berhenti. Lubang ozon mulai tertutup. Langit dan udara menjadi lebih bersih dan cerah. Laut menjadi tenang dan getaran bumi berkurang. Air bertambah jernih. Bumi bekerja memperbaiki diri.

Apabila bumi diguncangkan dengan guncangan yang dahsyat, dan bumi telah mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung)nya (Q.S. al-Zalzalah [99]:1-2)”

Kebetulan WHO menyebut angka 19. Awal mewabahnya Covid-19. Angka 19 menarik perhatian. Alquran menyebut angka 19 dalam konteks jumlah malaikat penjaga neraka (Q.S. al-Muddatsir [74]: 30).

Dalam ayat lain, Allah menentukan angka 19 menjadi cobaan. Bersama bilangan itu orang-orang beriman bertambah imannya.

“Dan yang Kami jadikan penjaga neraka itu hanya dari malaikat, dan Kami menentukan bilangan mereka itu hanya sebagai cobaan bagi orang-orang kafir, agar orang-orang yang diberi kitab menjadi yakin, agar orang-orang beriman bertambah imannya, agar orang-orang yang diberi kitab dan orang-orang mukmin itu tidak ragu-ragu, dan agar orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan orang-orang kafir (berkata), “Apakah yang dikehendaki Allah dengan (bilangan) ini sebagai suatu perumpamaan? “Demikianlah Allah membiarkan sesat orang-orang yang Dia kehendaki dan memberi petunjuk kepada orang-orang yang Dia kehendaki. Tidak ada yang mengetahui bala tentara Tuhan, kecuali Dia sendiri. Neraka Saqar itu tidak lain hanyalah peringatan bagi manusia”. (Q.S. al-Muddatsir [74]: 30).

Baca Juga  Angin Segar Praktik Baik Moderasi Beragama dari Desa Jajar, Trenggalek, Jawa Timur

Rasyad Khalifah (1935-1990), ahli biokimia Mesir, dalam buku Miracle of The Quran (1982) menjelaskan jumlah huruf, kata, dan kalimat dalam Alquran yang menunjukkan neraca keseimbangan. Neraca keseimbangan yang kokoh maknanya, jumlah huruf-hurufnya, kata-kata dan bilangannya.

Contoh neraca keseimbangan, jumlah kata “al-hayāt” (hidup)–termasuk perubahan akar-katanya–sekira 145, sama dengan jumlah kata “al-mawt” (mati). Lafal “dunia” berulang 115 kali sama dengan kata “akhirat”. Kata “mashā’ib” (musibah) berulang 75 kali, sama dengan kata “syukr”. Kata “aql” (akal) berulang yang sama dengan kata “al-nur” (cahaya) sebanyak 49 kali.

Kata “darat” sebanyak 13 ayat dan kata “laut” sebanyak 32. Jumlah kata darat dan laut 45, yang menunjukkan persentase luas darat 13/45 dan laut 32/45. Luas darat 28,8889% dan laut 71,111%. Perbandingan luas darat dan laut adalah 30:70.

Setiap surah Alquran, kecuali surah al-Taubah, diawali bacaan basmalah. Huruf  hijaiyah kalimat basmalah berjumlah 19. Jumlah surah  Alquran 114, kelipatan 19, yakni 19 x 6. Bacaan basmalah dalam Alquran juga berjumlah 114. Surah al-Taubah, tidak ada basmalahnya, di surat al-Naml ada 2 kali bacaan basmalah, pada awal surah dan ayat ke-30.

Selain itu, kalimat hawqalah (lā hawla wa lā quwwata illā billah) jumlah huruf hijaiyahnya 19. Kalimat basmalah dan hawqalah adalah kalimat yang sangat wārid (ampuh). Bermohon dengan nama Allah dan yakin atas pertolongan-Nya. Ketika –terpaksa–keluar rumah membaca, “Bismillahi tawakkaltu ‘ala Allahi lā hawla wa lā quwwata illā billah”.

Bilangan 19 adalah aksioma matematika yang me-lockdown (mengunci) upaya pengubahan atau pemalsuan Alquran. Kurang satu huruf pun, cetakan Alquran segera ditemukan.

Baca Juga  Fiqih Pemulasaraan Jenazah Pasien Covid-19

Rahasia angka 19 dijelaskan pula oleh Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur, KH. Marzuki Mustamar dalam artikel “Rahasia Basmalah dan Angka 19 dalam Alquran”  yang dimuat dalam situs NU Online (Jum’at, 24 Mei 2019 10:30 WIB).

Sebenarnya, pangkal persoalan yang paling berbahaya dalam kehidupan adalah kehilangan keyakinan. Berdoa –meskipun pendek–sangat ampuh bila dibaca dengan yakin, yakni dengan cara menyeimbangkan antara harapan (rajā) dan kekhawatiran (khawf). Tiada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah.

Koronavirus adalah cobaan, peringatan, dan sekaligus rahmat dari Allah SWT.  Kita harus me-refresh (menyegarkan) kembali keyakinkan dan keberimanan, qada’ dan qadar. Di rumah (stay at home) dan ramadan berwaktu leluasa mentadabburi Alquran. Karena pada hakikatnya orang-orang beriman bertambah iman dan takwanya. [HM, MZ]

Didik P. Wicaksono Dewan Penasehat ISNU Kota Probolinggo

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *