Sebelum memastikan sebuah keyakinan sebagai benar atau terbenar pastkan dulu itu sebagai keputusan intelektual, bukan emosional denga menyadari risikonya dan kesiapan menerima konsekuensinya.
Bila hendak menganut sebuah keyakinan yang dibenci banyak pihak pastikan anda bebas dari tendensi mendapatkan perlakuan khusus sebagai kompensasi dan semacam ganti rugi dari risiko sosialnya. Siapapun anda, tetaplah bukan tanggungan bagi sekeyakinan anda. Tak ada yang dipinang untuk masuk dan tak ada yang dilarang untuk keluar. Keyakinan bukan warung makan yang masakannya akan basi bila pengunjungnya sedikit atau berkurang.
Ketika tergesa-gesa memutuskan menganut sebuah keyakinan dan memeluk ajarannya, jangan mencemooh keyakinan dan ajaran yang ditinggalkan agar bila ternyata tak serius berpindah keyakinan dan berpikir untuk kembali kepadanya tak kehilangan keduanya.
Orang yang patut dikasihani adalah yang mengira keyakinan seperti sebuah klub bola dan menganggap dirinya seperti Ronaldo yang sangat berarti bagi keyakinan yang baru dianutnya.
Dalam lingkungan keyakinan yang dibangun di atas asas peradaban hikmah yang menjulang dan dirumuskan oleh para logikawan, teolog, dan bijakawan terkemuka, sekadar anak seorang agamawan atau pernah mondok atau tahu seutas kaidah nahwu dan sharf tak cukup untuk jadi simsalabim narsum representatif. Ambil antrean seperti lainnya. Take it or leave it!
Karena keyakinan bukan perusahaan yang memberikan asuransi kesehatan dan keselamatan bagi seluruh karyawannya, keputusan seseorang yang merepotkan rekan-rekan sekeyakinannya akibat sepak terjangnya untuk kembali kepada keyakinan yang ditinggalkannya justru menjadi karunia.
Hormatilah keyakinan pilihanmu dengan mempersilakan siapa saja untuk menganut atau menanggalkannya.
Tak perlu heboh soal pernyataan seseorang tentang menganut kembali keyakinan yang pernah ditanggalkannya. Pindah agama saja biasa, apalagi cuma pindah perkumpulan. Keyakinan adalah pilihan relatif dan merupakan hak asasi. Yang terpenting, anda tidak menjadikan perpindahan keyakinan siapapun sebagai tolok ukur kebenaran. Banyak hal yang lebih penting dibincang dan dishare.
Tak penting menduga-duga. Yang sudah pasti, ada pernyataan berpindah mazhab. Pindah mazhab bahkan agama adalah hak asasi. Semoga keputusan tersebut tak berubah lagi. Yang lebih dari keyakinan yang dianut adalah konsistensi.
Semoga para pengungsi di Rusunawa Sidoarjo yang menyatakan meninggalkan keyakinan yang karena itu diusir dan menyatakan kembali ke keyakinan lama diterima kembali oleh masyarakat terutama para kiai dan tokoh di Sampang tanpa kecurigaan.
Editor: MZ