Muntaha Artalim Dosen di Department of Fiqh Fiqh & Usul Fiqh Kulliyyah of Islamic Revealed Knowledge & Human Sciences International Islamic University Malaysia

GUS MUH, SELAMAT BERPULANG SAHABAT DAN GURUKU (Mengenang wafatnya Dr. H. Muhammad Alfatih Suryadilaga, S.Ag, M.Ag)

7 min read

Beliau adalah Muhammad Alfatih Suryadilaga ibn Miftahul Fattah ibn Muhammad Amin ibn Musthofa ibn Abdul Karim ibn Abdul Qohhar ibn Darus bin Qinan ibn Ali Mas’ud ibn Ahmad Rifa’i ibn Bisyri ibn Ahmad Dahlan ibn Muhammad Ali ibn Hamid ibn Shodiq ibn R. Qosim (Sunan Drajad) ibn Sayyid Ali Rahmatullah (Sunan Ampel) ibn Syeikh Maulana Ibrahim Assamarqandi ibn Maulana Jamaluddin Akbar. (Sumber: Kumpulan Data Keluarga Besar Bani Musthofa Abdul Karim Pada Silaturrahim Akbar XII, PP Al-Karimi Tebuwung, Gresik, 25 Desember 2016). Ini adalah nasab beliau dari jalur kakek.

Sedangkan nasab beliau dari jalur nenek, Nyai Hajjah Aminah binti Mahbub Ali, Nyai Aminah ini masih dzurriyyah dari Kiyai Abd Djabbar Maskumambang yang jika diurut hingga ke atas akan sampai ke Pangeran Pajang alias Lembupeteng alias Joko Tingkir dan seterusnya hingga sampai ke Brawijaya, Raja Majapahit. (Sumber: Silsilah KH. Abul Djabbar Maskumambang, Pengurus Pusat Ikatan Keluarga Kyai Abdul Djabbar (IKKAD), Panitia Silaturrahim XIII Tahun 2005 M di Kediri). Bahkan salah satu paman Nyai Aminah yaitu almaghfurlah Kyai Maksum Ali adalah menantu Hadlrotussyaikh KH. Muhammad Hasyim Asy’ari. Dan Kyai Ma’shum Ali ini adalah pengarang kitab shorof “al-Amtsilah at-Tashrifiyyah” yang melegenda di tanah air, dan juga kitab “Ad-Durus al-Falakiyyah”.

Beliau dilahirkan di Desa Tunggul Paciran Lamongan Jawa Timur pada tanggal 26 Januari 1974.

Kakek dan nenek beliau, pasangan suami istri KH. Muhammad Amin yang lebih dikenal dengan Kyai Amin dan Mbah Haji Aminah atau orang tempat kami di Tunggul memanggil beliau Mbah Kaji ini bukan pasangan biasa, menurut riwayat muttashil yang saya terima dari paklek Gus Muh, KH. Abdullah Amin, yang menjodohkan adalah Hadlrotussyaikh KH. Muhammad Hasyim Asy’ari, Rai’s Akbar Nahdlotul Ulama.

Gus Muhammad Alfatih Suryadilaga (Gus Muh, Mas Muh, demikian kebanyakan orang di tempat kami memanggil beliau, dan setahu saya di tempat lain, terutama di Yogyakarta panggilan beliau Pak Fatih atau Gus Fatih) dan saudara kembarnya Gus Ahmad Alfikri Suryadinata (Gus Ah, Mas Ah, Pak Ah, tapi saat beliau kuliah di PTIQ Jakarta orang-orang memanggilnya Mas Fikri), kini keduanya telah berpulang menghadap al-Khaliq, Gus Ah meninggal pada bulan Ramadhan tahun 2010 di IRD Dr. Sutomo Surabaya dan Gus Muh pada hari Selasa 2 Februari 2021, pukul 23:37 WIB di Yogyakarta.

Saudara kembar, Gus Muh “lebih tua” dari Gus Ah, yang keduanya kini sudah berpulang, meskipun pada tahun yang berbeda, 2010 dan 2021, namun menurut adik kandungnya, Allah mentaqdirkan beliau berdua wafat dengan sakit yang sama, dan wafatnya pada jam yang sama.

Gus Muh, lahir dan dibesarkan di keluarga pesantren, masa kecil beliau belajar di pondok yang diasuh ayah beliau sendiri di Pondok Al-Amin, Tunggul Paciran Lamongan. Nama asal pondok ini “Pondok Al-Iman wa al-Islam”, dan sepeninggal Kyai Amin namanya diganti dengan nama Yayasan Pondok Pesantren Al-Amin, untuk mengenang jasa KH. Amin.

Gus Muh dan kembarnya Gus Ah, beliau memang lahir dari keluarga ahlil Qur’an, ayah beliau adalah ulama’ yang hafiz mutqin, saya mendengar riwayat bahwa KH. Miftah, ayahanda Gus Muh mampu menghafal al-Qur’an hanya dalam waktu 3 bulan, dan kakek beliau KH. Amin mampu menghafal al-Qur’an hanya dalam waktu satu bulan. Sebagaimana ayah dan kakek beliau, Gus Muh juga hafidz al Qur’an, beliau hanya satu tahun mengkhatamkan hafalan al-Qur’an di salah satu ma’had di Jombang, bahkan ada yang mengatakan khatam hanya dalam waktu 4 bulan.

Baca Juga  Kiai Taufiqul Hakim: Sang Kiai Penyair

Di samping itu yang saya ketahui saat berulangkali saya tinggal di rumahnya saat masih di Surabaya dan di Yogyakarya, Gus Muh sosok yang ahli tahajjud, selalu berusaha menjaga wudhu agar selalu dalam kesucian, dan juga ahli silaturrahim, yang menonjol sekali dari beliau dalam tindak tanduknya adalah tampilan beliau yang selalu apa adanya, penuh sahaja, sesuai dengan kondisinya, tidak mengenal “takalluf” dalam hidupnya, hidup apa adanya tanpa beban, dan yang bersahabat dengan beliau akan selalu mendapatinya selalu tersenyum, sosok penyabar, bicaranya datar dan teduh, selama bertahun-tahun saya mengenal beliau, sepertinya belum pernah melihat bermuka marah, kalau menegur pun biasanya dengan sangat lembut dan menggunakan diksi kata yang santai penuh persahabatan.

Gus Muh, juga sosok yang sangat gigih, semenjak kecil sudah terbiasa disiplin, saya tidak begitu heran dengan kegigihan beliau, sebab ayah beliau juga sangat gigih, semenjak saya masih kecil diusia MI (Madrasah Ibtidaiyah) saya memperhatikan dalam kondisi apapun KH. Miftah akan didapati selalu berwirid dengan al-Qur’an, saat duduk, berjalan, naik sepeda, naik mobil, saat bekerja… dan bisa dikatakan hidup ayahanda Gus Muh adalah dzikir dengan al-Qur’an.

Pada tanggal 20 Agustus 2016 saat rumah kami di Malaysia mendapatkan kebekahan tak ternilai dengan berkenannya KH. Miftah sekeluarga untuk singgah di kediaman kami, setelah shalat shubuh beliau juga langsung wirid al-Qur’an. Kegigihan ini sepertinya juga turunan dari kakek beliau, KH. Amin, saat saya bersilaturrahim ke rumah famili beliau saya seringkali menelisik kehidupan leluhur Gus Muh, Allah yarham Nyai Hajjah Hindun Rohimah Amin, budhe Gus Muh menceritakan, jika Kyai Amin agak mengantuk saat membaca al-Qur’an, maka beliau akan mengambil kayu dan meletakkannya melintang di atas sumur, lalu beliau akan duduk di atas kayu melintang yang ukurannya sekedar cukup untuk duduk, dan beliau memuraja’ah hafalan beliau di atas sumur, risikonya jika mengantuk pasti akan terjatuh ke dalam sumur.

Bahkan saat menunaikan haji tahun 1930an, menurut putra bungsu beliau, KH. Amin berniat haji dengan haji ifrad dimulai setelah masuk Syawwal, beliau berihram dengan menahan diri dari semua pantangannya selama dua bulan lebih, tentu bukan hal yang mudah, sebuah upaya disiplin dalam menempa diri (riyadlah) yang luar biasa.

Memang Kyai Amin dikenal sebagai sosok yang sangat disiplin, salah satu murid beliau Prof. Dr. Husnul Aqib Suminto (Gus Muh kalau tidak salah memanggil beliau “Mbah Husnul”, saya agak lupa, kemungkinan juga masih famili beliau). Prof. HA Suminto, santri Kyai Amin yang mahir berbahasa Belanda dan sekian lama tinggal di Belanda, merupakan seorang penulis disertasi yang menjadi referensi sangat penting dalam sejarah politik Islam di Indonesia, “Politik Islam Hindia Belanda: Het Kantoor voor Inlandsche zaken”. Karya ini, menurut Prof. Karel Steenbrink, benar-benar menjadi kritik keras atas kebijakan Hindia Belanda terhadap umat Islam di Indonesia.

Rupanya murid Kyai Amin ini melanjutkan perlawanan terhadap Belanda dengan karya tulisnya yang fenomenal dan tentu saja membuat malu Belanda. Prof. Dr. HA Suminto adalah salah satu murid Kyai Amin yang dididik dengan sangat disiplin. Bahkan saat sedang sibuk di sawah pun Kyai Amin masih mengajar, mendidik, dan mentarbiyah murid-muridnya, tak terkecuali Prof. Dr. HA Suminto, juga salah satu murid Kyai Amin yang sesekali diajar di sawah, demikian tutur Nyai Hajjah Hindun Rohimah -rahimahallah-, putri Kyai Amin, yang rumah beliau ini selalu terbuka lebar untuk pengajian al-Qur’an untuk anak-anak juga ibu-ibu di Desa Tunggul.

Baca Juga  Mengenal Ki Ageng Suryomentaram, Filsuf Tanah Jawa

Kegigihan kakek beliau ini bukan hanya dalam ritual ibadah, tapi juga keteguhan sikap, kakek beliau menjadi tokoh muda yang sangat anti penjajahan, riwayat dari Yai Miftah, Kyai Amin muda saat usia 12 tahun sudah berani berhadapan dengan serdadu Belanda, dan akhirnya kebencian dengan penjajahan tersebut mengkristal hingga akhirnya beliau menjadi komandaan Laskar Hizbullah wilayah Lamongan Tuban dan Gresik, tugas beliau adalah mempertahankan dari serangan Belanda dari wilayah Utara. Tepatnya, tugas tersebut di Surabaya Utara, terlibat dalam pertempuran bersenjata, pernah dijebloskan di penjara di Paciran, pernah bersembunyi dari kejaran Belanda di rumah Buyut Kartiyo, rumahnya persis di depan rumah saya, salah satu sahabat dekat Kyai Amin.

Karena sengitnya perlawanan beliau terhadap penjajah, tentu saja beliau menjadi orang yang sangat dicari saat terjadi peristiwa agresi militer Belanda ke-2, akhirnya beliau dan saudara kandungnya ditangkap, kemudian keduanya dibawa ke sebuah tempat dan di tembak oleh serdadu Belanda dan gugur syahid pada tanggal 13 Ramadhan 1368 H. atau tanggal 9 Juli 1949 M. di Desa Dagan Solokuro Lamongan dan juga dikuburkan di desa tersebut, ada cerita yang mutawatir, sebelum ditembak Kyai Amin mengumandangkan adzan terlebih dahulu. Kakek Gus Muh adalah sosok ulama’ yang gigih dan idealis, di dalam darah Gus Muh mengalir darah mujahid pejuang kemerdekaan RI yang bertaruh nyawa dalam membela negara.

Gus Muh kelahiran tahun 1974, satu kampung dengan saya, lahir pada tahun yang sama, MI, MTs dan MA di sekolah yang sama, bahkan keluarga kami sangat rapat dengan keluarga beliau, hingga adik kandung saya menikah dengan sepupunya.

Kami bersahabat semenjak kecil, beliau kakak kelas saya satu tahun, selama sekolah di MTs dan MA “Tarbiyatut Tholabah” Kranji (di pesantren yang didirikan oleh KH. Musthofa, buyut beliau, pondok ini induk dari hampir seluruh pesantren di seluruh pantura Lamongan), saat pergi sekolah, saya selalu pergi bersama beliau, sebelum jam 7 pagi saya sudah stand by di depan rumahnya, dan tepat jam 7 pagi Gus Muh dan Gus Ah saudara kembarnya akan menjabat dan mencium tangan ayahanda beliau Yai Miftahul Fattah yang pada jam tersebut selalunya sedang tasmi’ Al Qur’an dari para santri tahfiznya, dan setelah pamitan berangkatlah kami ke sekolah, demikianlah berlaku setiap hari pergi bersama sampai beliau selesai Aliyah….

Dan ada hal yang sangat penting saat selalu membersamai beliau pergi sekolah, saat sampai di gerbang pondok dan jika kebetulan berpapasan dengan Allahuyarham Romo Yai Mohammad Baqir Adelan, pengasuh PP. “Tarbiyatut Tholabah”, maka Gus Muh dan Gus Ah akan segera mendekati beliau dan mencium tangan beliau, dan alhamdulillah saya pun selalu ikut mendapatkan keberkahan luar biasa ini, sebab tidak semua santri berani mendatangi Romo Yai untuk menjabat dan mencium tangan beliau, tapi karena bersahabat dengan dua Gus kembar ini yang juga masih keluarga Romo Yai, saya mendapatkan berkahnya.

