Hikam Muhtadi Alumnus Universitas Ummul Quro, Mekah.

Ramadan di Arab Saudi: Rindu Keramaian Orang Beribadah

2 min read

Di Kerajaan Arab Saudi, setiap kali Ramadan tiba, suasana kota Mekah dan Madinah biasanya selalu ramai dan penuh keceriaan. Tahun ini, suasana seperti itu tidak terlihat. Fenomena orang yang berduyun-duyun ke Masjidil Haram dan Masjid Nabawi tidak dinampak lagi. Gema suara tartil Alquran hingga khatam saat salat tarawih dan qiyam al-layl juga tidak akan dijumpai. Masjid-masjid di wilayah Arab Saudi sepi. Momen ibadah umrah, berbuka puasa bersama, iktikaf, tadarusan dan kajian di masjid juga menghilang.

Kerajaan Arab Saudi meniadakan salat berjamaah di masjid-masjid, termasuk untuk salat tarawih, kecuali di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Kedua masjid suci ini tetap melaksanakan salat tarawih untuk kalangan yang sangat terbatas. Ritme jumlah rakaatnya pun tidak seperti biasanya. Jumlah rakaat salat tarawih disingkat menjadi 13 rakaat yakni, 10 untuk salat tarawih dengan lima kali salam dan dilanjut dengan 3 rakaat salat witir.

Suasana yang amat berbeda ini juga sangat terasa pada saat berbuka puasa. Pada tahun-tahun sebelumnya, umat Islam dapat dengan mudah mendapatkan makanan untuk berbuka puasa di hampir semua masjid di Arab Saudi. Menu berbuka yang disediakanpun sangat bergizi, umumnya, seperti nasi khas Timur Tengah yang disajikan dengan ayam atau daging potong ukuran besar, salad, buah, air mineral dan jus.

Terkait dengan tradisi buka puasa di Saudi, biasanya jauh haris sebelum Ramadan, orang-orang yang ingin berderma telah mendaftarkan diri kepada pengelola masjid agar bisa menyediakan menu berbuka di masjid tersebut. Namun, uniknya, semakin ramai sebuah masjid dijadikan sebagai tempat berbuka puasa, semakin sulit pula orang dapat menyediakan makanan berbuka puasa di sana.

Pasalnya, saking banyaknya penderma yang mendaftarkan diri, sehingga banyak pula dari mereka yang tidak mendapatkan kesempatan tersebut karena kuota untuk penderma telah penuh. Hal ini sering terjadi, khususnya, di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi yang menjadi tempat paling favorit umat Islam untuk berbuka puasa.

Baca Juga  Gandeng Tangan

Meskipun banyak orang yang tidak berkesempatan untuk berderma di kedua masjid tersebut, namun anehnya, setiap sudut di kedua masjid ini telah penuh–dipesan oleh para penderma (fully booked)–guna dijadikan sebagai area memberi buka puasa. Hal ini mungkin dikarenakan orang-orang di sini meyakini bahwa fadilah (keutamaan) pahala memberi makanan buka puasa umat Islam di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi sangat besar.

Selain itu, sepanjang bulan Ramadan, tempat iktikaf, tempat kajian dan tempat tadarus di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, semuanya pun penuh dihadiri oleh banyak orang. Begitu juga dengan flat, motel, dan bahkan hotel berbintang, semua penuh terisi. Dalam beberapa kasus, kalau sistem operasional tempat-tempat tersebut tidak mendukung, maka tidak jarang terjadi over booking.

Khusus pada sepuluh hari terakhir, kota Mekah dan Madinah menjadi luar biasa padat. Tidak sedikit orang Muslim super kaya dari seluruh dunia membayar hotel berbintang di sekitar dua masjid suci ini hanya untuk sekedar transit, bahkan bisa jadi juga hanya untuk “mck” (mandi, cuci, kakus), dan keperluan pribadi lainnya. Sementara, mereka ini justru lebih banyak menghabiskan waktunya di dalam masjid. Padahal, rata-rata hotel-hotel dan tempat tinggal yang disewa ini harganya lagi sayang-sayange na’udzubillah mahalnya.

Bagi penduduk Arab setempat, berbuka bersama dengan keluarga menjadi momen istimewa. Sambousakh dan syurbah menjadi menu favorit sebagai hidangan pendamping nasi kabsah, mandi, bukhory, madghout dan lainnya. Ada juga minuman seperti subiya merah dan putih, minuman segar yang terbuat dari perasan roti yang dikeringkan dan difermentasi.

Begitu azan maghrib berkumandang, kondisi jalanan di Saudi mendadak sepi. Kota-kota seperti tak berpenghuni. Satu jam kemudian mulai ramai lagi, karena salat tarawih akan dimulai. Jalan-jalan kembali bebas hingga larut malam, sampai waktu sahur. Begitu terus setiap hari.

Baca Juga  Lontara Latoa: Transformasi Politik Islam di Tanah Bugis (Bag. 2)

Sedangkan, saat menjelang Idul Fitri, ceritanya lain lagi. Sama seperti di Indonesia, pasar-pasar dan tempat-tempat perbelanjaan ramai dikunjungi orang, padat. Pernak-pernik dan aksesoris diburu. Tidak sekedar baju atau pakaian baru. Bagi sebagian besar warga Arab Saudi, isi rumah juga diganti dengan yang baru. Karpet, wallpaper, tempat tidur, sofa, lemari, meja, dan barang-barang furniture lainnya. Tak heran jika satu atau dua hari menjelang Idul Fitri, setiap habis subuh, banyak bak sampah besar dipenuhi barang-barang bekas jenis tersebut.

Petugas sampah kompleks biasanya akan membawa teman-temannya dengan mobil pribadi untuk mensortir sampah-sampah mewah itu. Kalau lagi beruntung, kadang sepatu dan tas branded, atau jam tangan mewah bisa ditemukan.

Tapi sekali lagi, itu dulu. Tahun ini, selama pandemi ini belum usai, cerita-cerita di atas ini tidak akan pernah ditemukan lagi. (AS, AA)

Hikam Muhtadi Alumnus Universitas Ummul Quro, Mekah.

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *