Kusroni Dosen STAI al-Fithrah Surabaya; Alumnus S3 UIN Sunan Ampel Surabaya

KH Achmad Asrori al-Ishaqi, Anti-plagiasi, dan Pendidikan Literasi bagi Kita

1 min read

Indonesia harus bangga karena memiliki banyak ulama dan kiai yang tekun, ahli, dan alim dalam ilmu-ilmu keislaman. Beliau-beliau ini biasanya mengabdikan dirinya kepada umat dengan mendirikan pesantren. Namun, kiai-kiai di pesantren ini, biasanya lebih banyak mulang santri dengan mbalah kitab kuning, dan tidak banyak yang sempat menuliskan ilmu dan pemikiran mereka dalam sebuah karya tulis.

Salah satu dari yang tidak banyak itu adalah al-Maghfūr lah KH. Achmad Asrori Al-Ishaqi, Pendiri Pondok Pesantren Assalafi Al Fithrah Surabaya, dan Perkumpulan Jamaah Al Khidmah. Kiai karismatik yang wafat pada tahun 2009 silam ini termasuk dari kiai prolifik yang menghasilkan beberapa karya tulis, dan umumnya berbahasa Arab. Beberapa tahun jelang wafat, beliau sempat merampungkan karya masterpiece beliau berjudul al-Muntakhabāt fī Rābitah al-Qalbīyah wa Şilat al-Rūhīyah [Kutipan-kutipan (tentang) Pertautan Hati dan Relasi Rohani]. Kitab bergenre tasawuf-tarekat ini ditulis dalam bahasa Arab dan terbit dalam 2 volume, kemudian menjadi 5 volume dalam edisi penyempurnaan.

Ulasan tentang kitab ini sudah banyak ditulis, saya tidak ingin mengulang-ulang. Tulisan ini hendak menguak salah satu “nilai” penting dalam tradisi literasi dan etika publikasi, yang saat ini sedang gencar digalakkan, yaitu “etika pengutipan”.

Dalam halaman pembuka, penulis al-Muntakhabāt memberikan semacam kata pengantar yang cukup panjang, tiga halaman, dan hampir satu halaman penuh berbicara mengenai “kutipan-kutipan” yang ada dalam kitab ini. Beliau menjelaskan bahwa kitab ini berisi kutipan-kutipan pilihan dari pendapat para ulama, baik salaf, khalaf, maupun modern-kontemporer tentang tasawuf dan tarekat. Kadangkala beliau mengutip data secara tidak langsung, dengan “mengolah” redaksi asli, terkadang juga “disisipi” ungkapan lain, jika ada relevansi dan kesamaan tema diskusi. Terkadang juga beliau mengutip satu pendapat secara langsung, disertai penjelasan sumber. Pula terkadang juga beliau mengutip dan mengulas beberapa pendapat tanpa menyebutkan pemilik pendapat itu dalam paragraf.

Baca Juga  Hati Yang Tenang, Batin Yang Terjaga

Namun, beliau menegaskan bahwa setiap kutipan yang ada dalam al-Muntakhabāt telah diberi catatan kaki (ta’līq), dan penyebutan sumber dalam indeks dan daftar pustaka. Hal demikian ini, menurut beliau, sangat penting dalam tradisi literasi, agar seorang penulis tidak tergolong sebagai plagiator (muntahil) dan “pencuri” data, yang tidak bertanggung jawab, yaitu penulis yang mengutip pendapat orang lain tanpa menjelaskan sumber kutipannya. Tindakan demikian adalah bagian dari keburukan yang paling buruk (aqbah al-qabīhāt).

Plagiarisme atau plagiat adalah praktik mengcopypaste ide, gagasan atau karya orang lain yang selanjutnya diakui sebagai karya sendiri atau menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumbernya hingga menimbulkan asumsi yang keliru mengenai asal-muasal dari suatu ide, gagasan atau karya.

Sebagai kiai yang mendalami ilmu di pesantren salaf, ungkapan beliau ini, menurut saya sangat visioner. Pesan beliau inilah yang akhir-akhir ini digalakkan dalam tradisi tulis-menulis dan publikasi naskah ilmiah, yang dalam bahasa akademiknya disebut “plagiarisme” atau intihāl.

Dengan hadirnya teknologi pelacakan similaritas sebuah karya, banyak temuan plagiat dan “copy paste” dalam karya-karya ilmiah. Menghindari plagiat adalah kewajiban absolut bagi penulis, sampai-sampai ada teknologi “turnitin”, “plagiarisme checker”, atau software lain yang digunakan untuk mengukur tingkat similaritas sebuah produk tulis-menulis. Mahasiswa yang menulis tugas akhir harus lolos cek plagiasi sebelum naskah akademiknya diujikan.

Dengan ini, kita sebagai generasi milenial, terutama santri, mahasiswa, penulis, akademisi, dan peneliti, harus mengedepankan kejujuran akademik dalam proses penelitian, dengan tidak melakukan tindakan plagiasi. Nilai-nilai positif ini sudah dicontohkan oleh guru kita, al-Maghfūr lah KH. Achmad Asrori Al-Ishaqi. [MZ]

Kusroni Dosen STAI al-Fithrah Surabaya; Alumnus S3 UIN Sunan Ampel Surabaya