Mengaji merupakan suatu kegiatan mencari ilmu. Istilah ini sering digunakan di dalam pesantren atau lembaga keagamaan lain. Megaji erat kaitannya dengan Al-Quran dan juga ilmu-ilmu keagamaan. Seiring berkembangnya waktu, mengaji memiliki banyak makna, namun tetap pada koridor ilmu pengetahuan. Dengan mengaji, ilmu pengetahuan dapat sampai kepada seseorang. Sehingga, mengaji menjadi hal yang memengaruhi perkembangan pengetahuan seseorang dalam hal ini adalah pengetahuan keagamaan.
Dewasa ini, isu ekstremisme menjadi topik yang hangat diperbincangkan. Ekstremisme berdampak buruk pada kelangsungan hidup di dalam suatu kelompok tertentu, baik daerah sampai negara. Saat ini, anak muda kerap kali menjadi sasaran empuk bagi tindak ekstremisme. Bebeberapa hal yang memengaruhi yakni mudahnya seseorang itu terpengaruh atas provokasi yang beredar. Dengan demikian, yang harus dipupuk sejak dini adalah pondasi pemikiran dan keagamaan sehingga tidak mudah terpengaruh dengan bujuk rayu yang mengarah pada pemikiran dan tindak ekstremisme.
Bagaikan Mengukir Di Atas Batu, Mengaji Sejak Dini Menjadi Hal Yang Urgent Dilakukan
Pondasi pemikiran yang dipupuk sejak kecil dapat menjaga seseorang dari pemikiran-pemikiran dan pengaruh luar yang terkesan liar. Mengapa? Pembelajaran sejak kecil cenderung membekas hingga dewasa. Untuk itu, pembelajaran sedari kecil penting dilakukan sebagai bekal seseorang untuk menghadapi perkembangan termasuk berbagai macam argument-argumen yang dihadapi ke depan.
Mengaji sejak kecil dapat dilakukan dengan pembelajaran sederhana yang dilakukan oleh guru setempat. Namun, perlu diketahui bahwa ada berbagai macam guru dengan latarbelakangnya sehingga mengaji sejak dini juga butuh campurtangan orang tua dalam menentukan guru dan madrasah (sekolah berbasis agama) yang tepat untuk anak.
Di TPA (Taman Pendidikan Al-Quran) atau Madrasah Diniyah (lembaga pendidikan yang berisi pembelajaran keagamaan) setempat bisa menjadi opsi untuk keberlangsungan pendidikan keagamaan (baca:mengaji) bagi anak-anak. Selain pembahasan yang sesuai, di tempat tersebut juga berisi komunitas yang memiliki tujuan yang sama yakni fastabiqul khairat atau berlomba-lomba dalam kebaikan dan yang paling jelas adalah thalab alilm atau mencari ilmu. Shingga, pengetahuan agama bisa dipupuk sejak dini dengan guru, kawan dan komunitas yang baik.
Al Ummu Madrasatul Ula
Dari berbagai jenis dan jenjang pendidikan, keluarga adalah salah satu tempat paling tepat atas terselenggaranya pendidikan dini hingga dewasa. Bimbingan pertama oleh ibu yang konon sebagai madrasah pertama menjadi hal urgent yang bisa menjadi landasan anak dalam memperkokoh pemikirannya. Selain ibu, tentunya ayah juga berperan penting atas terselenggaranya pembelajaran di rumah.
Mengaji sejak kecil yang dilaksanakan di rumah tentunya memberi dampak yang baik bagi keberlangsungan pemikiran anak. Peran keluarga dalam memerangi ekstremisme bisa dilakukan dengan pembiasaan mengaji (belajar agama) yang dilengkapi dengan suri tauladan keluarga. Dengan demikian, keluarga memiliki power yang besar dalam menjamin perkembangan dan landasan pemikiran seseorang.
Mengaji Sebagai Proses Memupuk Diri
Berdasarkan prosesnya, mengaji mengajarkan banyak hal di dalamnya. Di dalam kitab ta’limun muntaalim dalam mengaji atau belajar kita harus memenuhi syarat-syarat tertentu, beberapa diantaranya adalah sabar dan dengan waktu yang lama. Menuntut ilmu harus didadasari dengan jiwa yang sabar dengan segala apapun yang terjadi di dalamnya, dengan sabar kita dilatih untuk melembutkan hati dan melatih pemikiran dan cara pandang. Kemudian, Syekh Az-Zarnuji juga menjelaskan bahwa dalam menuntut ilmu dibutuhkan waktu yang lama dalam hal ini menuntut bukan suatu perkara yang instan.
Dalam memahami teks-teks agama, banyak elemen yang harus dikuasai, apalagi sebagian besar sumber agama berasal dari daerah timur tengah dengan bahasa Arab. Sehingga, banyak hal yang menjadi pondasi atas pemahaman ilmu itu sendiri.
Sebagian besar hal yang memengaruhi pemikiran dan tindakan ekstremisme adalah proses belajar yang radikal sehingga memicu cara pandang yang ekstrim. Hal ini berakibat pada banyak hal, seperti perpecahan, tatanan birokrasi dalam negara dan lain sebagainya. Padalah, agama tidak pernah mengajarkan untuk membenci apalagi melakukan kerusakan.
Dengan demikian, mengaji menjadi sebuah proses dalam memahami ilmu-ilmu agama. Proses mengaji dengan guru yang baik dan tepat memengaruhi segala lini pemikiran dan juga tindakan pembelajar tersebut. Dengan keberlangsungan dan budaya mengaji diharapkan dapat mengikis pemikiran ekstremisme ini. Wallahu a’lam bishshsawab