Khoirul Ulum Alumnus Magister Aqidah dan Filsafat Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta; Tinggal di Lamongan, Jawa Timur.

Kesehatan Psikologis dalam Menghadapi Pandemi Covid-19

2 min read

Coronavirus disease atau diistilahkan Covid-19 sebagai virus corona jenis baru yang terdeteksi pertama kali pada desember 2019 di Wuhan, China. Virus tersebut berkembang sangat cepat di seluruh dunia dan mempengaruhi masyarakat dengan skala besar, hingga dinyatakan sebagai pandemi global. Pandemi Covid-19 dapat dikatakan sebagai musibah yang menimpa teritori hampir di seluruh dunia, mempengaruhi kestabilan ekonomi, politik, dan kemanusian.

Indonesia adalah salah satu negara dari 210 negara yang terdampak pandemi Covid-19. Secara global, dilansir dari worldometers (12/4) tercatat ada 1.812.891 kasus positif terinfeksi virus corona dengan jumlah kematian 112.255 dan jumlah pasien berhasil sembuh 415.274 orang. Di Negara Indonesia sendiri tercatat ada 4.241 kasus positif dengan jumlah kematian mencapai 373, dan jumlah pasien dinyatakan sembuh 359 orang.

Penyebaran virus corona jenis baru yang meluas sangat cepat, sudah menyebar di 34 Provinsi di Indonesia. Mempengaruhi aktivitas ekonomi dan perkantoran, seperti pedagang keliling yang tidak bisa berjualan, toko-toko banyak yang tutup, hingga perusahaan-perusahaan besar yang merugi. Hal ini tidak dapat dihindari yang berimbas pada PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) karyawan secara besar-besaran, pemotongan gaji para pekerja harian, dan kerugian ekonomi lainnya.

Dampak penyebaran virus corona juga mempengaruhi aktivitas ibadah, seperti penundaan keberangkatan umroh dan sterilisasi beberapa tempat ibadah. Di bidang pendidikan, proses belajar-mengajar di sekolah, kampus dan aktivitas kerumunan lainnya juga disterilkan. Masyarakat disarankan untuk sementara waktu mengalihkan kerja dari rumah atau work from home, ibadah dari rumah, dan belajar dari rumah.

Masyarakat dihimbau agar mengatur jaga jarak atau physical distancing dan menerapkan PHBS (Pola Hidup Bersih dan Sehat), seperti menjaga kesehatan dengan makan makanan bergizi seimbang, rajin cuci tangan dan kaki. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah penularan dan memutus penyebaran virus.

Baca Juga  Memahami Fenomena Maraknya Isu Gender di Indonesia dengan Pendekatan Glokalisasi

Musibah pandemi ini tidak hanya menimbulkan kerugian materi dan kematian, melainkan berdampak pada psikologis masyarakat, seperti menimbulkan kekhawatiran berlebih, bahkan kepanikan pada masyarakat. Hal ini dapat memicu perilaku negatif, seperti mencurigai sesama, panic buying, penjarahan, bahkan menolak pemakaman pasien positif terinfeksi virus corona.

Kepanikan tersebut muncul dari penyebaran virus yang sangat cepat dan banyak korban maupun orang yang kehilangan anggota keluarganya, akibat positif terinfeksi virus corona, ditambah belum ada kabar ditemukannya vaksin. Hal tersebut justru mempengaruhi kestabilan sosial dan memasuki fase stres dalam kesehatan psikologis masyarakat.

Kekhawatiran berlebih dan kepanikan masyarakat harus dihilangkan untuk memerangi penyebaran virus corona secara efisien, dalam kondisi seperti ini tidak perlu panik. Sikap panik justru akan menimbulkan tindakan-tindakan negatif dan melemahkan semangat masyarakat. Kesehatan psikologis masyarakat juga penting dijaga dan peranannya dalam memerangi penyebaran virus corona.

Menghadapi pandemi Covid-19, maka diperlukan sikap positif—merujuk pada pendapat Ryff (dalam Ryff dan Marshall (eds.), 1999: 248) terkait terbentuknya kondisi psikologis—bahwa mental positif atau kesehatan psikologis merupakan ketahanan diri. Kesehatan psikologis memiliki peran penting dalam menentukan sikap, melawan tekanan sosial untuk berpikir, dan berperilaku secara positif.

Kesehatan psikologis dapat menjaga kestabilan sosial dan membawa sikap positif dalam menghadapi musibah pandemi Covid-19. Seperti apa yang dikatakan Ryff (dalam Ryff dan Marshall (eds.), 1999: 250) ada enam aspek dalam membentuk kondisi psikologis secara positif, di antaranya: self-acceptance (penerimaan diri), positive relations (hubungan positif), autonomy (kemandirian), environmental mastery (penguasaan lingkungan), purpose in life (tujuan hidup), dan personal growth (pengembangan diri).

Aspek pertama, penerimaan diri merupakan sikap ikhlas dalam menghadapi musibah pandemi Covid-19. Kedua, hubungan positif merupakan sikap percaya kepada orang lain untuk saling tolong-menolong dan tidak mencurigai sesama, seperti mempercayakan skenario pencegahan dan memutus penyebaran virus corona pada ahli dan pemerintahan.

Baca Juga  Kelompok Muda Rentan Terpapar Paham Radikalisme, Beginilah Cara Mencegahnya!

Kemudian aspek ketiga, kemandirian merupakan kemampuan dalam menentukan sikap, seperti bersikap positif dalam menghadapi musibah pandemi yang terjadi. Aspek keempat, penguasaan lingkungan dalam kasus ini individu dapat mengatur perilaku diri sendiri sesuai dengan kebutuhan dan kondisi saat ini, seperti menyesuaikan kebutuhan dengan keadaan, menjaga kesehatan dan mengurangi bepergian di tempat ramai.

Selanjutnya aspek kelima, tujuan hidup—setiap orang memiliki tujuan atau manfaat dalam kehidupannya—kondisi ini mencerminkan upaya para dokter dan perawat dalam menyembuhkan pasien positif terinfeksi virus corona dengan mengorbankan dirinya demi kesembuhan pasiennya. Terakhir aspek keenam, pengembangan diri merupakan naluri kemajuan atau semangat dalam kondisi ini untuk menghadapi pandemi Covid-19.

Pada dasarnya setiap orang memiliki tujuan hidup untuk terus melanjutkan hidupnya dan menginginkan perkembangan dalam kehidupannya, dalam kondisi seperti ini percaya diri merupakan langkah untuk sembuh dan memerangi penyebaran virus corona. Semangat memutus dan mencegah penyebaran virus dapat dimulai dengan mengatur perilaku diri sendiri sesuai dengan kebutuhan dan kondisi saat ini. Tetap menjalin hubungan secara positif dengan orang lain, sebagai upaya saling tolong-menolong atau perihatin terhadap orang lain.

Aspek-aspek tersebut pada intinya membentuk kondisi psikologis masyarakat secara positif. Selain skenario pencegahan dan memutus penyebaran virus corona, kiranya peran kesehatan psikologis tidak boleh dikesampingkan di tengah pandemi Covid-19. Kesehatan psikologis memiliki peranan tersendiri dalam mengelola mental positif pada masyarakat sebagai ketahanan diri dalam menghadapi musibah pandemi Covid-19 ini. [MZ]

Khoirul Ulum Alumnus Magister Aqidah dan Filsafat Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta; Tinggal di Lamongan, Jawa Timur.

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *