Muhammad Makmun Abha Guru Ngaji, Dosen dan Aktivis LDNU Jepara

[Khutbah Idul Adha] Hakikat Berkorban di Masa Pandemi

4 min read

 الخطبة الأولى

(x9)اَللهُ أَكْبَرُ

اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لَاإِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لاَإِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ اْلحَمْدُ.

الْحَمْدُ للهِ صَاحِبِ الْأَوْقَاتِ وَالضُّحٰى، وَرَبِّ الْمَشَارِقِ وَالْمَغَارِبِ وَأُمِّ الْقُرٰى، وَخَالِقِ الْأَرْضِ وَالسَّمَاوَاتِ الْعُلٰى فَلَهُ مَا فِيْهِمَا وَمَا بَيْنَهُمَا وَمَا تَحْتَ الثَّــرٰى، وَفَالِقِ الْحَبِّ وَالنَّوٰى فَأَسْعَدَ فِي اْلآَخِرَةِ مَنْ بـِثَمْرَتِهِمَا يَتَـزَكّٰى، وَجَاعِلِ الْبَهَائِمِ وَالْأَنْعَامِ فَوَعَدَ الْأَجْرَ لِمَنْ إِيَّاهَا ضَحّٰى، وَنَشْهَدُ أَنْ لآ إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ الَّذِيْ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوٰى، وَنَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمَبْعُوْثُ بِالْآيَاتِ لِأُولِي النُّهٰى، وَنُصَلِّي وَنُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدِنِ الْمُخْتَارِ وَالْمُسْتَمِعِ لِمَا يُوْحٰى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَأُمَّتِهِ الَّذِيْنَ إِذَا تُتْلَى عَلَيْهِمْ آيَاتُ الرَّحْمٰنِ خَرُّوْا سُجَّدًا وَبُكِيًّا، أَمَّا بَعْدُ:

فَيَا عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْنِيْ نَفْسِيْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ فِي اللَّـيْلِ إِذَا سَجٰى وَفِي النَّهَارِ إِذَا تَجَلّٰى، وَاعْلَمُوا أَنَّ اللهَ قاَلَ في آيَاتِهِ الْكُبْرٰى (إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ، فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ، إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ).

Sidang Jamaah sholat Idul Adha yang dimuliankan oleh Allah SWT.

Mengawali khutbah singkat di pagi yang agung dan mulia ini, kita diingatkan oleh Allah agar senantiasa meningkatkan kualitas iman dan taqwa kita, supaya kita tergolong orang yang beruntung, baik di dunia ini dan terlebih lagi kelak di akhirat. Dan marilah kita senantiasa ber-taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah SWT dan ber-takbir dengan mengakui kemahaagungan Allah serta ketidakberdayaaan kita di hadapan-Nya, seraya berdo’a semoga Allah segera mengakhiri pandemi global yang dampaknya dirasakan oleh semua penduduk bumi ini, yaitu COVID-19, sehingga kita dapat melakukan aktifitas dan beribadah kembali dengan mudah, jauh dari prasangka buruk (su’uzddzan) terhadap sesama, Amin Ya Rabbal Alamin.

Pada tahun Haji kali ini, pemerintah Indonesia dan Arab Saudi tidak mengizinkan penyelenggaraan Ibadah haji secara massal seperti biasanya demi mencegah penyebaran COVID-19. Hal ini jelas menunjukkan bahwa Allah SWT adalah dzat memiliki sifat qiyamuhi binafsihi, tidak butuh disembah dan tidak membutuhkan makhluk sama sekali, justru sebaliknya kita sebagai makhluk inilah yang lebih membutuhkan petolongan Allah SWT. Sehingga marilah kita bersama-sama semakin mendekatkan diri kepada Allah dengan amal saleh, shodaqah dan ber-qurban.

Allahu Akbar (3x)

Jamaah yang berbahagia

Salah satu ibadah agung yang disyariatkan di hari raya haji adalah qurban. Oleh karena itu hari raya haji sering disebut dengan ‘Idul Adha atau ‘idul udhiyyah atau ‘idul qurban.

Secara historis, Ibadah qurban merupakan ibadah tertua dalam sejarah kemanusiaan dibanding dengan ibadah-ibadah lainnya. Ibadah qurban secara teologis kita yakini telah dimulai dari kisah dua putra Nabi Adam dan dilengkapi dengan kisah Nabi Ibrahim.

