Singapura, yang merupakan negara multi-etnis, yang pada setiap “bulan perayaan publik,” memiliki tradisi “Lampu Hias” di tempat-tempat tertentu. Seperti, tradisi Lampu Natal (Marry Christmas) di sepanjang jalan Orchard, Lampu CNY (Chiness New Year) atau Imlek di Kawasan China Town, atau lampu Deepavali di sepanjang Jalan Tekka, Kawasan Little India.
Pun demikian pada saat bulan Ramadan dengan tradisi Lampu Raya yang dipasang di sepanjang jalan Geylang, pusat Kawasan Melayu di Singapura. Majlis Pusat merupakan sebuah organisasi pemerintahan yang mendapatkan tugas untuk mengurus aktivitas kemasyarakatan di luar masjid selama bulan Ramadan.
Lampu Raya kecil juga dinyalakan di awal-awal bulan Ramadan hingga akhir Syawal di hampir semua rumah masyarkat muslim Melayu. Lampu ini biasa disebut dengan “Lampu Laplip”. Dengan lampu semacam ini, orang bisa membedakan mana rumah orang Melayu mana yang bukan. Hal itu memungkinkan, karena hampir semua rumah di Singapura adalah rumah flat atau apartemen (di Indonesia biasanya dikenal dengan Rumah Susun) untuk kelas bawah dan Condo untuk kelas menengah atas. Semua warga Singapura berhak mendapatkan rumah (dengan pembayaran angsuran paling lama 30 tahun) yang disiapkan oleh pemerintah, melalui badan pemerintah yang disebut HDB (Housing and Development Board).
Selain tradisi Lampu Raya dan Lampu Laplip, tradisi lainnya adalah Bazar Ramadan (seperti pasar malam) yang dimulai beberapa hari sebelum memasuki Ramada. Bazar seperti ini muncul di banyak tempat, di kawasan kejiranan, namun ada tiga bazar besar yang dikelolakan oleh pemerintah, yaitu Bazar Geylang (kawasan tengah), Bazar Tampines (kawasan timur) dan Bazar Woodlands (kawasan utara).
Bazar yang dibuka sejak sore hari hingga tengah malam ini dikunjungi oleh banyak warga, bukan hanya yang muslim saja, namun banyak juga warga non-muslim yang berkunjung ke sana. Bahkan, di Bazar Geylang biasanya banyak juga wisatawan yang datang, karena di sana tersedia banyak pilihan makanan tradisional dari berbagai suku-bangsa yang ada di Singapura; mulai dari jajana tradisional, menu modern, hingga fusion (makanan hasil kreativitas komunitas penjual milenial).
Bazar ini tidak hanya menyediakan makanan untuk berbuka puasa, tapi juga menyediakan keperluan Hari Raya. Mulai dari pakaian hingga perabotan rumah tangga. Bahkan ada juga yang menjual mobil atau menyewakannya untuk keperluan selama bulan Ramadan. Uniknya, yang paling sibuk di dalam perniagaan ini adalah mereka yang tidak berpuasa, baik penjualnya ataupun pembelinya.
Terlihat sangat meriah dan tentu bertujuan untuk menyemarakkan bulan Ramadan. Namun, dari kacamata agama, bazar ini bagi sebagian orang dianggap memiliki sisi yang kurang elok, karena membuat banyak masyarakat Muslim meninggalkan salat tarawih di masjid. Ditambah lagi, kemungkinan untuk menghambur-hamburkan uang dan menghabiskan waktu tanpa disadari.
Meskipun demikian, ada juga tradisi lain yang bernilai ibadah di mana setiap masjid menyediakan bubur Ramadan dan makanan berbuka puasa, iftār. Bubur Ramadan di Singapura ini sangat spesial karena hanya dibuat pada bulan Ramadan saja.
Sebelum azan Magrib berkumandang, orang akan datang dan berkumpul di masjid untuk berbuka puasa. Biasanya, sebuah masjid di Singapura bisa menampung sekitar 200 hingga 1000 orang. Kebanyakan mereka yang datang unuk berbuka adalah golongan pekerja buruh bangunan keturunan Banglades dan India yang beragama Islam, atau para pekerja lokal yang tidak sempat pulang rumah. Hanya sedikit warga setempat yang berbuka di Masjid.
Di Malaysia, tradisi menyediakan bubur ini juga ada. mereka menyebutnya “bubur lambuk.” Uniknya, bubur lambuk ini tidak dibagikan pada waktu berbuka, namun justru dibagikan usai salat zuhur, agar orang-orang bias membawa pulang buat berbuka puasa Bersama keluarga. Siapa pun boleh mengambilnya.
Dalam setiap harinya, sebuah masjid bias membelanjakan hasil derma masyarakat antara tiga ribu dolar hingga lima ribu dolar untuk biaya iftār dan aktivitas Ramadan lainnya, seperti kuliah Ramadan, qiyām al-layl dan sahur (di sebagian masjid saja), termasuk memberi bisyarah (insentif) imam dan bilal salat tarawih. Untuk mendapatkan pendana tersebut, pengelola masjid biasanya menggunakan papan iklan di masjid atau permintaan derma setiap malam sebelum salat tarawih. Setiap masjid juga menyediakan papan mengenai keperluan masjid selama bulan Ramadan.
Masyarakat Muslim biasanya sangat antusias dan berlomba-lomba untuk berderma di bulan Ramadan karena meyakini pahalanya yang berlipat ganda. Selain itu, pengelola masjid juga mengajak sukarelawan untuk membantu kegiatan memasak dan menyiapkan bubur Ramadan.
Terkait pembayaran zakat fitrah, masyarakat Muslim Singapura sudah bisa dilakukan sejak awal Ramadan. Pihak MUIS (Majlis Ugama Islam Singapura), yang mengurus ihwal dan kegiatan masyarakat Islam Singapura, akan mewakilkan semua masjid (diwakili oleh para amil) untuk menerima zakat fitrah masyarakat. Biasanya zakat firah ini berupa uang, bukan beras, karena dianggap lebih praktis dan mudah disimpan ataupun digunakan.
Sedangkan, pada malam hari raya, sebagian warga Muslim Singapura biasanya akan mengadakan majlis tahlil di kawasan masing-masing.
Kegembiraan dan keceriaan berbagai macam aktivitas yang disebut di atas, tahun 2020 ini akan menghilang, seiring merebaknya wabah koronavirus. Bermula dari pertengahan Maret 2020, MUIS telah menghimbau agar semua masjid ditutup sementara, hingga masa yang belum ditentukan. Saat ini, tidak ada lagi salat berjamaah di masjid, termasuk juga salat Jum’at. MUIS sudah mengumumkan arahan lanjutan bahwa selama bulan Ramadan tidak akan ada salat tarawih berjamaah di masjid. Pun demikian dengan salat Idul Fitri berjemaah di tahun ini.
Memang, sedih rasanya; tapi di balik semua ujian ini pasti ada banyak nikmat Allah yang telah dicurahkan tanpa kita sadari. (AS, AA)