Setelah beliau lulus Aliyah, kami berpisah, beliau pergi ke ma’had tahfiz di Jombang dan kembarnya menghafal al-Qur’an langsung dengan ayahnya, kemudian Gus Muh melanjutkan ke IAIN Surabaya dan Gus Ah kembarnya melanjutkan studi ke PTIQ Jakarta dan saya sendiri ke PP. Daruttauhid Alhasaniyyah, Sendang Senori Tuban untuk kemudian ke LIPIA, Jakarta. Dan semenjak tahun 1996 sudah sangat jarang bertemu, untuk kemudian Gus Ah mengelola Yayasan Pendidikan Al-Amin, Gus Muh bertugas di UIN Yogyakarta, dan saya di IIUM Kuala Lumpur, pertemuan kami hanya sesekali saja saat sedang bertepatan kami semua ada di kampung waktu liburan tertentu, atau saat kami saling mengunjungi.

Baca Juga  Tuan Guru Mumpa: Biografi dan Kiprah Ulama Syekh Abdul Fattah al-Banjari Riau

Dengan hubungan yang begitu dekat, Gus Muh, Gus Ah, termasuk orang-orang yang kabar kepergiannya membuat saya tak mampu membendung air mata, terus mengalir hingga membuat tubuh saya lemas dan lunglai, tapi qadha’ dan qadar harus diterima dengan ridha dan mengucap Inna Lillahi wa Inna Ilaihi Raji’un.

Ada sekian banyak hal yang saya belajar dari beliau, beliau berdua; kegigihan, ketekunan, kedisiplinan, ketelitian, dan yang sangat patut ditauladani adalah sifat tawadhu’ beliau berdua.

Teringat, saat kami berangkat bersama ke sekolah saat MTs dan Aliyah antara tahun 1986-1991, begitu sampai di kelas, di PP. Tarbiyatut Tholabah Kranji, Gus Muh dan Gus Ah akan meletakkan tas dan langsung mengambil sapu, dan putra kembar seorang ulama ini akan bersama-sama menyapu kelas, tanpa ikut jadwal yang ditempel, beliau tidak mempedulikan jadwal, tapi yang beliau perlihatkan adalah dedikasi, tiap hari keduanya akan menyapu kelas… Sosok yang sangat tawadhu’, pada saat yang sama darah biru mengalir di tubuhnya.

Gus Muh, juga sosok yang sangat berbakti kepada orang tua, yang saya amati beliau berinteraksi dengan orang tuanya, di samping sebagai ayah kandung, namun lebih dari itu beliau di hadapan ayahnya seperti seorang santri di hadapan Kyai dan Murabbinya, sangat tawadhu’ dengan orang tua, sehingga amaliyah Ta’limul Muta’allim bukan hanya saat di pondok dan sekolah, namun saat di rumah pun beliau mempraktekkanya.

Kepergian beliau membuat banyak orang menangis, hubungan sesama manusia beliau jalin dengan sangat baik, baik Gus Muh ataupun Gus Ah, yang bernasab luhur, berilmu dan berwawasan yang luas, namun tetap membumi, sama sekali tidak pernah membeda-bedakan status seseorang, dengan siapapun akan dekat, dan sangat ramah, tidak pandang bulu, sosok yang memanusiakan manusia dengan seutuhnya.

Mas Muh, demikian panggilan saya untuk beliau, dan kembarnya Mas Ah, beliau memang kembar, dua orang yang berbeda raga, tapi bagi saya beliau berdua seakan satu pribadi, terlalu banyak saya berhutang budi kepada beliau berdua. Budi baik beliau berdua akan senantiasa menjadi kenangan hidup, sebagai perantara “lisana shidqin fi al-akhirin”. Kami ridha dengan qadha’ dan qadarNya, selamat jalan, do’a-do’a terbaik dari kami semua selalu menyertaimu …

رحم الله رفيق دربي الكريم ابن الكريم ابن الكريم ابن الكريم محمد الفاتح سورياديلاغا بن مفتاح الفتاح بن محمد أمين بن مصطفى بن عبد الكريم.

اللهم اغفر له وارحمه وعافه واعف عنه وأكرم نزله ووسع مدخله واجعل قبره روضة من رياض الجنة وأسكنه الفردوس الأعلى، وارحم توأمه أحمد الفكري سوريايناتا رحمة واسعة، وأنزلهما منازل الصديقين والشهداء والصالحين وحسن أولئك رفيقا، وصلى الله على سيدنا محمد وعلى آل سيدنا محمد، والحمد لله رب العالمين.

Untuk keluarga besar YP. Al-Amin Tunggul, terutama KH. Miftahul Fattah Amin sekeluarga, istri Gus Muh dan putra putri beliau, semoga Allah limpahkan ketabahan dan kesabaran, dan mohon maaf sedalam-dalamnya karena tidak dapat sowan untuk ta’ziyah.

 

Kuala Lumpur, Ba’da Dzuhur, 3 Februari 2021

alfaqier,

Muntaha Artalim

Muntaha Artalim Dosen di Department of Fiqh Fiqh & Usul Fiqh Kulliyyah of Islamic Revealed Knowledge & Human Sciences International Islamic University Malaysia