Disebutkan dalam Al Qur’an bahwa kedua putra Nabi Adam, Qabil dan Habil, berkorban dengan menyerahkan hasil dari pekerjaannya. Kemudian ada satu di antara mereka yang diterima qurban-nya, yaitu qurban-nya Habil berupa kambing istimewa dan dikerjakan dengan tulus-ikhlas, sementara yang satunya lagi tertolak, yaitu qurban-nya Qabil yang berupa hasil pertaniannya yang jelek, buruk dan dikerjakan dengan keterpaksaan, jauh dari ketulusan dan keikhlasan. Ternyata Allah SWT sama sekali tidak menerima barang yang di-qurban-kan itu, melainkan hanya menerima keikhlasan, kesucian dan taqwanya orang yang ber-qurban. Kisah ini disebutkan dalam Surat al-Maidah ayat 27:

Baca Juga  Khutbah Jumat: Semangat Pemuda untuk Kesetaraan dan Anti Perundungan

 وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ ابْنَيْ آٰدَمَ بِالْحَقِّ، إِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ أَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الْآٰخَرِ، قَالَ لَأَقْتُلَنَّكَ، قَالَ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ

Artinya: Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): “Aku pasti membunuhmu!”. Berkata Habil: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa”.

Selanjutnya diceritakan pula dalam al-Qur’an bahwa Nabi Ibrahim berqurban dengan menyembelih putranya, Isma’il. Qurban dengan menyembelih seoang putra ini tentu termasuk qurban yang paling agung, atau puncak pengorbanan serta puncak kepatuhan seorang hamba pada Tuhannya. Sebab Nabi Ibrahim termasuk Nabi yang memiliki kecukupan, namun beliau diuji oleh Allah belum memiliki keturunan hingga lanjut usia. Di saat Nabi Ibrahim yang sudah tua dan belum memiliki keturunan, kemudian beliau dianugerahi putra oleh Allah, ini berarti bahwa sang putera merupakan harta yang tiada taranya. Meskipun demikian, Nabi Ibrhim tetap melaksanakan perintah Allah dengan tanpa sedikitpun keraguan, tanpa menawar dan tanpa meminta diganti perintah yang lain.

Tidak hanya itu, bahkan putra beliau, Isma’il, lebih hebat lagi, tanpa sedikitpun keraguan, tanpa ketakutan, Isma’il kecil ini malah meminta agar ayahnya segera menyembelihnya demi melaksanakan perintah Allah. Singkat cerita, berkah keikhlasan dan kesabaran Nabi Ibrohim dan putranya Nabi Isma’il kecil ini, Allah kemudian mengganti Isma’il dengan kambing besar dari surga, yaitu kambing yang dibuat qurban (shadaqah) oleh Habil putra Nabi Adam. Kisah ini disebutkan dalam Surat Ash-Shaffat ayat 102-107:

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَـيَّ إِنِّـــيْ أَرٰى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبـَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرٰى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنـِـيْ إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ، فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ، وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ، قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيٰا إِنَّا كَذَٰلِكَ نَـجْزِي الْمُحْسِنِينَ، إِنَّ هٰذَا لَـهُــوَ الْبَلَآءُ الْمُبِينُ، وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ.

 

Allahu Akbar (3x)

Jamaah yang berbahagia

Dari kisah-kisah ini, tampak jelas bahwa disyariatkannya qurban dengan menyembelih hewan-hewan tertentu pada hari ke-10 Dzul Hijjah dan Hari Tasyriq ini hanyalah sebagai sarana atau wasilah untuk mendekatkan diri (qurbantaqarrub) kepada Allah SWT.

