Alkisah di negara antah berantah tersebutlah tiga orang cewek yang selalu melakukan apa saja bersama-sama atas dasar konformitas yang kemudian mereka jadikan doktrin solidaritas, kesetiakawanan.
Main bersama, belajar bersama, sekolah di sekolah yang sama, kuliah pun di kampus yang sama bahkan di fakultas dan jurusan yang sama. Jomblo pun sama-sama, punya pacar sama-sama, bahkan menikah pun barengan hanya resepsinya selang beberapa hari saja, sampai hamil pun mereka merencakannya sama-sama.
Saya tidak tahu apakah kelak ketika meninggal dunia juga kalau bisa bareng-bareng atau minimal makam mereka bersebelahan sebagai simbol kesetiakawanan sehidup semati. Oh ya, saya lupa, belum memberitahu nama-nama mereka. Mereka adalah Elok, Nida dan Komariah.
Singkat cerita mereka sedang hamil tua. Saat itu sedang antri di bank, tiba-tiba Nida memulai pembicaraan tentang rencana nama anak mereka.
“Nama anakku aku ambil dari potongan namaku dan nama suamiku, Udin-Nida. Jadi kalau digabung menjadi Dinda.” tegas Nida.
Elok pun segera menimpali, “Kalau nama anakku, Elvis, gabungan dari Elok-Navis.”
Tak mau kalah dari dua temannya, Komariah yang sebenarnya bingung namun tetap dengan PD-nya ia mmenimpali, “Kalau anakku perempuan kuberi nama Angelina, kalau laki-laki kuberi nama Robert.”
Kedua temannya heran dan tidak terima. Nida langsung berkomentar, “Kamu sudah gak solider lagi, Kom.”
“Iya, Kom… Menyalahi kesepakatan kita itu namanya. Harusnya kan gabungan namamu dan nama suamimu,” timpal Elok.
“Kalau aku nuruti kalian menggabung namaku dan nama suamiku untuk nama anakku, aku malah jadi orang tua durhaka,” sergah Komariah tanpa pikir panjang.
“Kok, bisa?” tanya Nida dan Elok hampir bersamaan.
“Kalian lupa ya kalau nama suamiku Basori? Lha… masa aku mau menamai anakku Baskom? [AA]