Beliau bernama Muhammad Zaini Abdul Ghani lahir di Tunggul Irang Martapura pada tanggal 11 Februari 1942 dan meninggal di Martapura pada 10 Agustus 2005 di usia 63 tahun. Beliau seorang alim dan tokoh karismatik nan populer di Kalimantan. Beliau biasa disebut dengan beberapa panggilan, seperti Guru Sekumpul, Guru Ijai, Guru Ijai Sekumpul, Qusyairi (nama saat kecil), Tuan Guru, dan Abah Guru. Untuk sebutan pertama dianggap paling populer bagi masyarakat.
Di usia muda, beliau menghabiskan waktu menuntut ilmu hingga konon gurunya mencapai 200 orang. Adapun para pembimbing sulūk dan riyādah Guru Sekumpul, antara lain: Sayyid M. Amin Kutby, KH. Abdul Hamid dari Pasuruan, Syeikh M. Sarwani Abdan, dan Kiai Falak Bogor. Di sisi berbeda, beliau adalah pribadi cerdas, hingga di usia yang cukup belia, 7 tahun, beliau sanggup menghafal Alquran dan pada umur 9 tahun beliau sudah memampukan diri menghafal Tafsīr Jalālayn karya Jalāl al-Dīn al-Suyūtī dan Jalāl al-Dīn al-Mahallī.
Saat nyantri di PP Darussalam, Guru Sekumpul adalah tempat bertanya teman-temannya. Beliau memiliki kecerdasan di atas rata-rata, hingga KH. Ahmad Bakeri, pengasuh PP al-Mursyidul Amin Gambut, berujar: “Guru Sekumpul itu seperti super market, semua tersedia dan lengkap”. KH. Anang Djazuly Semman—atau yang familiar disapa Abah Anang—juga mengungkapkan, “Guru Zaini adalah seorang alim yang memiliki kelebihan khas yang tidak dimiliki ulama lain. Guru Zaini tidak hanya mendapatkan ilmu dari gurunya saja, tetapi juga mendapat ilmu dari langit secara ladunnī”.
Kualitas pemahaman disiplin keilmuan Islam Guru Sekumpul sangat kentara sekali terutama saat beliau mengajar di majelisnya. Penyampaiannya sangat detil, runtut, dan diksi kalimatnya sangat mudah dipahami khalayak awam. Ungkapannya sangat mudah dicerna walaupun sedang menjelaskan hal yang rumit sekalipun. Saat membalah kitab, sangat nampak sekali kualitas pemahamannya terhadap ragam disiplin kesusastraan Arab, seperti Nahwu, Sharaf, Lughah, Mantiq, Balaghah, Arudh, dan selainnya.
Dalam ilmu Alquran, beliau tidak sekadar hafal tetapi juga amat mahir menggunakan Qiraat Sab‘ah dengan dihiasi lagu-lagu Alquran yang sangat indah dan memukau. Bagi saya, Guru Sekumpul mampu menghadirkan kemukjizatan (pembacaan) musikal yang dimunculkan dari Alquran dan ini bisa menjadi pendekatan psikologis bagi para pendengarnya, hanya dengan mendengar bacaan Alquran yang dilantunkan oleh Guru Sekumpul. Pun dengan bacaan shalawat yang beliau nadakan. Suara sederhananya indah dan membekas di hati. Ini adalah karakteristik seni. Hanya dengan mendengarkan seseorang bisa tercuci otaknya, seperti penikmat musik di Barat yang tercuci otaknya ketika mendengarkan Beethoven atau opera-opera musikal. Hal ini juga ditegaskan dalam Alquran surah al-Hashr [59]: 21: yang artinya:
“Kalau sekiranya Kami turunkan Alquran ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan ketakutannya kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berpikir.”
Meski hampir semua bidang disiplin keilmuan Islam dikuasainya, namun penguasaan ilmunya yang paling menonjol ada tiga, antara lain: tauhid, fiqh, dan tasawuf. Ketiga disiplin ilmu inilah yang mendominasi pengajian di majelis Musala Ar-Raudlah Sekumpul.
