Muhammad Irfan Helmy Dosen dan Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M) IAIN Salatiga

Catatan Hari Keluarga Nasional: Pendidikan Anak Bukan Sekadar Urusan Kognitif-Akademik

3 min read

Lahir pada saat usia pernikahan kami baru berjalan lima tahun. Jauh dari kemapanan sebagai sebuah rumah tangga. Tinggal di rumah kontrakan sederhana dengan perabot rumah tangga seadanya. Hanya perabot yang sifatnya inti dan utama saja yang ada di rumah. Sepeda motor sederhana model dua tak dengan suara nyaring dan asap tebal menjadi satu-satunya harta benda yang nilainya agak lumayan. Tapi kondisi ini tetap tidak menghalanginya lahir ke dunia.

Saat mendesak untuk lahir, motor dengan suara nyaring itu yang mengantarkan ibunya menuju rumah sakit untuk persiapan melahirkan. Tak lama setelah itu kebahagian kami membahana dengan kelahirannya yang normal lancar.

Kulitnya putih bersih dan rambut tipis agak pirang dia tumbuh sehat seperti umumnya anak-anak. Matanya bulat agak besar semakin menyenangkan untuk dipandang. Foto-foto lama yang tersimpan saat ini menjadi saksi masa kecilnya di rumah sederhana itu.

Sofa plastik hijau muda menjadi latar belakang andalan dari kebanyakan posenya. Pun pintu kayu kusam dan besi jendela berkarat menjadi spot pilihan dari banyak posenya saat kecil. Tapi itu semua sama sekali tidak mengurangi kelebihan yang ada pada dirinya. Menyenangkan dan menggemaskan.

Saat usianya dua tahun kami pindah ke rumah yang baru. Tidak begitu jauh dari tempat tinggal sebelumnya. Rumah ini sdh lebih baik dari rumah kami sebelumnya dan yang terpenting ini bukan rumah kontrakan. Dia tumbuh semakin besar dan sehat. Aktivitasnya pun sebagai balita semakin beragam. Rambut yang saat lahir tampak pirang, semakin terlihat indah dan lucu.

Masa balita dengan gerakan lincah saat berlari dengan sendal terbalik menjadi kenangan yang khas. Dengan sendal terbalik, larinya tetap lincah dan gesit. Sama sekali tidak terlihat repot. Tetap ringan dan melesat. Pada usia dimana balita seusianya belum hafal betul nama-nama warna, dia sudah dengan tepat mampu menyebut benda dengan warnanya termasuk warna yang jarang terdengar bagi kebanyakan orang.

Baca Juga  Kenangan Benedict Anderson: Dari Gus Dur, Cak Nur, Malari 1974 sampai Gerakan Mahasiswa ITB 78 (2)

Saat usianya menjelang lima tahun, dia ikut kakaknya mengaji di TPQ dekat rumah agar mulai mengenal interaksi lebih luas meski di rumah kami juga mulai mengenalkannya dengan huruf-huruf. Dia bisa mengikuti cukup baik, normal saja seperti layaknya anak-anak yang belajar mengaji. Masuk pendidikan Taman Kanak-Kanak aktivitasnya semakin banyak seperti yang biasa kita kenal dalam pendidikan Usia dini.

Saat inilah kesempatan ketika ia terpilih dengan beberapa temannya di Salatiga mewakili Provinsi Jawa Tengah menjuarai Lomba Nasyid Islami tingkat Nasional. Waktu itu usianya baru 5.5 tahun. Ya, kami bahagia dan bangga dengan prestasi itu. Apa yang tampak dari bakat dan potensi anak pantas untuk dikembangkan selama tidak bertentangan dengan prinsip pendidikan anak usia dini.

Orang tua perlu dengan besar hati menjadi saksi potensi yang pada anak apa pun bidang potensinya. Tidak perlu galau jika bidang kognitif akademik biasa-biasa saja karena pasti ada bidang lain yang menonjol pada diri anak. Biarkan anak kita menjadi anak kita, bukan anak teman kita karena tiap anak punya bakat dan potensi berbeda. Bahwa orang tua membuat target dan program untuk melejitkan potensi anak, itu adalah hal baik asal jangan memaksanya harus menjadi seperti kita orang tuanya betapapun hebatnya dan melangitnya prestasi orang tua.