Dengan demikian, menjadi terang bahwa yang diterima oleh Allah bukanlah daging atau darah dari hewan yang diqurbankan, melainkan kesungguhan, keikhlasan dan ketulusan hati orang yang berqurban. Sebagai perumpamaan, ketika ada dua orang misalnya, yang satu mampunya hanya qurban dengan kambing tetapi dilaksanakan dengan tulus-ikhlas, dan yang satunya lagi mampu ber-qurban dengan kerbau atau sapi yang besar namun tidak disertai dengan keikhlasan, maka boleh jadi yang diterima adalah qurban kambing, karena Allah tidak hanya melihat dari sisi kuantitas besar dan kecilnya hewan qurban, tetapi Allah lebih melihat seberapa tingkat ketulusan hati mereka yang ber-qurban. Inilah inti dari firman Allah dalam Surat al-Hajj ayat 37:

Baca Juga  Khutbah Jumat: Bahagia Beragama, Berbangsa Dan Bernegara

لَنْ يَنَالَ اللّٰهَ لُـحُومُهَا وَلَادِمَاؤُهَا وَلٰكِن يَنَالُهُ التَّقْوَىٰ مِنكُمْ،كَذٰلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ، وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ

Artinya: Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kalianlah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kalian supaya kalian mengagungkan Allah atas hidayah-Nya kepada kalian. Dan berilah kabar gembira hai Muhammad kepada orang-orang yang berbuat baik.

Allahu Akbar (3x)

Jamaah Rahimakumullah

Hakikat berkorban sejatinya sama dengan hakikat berjuang. Mereka yang memiliki naluri dan mental berjuang sudah barang tentu tidak akan berhenti berjuang sebelum tujuannya tergapai atau minimal sebelum tenaga dan modal/bekalnya habis.

Sehingga dahulu saat bertempur melawan penjajah (Belanda), semboyan atau slogan para pejuang adalah “merdeka atau mati”, begitu juga dengan orang yang ber-qurban, karena berjuang atau qurban merupakan panggilan hati yang terdalam, sehingga tidak layak jika dilakukan hanya setengah hati, atau dengan tujuan agar memperoleh pujian dan balasan dari orang lain. Karena yang dinilai dalam qurban tidak lain kecuali adalah ketulusan dan keikhlasan.

Orang yang semakin banyak berqurban itu artinya (idealnya) semakin luhur derajat akhlak, moral dan emosionalnya, sebaliknya, orang yang semakin sedikit berqurban atau bahkan enggan berqurban, berarti semakin luntur atau bahkan kehilangan keluhuran akhlaknya. Padahal lunturnya akhlak dari pribadi-pribadi manusia itu dapat menghancurkan tingkat kedewasaan masyarakat, yang berakibat secara negatif bagi negara dan bangsa. Inilah kiranya nilai-nilai mendasar yang hendaknya dihayati oleh setiap orang mukmin di hari raya qurban ini.

Selanjutnya, terkait dengan ibadah qurban, hendaknya kita menyadari betul bahwa sarana untuk mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah itu tidaklah hanya dengan menyembelih hewan semata, karena masih banyak cara dan sarana lain untuk mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah.

Dalam konteks hari ini misalnya, karena adanya musibah atau pandemi global COVID- 19 yang mengakibatkan banyak pekerja diberhentikan (PHK), banyak petani dan pedagang yang mengalami penurunan pendapatan, dan seterusnya, maka spirit berqurban alias spirit berbagi dengan sesama manusia harus dilakukan sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Tahun ini ada larangan untuk berangkat haji secara massal seperti biasanya, hal ini juga sejatinya menunjukkan bahwa spirit atau semangat dari ber-haji juga harus dilakukan di daerah masing-masing, seperti thawaf mengelilingi Ka’bah (thawaf) yang tidak dapat dilakukan tahun ini, hendaknya dipraktekkan di daerah masing-masing dengan mengelilingi rumah-rumah anak yatim-piatu, orang-orang miskin dan kaum dlu’afa-mustadl’afin, untuk memberikan bantuan kepada mereka, terlebih dalam hal yang terkait dengan urusan pendidikan, mengaji dan mencari ilmu. Karena semua sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah itu secara substansi atau hakikatnya bisa dikategorikan qurban dalam arti yang luas, yaitu qurban atau taqarrub ilallah, mendekatkan diri kepada Allah meskipun menurut fikih tidak disebut menyembelih qurban.

Allahu Akbar (3x)

Baca Juga  Pahala Bershalawat kepada Nabi

Jamaah yang berbahagia

Terakhir, perlu diketahui pula bahwa menyembelih qurban itu menurut Imam al-Ghazali merupakan suatu simbol atau tanda dari penyembelihan atau penghilangan sifat-sifat hewani yang ada dalam jiwa dan hati kita, seperti rakus, serakah, ingin menang sendiri dan seterusnya. Oleh karena itu, inti dari berqurban adalah untuk menghilangkan hawa nafsu kebinatangan yang dapat merusak kualitas iman dan takwa kita.

