Mohamad Khusnial Muhtar Santri dan Mahasiswa Aqidah dan Filsafat Islam UIN Sunan Ampel Surabaya

Rahasia Dibalik Kalimat Takbir

2 min read

Memasuki akhir bulan Ramadhan, malam yang biasa kita isi dengan qiyamul lail berupa tarawih, berganti dengan mengumandangkan takbir. Serangkaian kalimat yang berarti mengagungkan Allah yaitu Allahu akbar, didengungkan berulangkali dari malam hingga menjelang siang. Bukan tanpa dalil, bukan tanpa dasar, Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Baqarah ayat 185:

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْٓ اُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْاٰنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنٰتٍ مِّنَ الْهُدٰى وَالْفُرْقَانِۚ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۗ وَمَنْ كَانَ مَرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗ يُرِيْدُ اللّٰهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيْدُ بِكُمُ الْعُسْرَ ۖ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ

Artinya: “Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu ada di bulan itu, maka berpuasalah. Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur.

Ayat tersebut menjelaskan bahwasanya ketika orang sudah selesai menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan, maka disyariatkan baginya untuk mengagungkan Allah dengan bertakbir.

Dalam hadits, diriwayatkan dari Abdullah bin ‘Umar:

‎يُكَبِّرُ فِي قُبَّتِهِ بِمِنًى فَيَسْمَعُهُ أَهْلُ المَسْجِدِ، فَيُكَبِّرُونَ وَيُكَبِّرُ أَهْلُ الأَسْوَاقِ حَتَّى تَرْتَجَّ مِنًى تَكْبِيرًا

Artinya: “Sesungguhnya beliau (Ibnu Umar) bertakbir di atas menaranya di Mina, maka orang-orang di masjid mendengar hal itu, lalu mereka bertakbir, dan bertakbir pula orang-orang di pasar sehingga Mina gegap gempita dengan suara takbir.” (HR. Al-Bukhari: 2/20)

Adapun pendapat dari ulama, Imam Syafi’i berkata:

Baca Juga  Saya Bangga menjadi Bagian UINSA, saat Covid-19 Berlaga

 فاذاراواهلال شوال احببت ان يكبر الناس جماعة و فرادى في المسجدوالاسواق والطرق والمنازل و مسافرين ومقيمين في كل حال واين كانوا و ان يظهروا التكبير

Artinya: “Maka apabila mereka melihat hilal bulan Syawal, aku sangat menganjurkan agar manusia bertakbir secara berjamaah atau sendiri-sendiri di masjid, pasar-pasar, jalan-jalan, rumah-rumah, musafir dan muqim di seluruh keadaan dan di manapun mereka berada untuk menampakkan (mengeraskan) suara takbir”. (Al-Umm: 1/231).

Hal yang menjadi pertanyaan, kenapa kok takbir? Kenapa kita begitu dianjurkan mengumandangkan takbir di momen itu, bukan yang lain? Memang ada rahasia apa di balik semua itu?

Takbir asal katanya dari kabbara-yukabbirutakbiran yang artinya membesarkan atau mengagungkan Allah SWT. Takbir selalu menyertai ibadah dan berbagai bentuk ketaatan. Ketika shalat, adzan, iqamah, haji, menyembelih binatang; di dalamnya semua terdapat rukun untuk bertakbir. Dari situ, kita bisa tahu betapa tingginya makna takbir dalam Islam.

Makna daripada takbir, kalimat takbir merupakan bentuk pengagungan atas kebesaran Allah. Kalimat takbir merupakan ungkapan kesadaran bahwa kebesaran hanya milik Allah. Jadi, sehebat apa pun kita, setinggi apapun kita, sebanyak dan sekuat apa pun harta dan kuasa kita; kita tidak lebih dari sekadar hamba yang tidak luput dari kekurangan dan kekhilafan. Dengan itu, apa pantas kita merasa besar dan tinggi atas segenap kepunyaan dan pencapaian kita?

Kenapa kok takbir? Karena takbir mengingatkan kita akan hal tersebut. Kalimat takbir mengingatkan kita untuk tidak merasa besar atau jumawa, juga merasa tinggi atau sombong. Mengingat, dalam sebuah hadis qudsi, Allah berkata:

‎العز إزاري، والكبرياء ردائي، فمن نازعني بشيء منهما عذبته

Artinya: “Kesombongan adalah kain selendang-Ku dan kebesaran adalah kain sarung-Ku. Barang siapa melawan Aku pada salah satu dari keduanya, niscaya Aku melemparkannya ke dalam neraka jahanam.” (HR. Abu Daud)

Ramadhan mengajarkan kita akan arti kekuasaan Allah. Melalui puasa di bulan Ramadhan, sudah seharusnya tumbuh sikap tawadhudalam diri kita. Sikap tawadhu’ ialah sikap di mana kita senantiasa merendahkahkan diri kepada Allah dan tidak berbuat semena-mena atau memandang remeh terhadap sesama. Orang rendah hati tulus dalam menjalin hubungan persaudaraan. Orang rendah hati bersedia membantu orang lain tanpa diskriminasi yang membeda-bedakan.

Baca Juga  Didi Kempot, Sobat Ambyar, dan Wajah Diri

Kenapa kita begitu dianjurkan mengumandangkan takbir di momen itu? Karena  takbir yang dikumandangkan setelah berakhirnya bulan Ramadhan menegaskan kembali akan hal demikian. Menegaskan bahwa kebesaran hanyalah milik Allah dan manusia sudah semestinya kembali pada fitrahnya. Menegaskan bahwa Ramadhan mengajarkan kita untuk rendah hati karena kebesaran dan keagungan hanyalah milik Allah.

Semoga momentum Ramadhan dapat meningkatkan kesadaran kita untuk terus merajut tali persaudaraan. Semoga momentum Idul Fitri menyudahi segala bentuk perselisihan dan ujaran kebencian. Semoga dengan berulangkali mengumandangkan takbir, menyambut hari raya penuh suka cita, kita semua kembali pada jiwa yang fitri.

Allahu akbar Allahu akbar wa lillahil hamd.

Mohamad Khusnial Muhtar Santri dan Mahasiswa Aqidah dan Filsafat Islam UIN Sunan Ampel Surabaya