Kedalaman ilmu dan karismanya membuat majelisnya selalu dibanjiri oleh kehadiran jemaah. Bukan hanya khalayak awam dan pejabat, tetapi ulama dari ragam penjuru hadir mengikuti pengajiannya. Uniknya, para guru yang pernah mengajarnya seringkali hadir pada pengajiannya, seperti Habib Zein al-Habsyi, Syekh Muhammad Samman Mulia, KH. Abdus Syukur, KH. Husein Dahlan, KH. Salman Jalil, dan lain sebagainya. Hal yang sangat langka terjadi sepanjang zaman.
Guru Sekumpul yang Khumūl
Sudah menjadi bagian dari akhlak para wali Allah dan orang-orang saleh bahwa mereka menyukai khumūl, menghindari popularitas, menjauhi kemasyhuran dan ketenaran. Bahkan kemasyhuran dan keterkenalan bagi mereka adalah musibah. Mereka sekuat tenaga menghindari dan menjauhinya. Popularitas bagi mereka adalah aral yang bisa mengganggu mereka beribadah kepada Allah. Dalam kitab al-Hikam karya Ibn Athaillah al-Sakandari disebutkan.
ادفن وجودك فى ارض الخمول فما نبت مما لم يدفن لا يتم نتاجه
Idfan wujūdaka fī ard al-khumūl famā nabata min mā lam yudfan lā yatimmu nitājuhu
Artinya: Sembunyikanlah wujudmu di dalam bumi khumūl yang tersembunyi. Tidak akan sempurna benih yang ditanam ke dalam bumi.
Guru Ijai atau Guru Sekumpul adalah figur yang telah “membenamkan” dirinya di bumi khumūl. Menjauhi popularitas dan publisitas memang menjadi tabiat dan akhlaknya semenjak belia. Di usia mudanya, ia tidak suka dikenal dan lebih menyukai kesendirian. Ia menyukai berpergian di hutan yang sepi. Ia mengurangi berinterkasi dengan khalayak insan. Namun, kondisilah yang menjadikannya masyhur luar biasa.
Di suatu masa, salah satu guru mursyid beliau, syeikh Muhammad Syarwani Abdan atau yang populer dipanggil Guru Bangil, berkata kepada putranya, KH. M. Kasyful Anwar, “Zaini ini suka khumūl, masyarakat saja yang mempopulerkannya”. Guru Ijai memang figur yang tidak menyukai popularitas. Beliau bukan seseorang yang suka memberi komentar di depan wartawan mengenai problematika masyarakat yang sedang viral. Pula, beliau tidak suka memobilisasi massa untuk mencapai tujuan atau misi tertentu. Beliau adalah satu dari sekian ulama yang nampak enggan berinteraksi dan terlibat langsung dalam satu organisasi tertentu, apalagi yang mempunyai relasi dengan politik.
Di tengah ramainya pengajian beliau yang dihadiri puluhan ribu orang, ada sebagian orang yang mengusulkan agar pengajian tersebut disiarkan langsung melalui radio dan televisi, sehingga bisa disaksikan oleh seluruh masyarakat di seantero Kalimantan Selatan. Keinginan itu tidak dikabulkannya. Tentu karena beragam alasan yang di antaranya karena figurnya yang anti-popularitas. Bahkan ada salah satu perguruan tinggi yang ingin menganugerahkan gelar professor kepada beliau atas jasa-jasanya dalam pendidikan dan dakwah, itupun ditolaknya secara halus.
Guru Sekumpul adalah pribadi yang memang sudah dibentuk oleh Allah menjadi teladan dan pautan umat. Beliau tidak mengharap sedikit pun publisitas maupun kemasyhuran di hadapan manusia. Harapan utamanya adalah beliau mendapatkan kemasyhuran dan kemuliaan di hadapan Allah swt.
[Tulisan ini diolah dari karya KH. M. Anshary El Kariem berjudul Figur Karismatik Abah Guru Sekumpul]