Saat pendidikan di Sekolah Dasar, prestasinya tidak mengecewakan bahkan dalam berapa kesempatan menjadi yang terbaik pada level kelasnya. Termasuk pernah menjadi yang terbaik dalam hasil persiapan UN kelas 6 dan berhak atas tropi yang sampai saat ini selalu menjadi kebanggaanya.

Tipe belajarnya tekun dan rajin, Selalu ingin menguasai semua materi pelajaran. Jika ada satu bagian materi saja yang tidak dikuasainya dia merasa tidak menguasai materi itu. Kami selalu ingatkan untuk tidak down hanya karena sebagian kecil yang tidak dikuasainya tapi berbahagialah dengan yang saat ini dikuasainya. Kami dampingi dia sampai saat datangnya kelas 6 dimana Ujian Nasional diberlakukan.

Baca Juga  Covid-19 dan Keheningan Ramadan

Di sekolahnya persiapan kelas enam menghadapi UN dilaksanakan secara terstruktur dengan agenda terjadwal mulai awal sampai akhir. Ini dilakukan agar anak lebih siap tidak hanya secara akademik juga secara psikologis dan yang terakhir ini yang terpenting. Ujian sekolah apapun namanya mesti disikapi secara natural bukan sebagai fase mati hidupnya masa depan pendidikan anak.

Ujian sekolah adalah sarana mendisiplinkan diri dan menumbuhkan kesadaran bahwa belajar dan menuntut ilmu itu penting bahkan ia adalah perintah agama. Karenanya, ujian tidak hanya terkait dengan urusan akademik tapi juga urusan mental.

Saat ini dia baru saja menyelesaikan pendidikan tingkat sekolah Menengah pertama dan bersiap melanjutkan pendidikan tingkat mengengah atas. Saat di SMP selain akademik yang dapat diikutinya dengan baik, pada masa ini pula tumbuh berkembang potensi lain darinya. Jiwa Leadershipnya diatas rata-rata temannya. Kemampuan komunikasi dan tanggung jawabnya layak mendapat acungan jempol.

Kreativitasnya juga luar biasa. Pernah dalam menjalankan misi sekolahnya dia dengan penuh yakin dan percaya diri menemui para kepala sekolah dan Rektor Perguruan tinggi di Kota Salatiga. Bagi anak SMP tidak semua dapat melakukan tugas seperti ini. Jiwa leadership-nya ini yang membawanya selalu terpilih sebagai leader dalam perkumpulan dan kepanitiaan, termasuk terpilih sebagai ketua OSIS SMP dengan masa khidmah satu tahun.

Lulus dari SMP pada masa darurat Covid-19 tidak menyurutkan semangatnya untuk terus melanjutkan misi dan cita-citanya dalam level pendidikan selanjutnya. Dalam dialog terakhir dengannya, kami tegaskan bahwa kita harus melampaui arus mainstream relasi anak dan orang tua.

Kita tidak boleh berhenti hanya bangga dengan capaian kita sebagai keluarga dalam bidang akademik maupun ekonomi, tapi kita harus sampai kepada visi bagaimana menyiapkan generasi penerus yang mampu dengan nyata berkontribusi bagi umat dan bangsa yang kita cintai.

Baca Juga  Refleksi 1 Tahun Pandemi (1)

Anakku, selamat berjuang mewujudkan cita-cita dan visi masa depanmu. Doa terbaik kami orang tuamu selalu menyertai setiap langkahmu. Tetaplah bersyukur atas semua capaianmu dan tetaplah berikhtiar untuk semua visi dan misi hidupmu. Semoga Allah SWT meridai kita semua. [MZ]

Muhammad Irfan Helmy Dosen dan Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M) IAIN Salatiga