Dengan menyembelih nafsu hewani ini, kita berharap seraya berdo’a semoga kita semua dapat tergolong orang-orang yang bermartabat luhur di sisi Allah, jauh dari sifat-sifat rendahan seperti iri-dengki/hasad, menipu, berbohong dan seterusnya. Sehingga kita semua termasuk dalam golongan orang-orang berqurban, orang-orang yang mendekatkan diri dan dekat dengan Allah SWT. Amin Allahumma amin.

أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ. (وَالْبُدْنَ جَعَلْنَاهَا لَكُم مِّن شَعَآئِرِ اللَّهِ لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ، فَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهَا صَوَآفَّ، فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ، كَذَٰلِكَ سَخَّرْنَاهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ).

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالْبَيَانِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ اِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ، أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

الخطبة الثانية

اَللهُ أَكْبَرُ (x7)

اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لَاإِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لاَإِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ اْلحَمْدُ.

اَلْحَمْدُ للهِ الْعَلِيِّ الْغَفَّارِ، وَنَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلٰهَ إِلاَّ اللهُ الْكَرِيْمُ السَّتَّارُ، وَنَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحّمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَشْرَفُ الْخَلَائِقِ وَالْبَشَرِ، وَنُصَلِّيْ وَنُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُـحَمَّدٍ صَاحِبِ الْـحَوْضِ وَالْكَوْثَرِ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ السَّالِمِيْنَ مِنْ عَذَابِ النَّارِ. أَمَّا بَعْدُ:

فَيَا أَيُّهَا الْأَبْرَارُ، اِتَّقُوْا اللهَ فِي اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ، وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ صَلّٰى عَلَى أَفْضَلِ مَنْ صَلّٰى وَزَكّٰى وَصَامَ وَحَجَّ وَاعْتَمَرَ، فَقَالَ تَعَالَى وَأَمَرَ: “إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِىِّ، يآاَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا”.

اللَّٰهُمَّ فَصَلِّ عَلَى نُوْرِ الَأَنْوَارِ، وَسِرِّ الْأَسْرَارِ، وَتِرْيَاقِ الْأَغْيَارِ، وَمِفْتَاحِ بَابِ الْيَسَارِ، سَيِّدِنَا وَمَوْلَانَا مُحَمَّدٍ الْمُخْتَارِ، وَعَلَى آلِهِ الْأَطْهَارِ، وَأَصْحَابِهِ الْأَخْيَارِ، وَعَلَيْنَا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَارَحِيْمُ يَا غَفَّارُ؛

اللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ الْأَحْيٰآءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ إِنَّكَ أَنْتَ الْغَفُوْرُ السَّتَّارُ، اللّٰهُمَّ احْفَظِ الْـحُجَّاجَ مِنْ كُلِّ مَكْرُوهٍ وَسُوءٍ وَضَرَرٍ، اللّٰهُمَّ أَعِدْهُمْ إِلَى مَا يَنْتَسِبُوْنَ إِلَيْهِ مِنَ الْأَهْلِ وَالدِّيَارِ؛ اللّٰهُمَّ اجْعَلْ حَجَّهُمْ حَجًّا مَبْرُوْراً وَسَعْيَهُمْ سَعْيًا مَشْكُوْرًا وَذَنْبَهُمْ ذَنْبًا مَغْفُوْرًا وَتِجَارَتَـهُمْ تِـجَارَةً لَنْ تَبُوْرَ؛ اللّٰهُمَّ تَقَبَّلْ مِنَّا صَالِحَ العَمَلِ وَمَا نَذْبَحُ وَنَنْحَرُ، وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِي كُلِّ خَيْرٍ، وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شَرٍّ؛ اللّٰهُمَّ احْمِ بَلَدَنَا إِنْدُوْنِيْسِيَا وَسَائِرَ بِلَادِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنَ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ، مَا بَطَنَ مِنْهَا وَمَا ظَهَرَ؛ رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

عِبَادَاللهِ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتٰآءِ ذِي اْلقُرْبٰى وَيَنْهٰى عَنِ اْلفَحْشٰآءِ وَالْمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ فَاذْكُرُوْا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَاسْئَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.

Muhammad Makmun Abha Guru Ngaji, Dosen dan Aktivis LDNU Jepara