Khairun Niam Mahasiswa sekaligus santri Pondok Pesantren Nurul Ihsan Yogyakarta

Bulan Muharram: Refleksi Diri atas Peristiwa Hijrah Nabi Muhammad

2 min read

Lembaga Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama mengumumkan bahwa 1 Muharram 1446 H bertepatan pada hari Senin 8 Juli 2024. Dalam Islam, Bulan Muharram merupakan bulan pertama dalam sistem kalender Hijriah, sehingga bulan ini dijadikan sebagai momen perpindahan tahun baru Islam.

Sebagaimana momen tahun baru, masyarakat muslim Indonesia memperingati perpindahan tahun baru ini dengan berbagai macam perayaan. Ada yang mengadakan pengajian, pawai obor, majelis selawat, dan lain-lain.

Dalam Islam pula, bulan ini menjadi bulan yang dianggap sakral karena memiliki berbagai keutamaan. Hal ini dikarenakan pada bulan ini terdapat berbagai peristiwa penting bagi umat Islam. Di sisi lain, Muharram merupakan salah satu dari empat bulan yang dimuliakan oleh Allah. Hal ini tercantum dalam QS. al-Taubah ayat 36 yang artinya.

“Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketepatan Allah di waktu dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya terdapat empat bulan haram. Itulah agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu di dalamnya dan perangilah orang-orang musyrik semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwa Allah bersama orang-orang yang bertakwa.”

Sebagaimana penulis katakan sebelumnya, secara historis bulan ini memiliki banyak peristiwa sakral bagi umat Islam, di antaranya adalah peristiwa pindahnya Nabi Muhammad dari Makkah ke Madinah yang sering kita kenal dengan istilah “hijrah”.

Peristiwa Hijrah Nabi

Peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad dari Makkah ke Madinah menjadi titik awal kalender Islam sekaligus tahun pertama Hijriyah. Penetapan ini terjadi ketika masa kepemimpinan khalifah Umar bin Khattab. Seperti yang kita ketahui, Nabi Muhammad pertama kali mendapatkan wahyu di Makkah. Di kota itulah Nabi pertama kali berdakwah dan menyebarkan agama Islam.

Baca Juga  Islam dan Teologi Pembebasan, Spirit dalam Perjuangan Agraria

Dalam proses dakwahnya Nabi Muhammad banyak mendapatkan tantangan bahkan ancaman dari kaum Quraisy Makkah sampai turun perintah Allah agar umat Islam melakukan perpindahan yang dipimpin oleh Rasulullah. Perpindahan inilah yang kemudian dikenal dengan “hijrah”. Perintah hijrah ke Madinah disampaikan Allah dalam surah al-Baqarah ayat 218 yang artinya:

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman serta orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”

Mengutip dari Alfi Ahyuni dalam artikelnya, peristiwa hijrah Nabi bukan hanya semata-mata untuk menghindari dari gangguan kaum Quraisy, tetapi sebuah upaya untuk menciptakan komunitas baru yang lebih aman bersama umat muslim lainnya.

Dalam prosesnya umat muslim tidak hijrah satu rombongan sekaligus, melainkan dilakukan secara berangsur-angsur atau bergantian. Ada yang berombongan adapula perorangan. Pengambilan Madinah sebagai lokasi untuk mensyiarkan Islam tentu mempunyai alasan tersendiri.

Jauh sebelum peristiwa hijarah terjadi, Nabi Muhammad didatangai oleh pemimpin yang menyatakan sanggup untuk melindungi keselamatan pribadi Rasul dan para pengikutnya. Selain itu, sebelum Islam, kota Madinah memiliki kekuatan politik dari Dinasti Amalekit yang kekuatannya tersebar di berbagai wilayah Arab lainnya.

Substansi Hijrah Hari Ini

Secara harfiah, “hijrah” berasal dari bahasa Arab yang artinya pindah, menjauhi, atau menghindari. Sedangkan dalam KBBI Hijrah adalah perpindahan Nabi Muhammad. Secara makna pun hijrah yang dilakukan oleh rasulullah bukan hanya hijrah fisik, melainkan hijrah atau perubahan strategi dalam dakwah Islam.

Namun, hari ini penulis melihat bahwa makna hijrah telah megalami pendangkalan. Hijrah tidak lagi dimaknai sebagai perubahan yang bersifat spiritual.

Sebagian pemuda hari ini hanya memahami hijrah dengan perpindahan dalam bentuk penampilan, yang semulanya tidak menutup aurat, setelah berhijrah penampilannya menjadi lebih syar’i dengan pakaian gamis dan jilbab lebar, bahkan ada pula yang bercadar bagi perempuan.

Baca Juga  Membincang Peluang Tumbuhnya Ideologi Antirezim di Muhammadiyah

Sedangkan laki-laki dianggap sudah berhijrah ketika dia sering mengikuti pengajian dan mengubah penampilan dengan memanjangkan jenggot serta menggunakan celana di atas mata kaki.

Padahal secara substansi, hijrah tidak hanya tentang penampilan saja, melainkan gerakan dari hati serta niat untuk berubah dengan semangat Islam yang baru, enjadi lebih baik dengan bertambahnya spiritualitas dalam diri sendiri yang nantinya akan diwujudkan dalam bentuk prilaku sehari-hari.

Selain itu, di era digital ini, hijrah juga bisa berbentuk menjaga adab di media sosial. Memanfaatkan media sosial semaksimal mungkin, tetapi dengan catatan dapat mengatur waktu, membatasi diri dalam interaksi online serta mengonsumsi konten-konten positif di berbagai platform media online.

Oleh sebab itu, perisitiwa hijrah Nabi Muhammad yang terjadi pada bulan Muharram menjadi momentum sebagai refleksi pada diri sendiri bahwa hijrah tidak hanya sekadar penampilan, tetapi secara substansi hijrah juga dapat diartikan sebagai mina dzulumati ilannnur, sebuah pergerakan hati, bertambahnya iman, serta konsistensi dalam ibadah sosial maupun spiritual. Wallahualam. [AR]

Khairun Niam Mahasiswa sekaligus santri Pondok Pesantren Nurul Ihsan Yogyakarta