Isu pluralisme merupakan satu terminologi yang tidak jauh dari pemaknaa paham yang menyamaratakan semua agama adalah sama. Seperti yang kita ketahui bahwa pluralisme masih dimaknai sebagai istilah yang diharamkan oleh fatwa MUI pada tahun 2005 silam. Pluralisme pun kian menjadi topik hangat yang seakan-akan tidak ada habisnya dari segi pemaknaan maupun pemahaman.
Hal ini diperlukan adanya reunderstanding bersama agar tidak lagi memunculkan sebuah kerancuan dalam memaknai pluralisme ini. Pluralisme berasal dari terminologi plural (beragam) dan isme (faham), jadi dapat disimpulkan bahwa pluralisme memiliki arti paham yang beragam. Terkhusus juga mengenai pluralisme agama yang berkembang terus menerus tumbuh dalam kehidupan dan bisa menyusup dalam berbagai peristiwa.
Pluralisme agama ini juga dapat memunculkan dinamika pemikiran dan konflik antar umat dan permasalahan sosial masyarakat. Maka sikap yang harusnya dilakukan sebelum menilai sebuah problema seperti ini yaitu dengan kembali melakukan kajian menyeluruh serta mengkategorikan pluralisme melalui paham keagamaan serta keberagamaan. Lantas bagaimanakah caranya? Dalam menyikapi suatu terminologi harus dipahami tidak hanya sekedar diklaim berbahaya, namun perlu adanya kajian mendalam dalam hal pemaknaan maupun pengaplikasiannya.
Juga dengan memberikan wawasan dari segi terminologi makna konkret dan ketetapan keyakinan dalam beragama. Kebanyakan agamawan menilai pluralisme agama dinilai sebagai sebuah paham yang menganggap bahwa semua agama itu sama. Selain itu paham ini dianggap memunculkan sebuah problematika terhadap keyakinan dalam agama. Selain dianggap lahir dari akar pemikiran liberal, pluralisme ini juga dianggap sebagai manifestasi paham agama yang sensitif.
Baik bertumpu pada satu perhatian keagamaan yang sempit maupun berpangkal dari supremasi budaya kepada kelompok tertentu serta ambiguitas kecenderungan pluralisme yang dapat menimbulkan konflik sosial. KBBI mendefinisikan pluralisme sebagai “keadaan masyarakat yang majemuk, yang bersangkutan dengan sistem sosial dan politiknya”. Dilihat dari segi makna pluralisme agama merupakan paham yang beragam, bukan menyamaratakan semua paham menjadi satu, akan tetapi paham yang muncul dari keadaan masyarakat yang majemuk (plural).
Konsep yang berhubungan dengan agama seringkali dipahami sebagai wilayah sakral, metafisik, kekal, dan ketetapan dari Tuhan. Oleh karenanya memahami tentang agama bukan saja melibatkan hubungan dengan Tuhan (hablumminaallah) melainkan juga menyangkut hubungan dengan sesama manusia (habluminannas). Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan ada dimana saja, baik perbedaan agama, suku bangsa atau semacamnya.
Maka pluralisme dalam sikap keagamaan adalah dengan mengakui bahwa semua agama benar dalam keyakinannnya masing-masing dan dalam hal keimanan merupakan hak prerogratif Allah. Maka pluralisme disini menepati posisi sebagai paham dengan kewajiban menyampaikan kebenaran. Sedangkan implementasi keberagamaan dalam pluralisme ini tidak lain dan tidak bukan merupakan sebuah sikap atau cara membentuk kerukunan hidup antar umat bergama ditengah keberagaman yang ada sebagai bentuk toleransi.
Menghormati keyakinan agama yang dianut oleh agama lain dan hidup berdampingan. Namun tidak berarti bahwa membenarkan apa yang dianut oleh agama lain dan tidak menjudge bahwa agama yang diyakinipun juga yang paling benar. Dalam Al Qur’an pun juga telah dijelaskan bahwa al qur’an dalam surah al hujurat ayat 13 yang bunyinya
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقۡنَٰكُم مِّن ذَكَرٖ وَأُنثَىٰ وَجَعَلۡنَٰكُمۡ شُعُوبٗا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓاْۚ إِنَّ أَكۡرَمَكُمۡ عِندَ ٱللَّهِ أَتۡقَىٰكُمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٞ ١٣
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
Di Indonesia sendiri wujud pluralisme yang dianut adalah meyakini sebuah perbedaan adalah mutlak adanya dan bagaimana menghargai sebuah perbedaan dalam hal (akidah) keyakinan dengan hidup bersama tanpa menghakimi perbedaan keyakinan yang ada. Maka dapat dikatakan bahwa dalam sikap keberagamaan ini merupakan suatu wujud nilai yang telah ada dalam surat Al Kafirun yaitu lakum dinukum waliadin yang berarti untukmu agamamu untukku agamaku.
Keyakinan pluralisme agama ini memang dipahami dengan berbagai sudut pandang dan tidak dapat digeneralisir, juga perlunya memberikan sebuah pemahaman dengan lebih baik lagi kepada masyarakat tentang bagaimana perbedaan agama dan beragama, serta memperdalam literasi informasi medalam agar lebih berhati-hati dalam memberikan suatu pemaknaan.
Seperti halnya yang dikatakan oleh Nurkholis Madjid bahwa masyarakat Islam saat ini perlu melakukan kajian lebih dalam dan menekankan kebebasan intelektual, dengan tujuan dapat menelaah kembali sebuah pemaknaan dari suatu peristiwa maupun terminologi agar tidak ada sebuah miskonsepsi dari pemaknaan yang tidak benar, sehingga umat Islam dapat membentuk substansi dari segala pembaruan, wawasan, hingga gagasan baru.