Beberapa waktu lalu saya sempat dicurhati oleh seorang teman terkait kisah asmaranya yang sedang berantakan. Iya, dia sedang galau karena dua minggu ini sudah tidak lagi berhubungan “pacaran” dengan mantan kekasihnya. Saya tidak bertanya penyebab berakhirnya hubungan mereka. Namun saya hanya menjadi pendengar karena bagi saya orang yang sedang patah hati memerlukan tempat untuk didengarkan keluh kesahnya, mungkin sesekali saya juga memberikan saran bagaimana dan apa yang semestinya dilakukan.
Seyogyanya orang yang sedang patah hati dan ditinggal pas lagi sayang-sayangnya tentu saja memerlukan waktu yang cukup lama untuk move on. Berbagai macam upaya dilakukan oleh teman saya itu, mulai dari memblokir akun-akun media sosial mantannya, melakukan berbagai macam kegiatan positif, bahkan sampai mencari pelarian. Namun menurutnya tetap masih sangat sulit untuk melupakan kebersamaan mereka yang telah berlangsung kurang lebih tiga tahun itu.
Dua hari setelah menjadi pendengar yang baik, saya mengaji Al-Quran di pondok dan tidak sengaja membaca QS. Al-Baqarah ayat 216 yang memiliki korelasi dengan kisah teman saya.
كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَّكُمْ ۚ وَعَسٰٓى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْـًٔا وَّهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ ۚ وَعَسٰٓى اَنْ تُحِبُّوْا شَيْـًٔا وَّهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ ۗ وَاللّٰهُ يَعْلَمُ وَاَنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ
Artinya: diwajibkan atas kamu berperang, padahal itu tidak menyenangkan bagimu. Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.
Tafsir QS. Al-Baqarah :216
Quraisy Shihab dalam Tafsir al-Misbah menjelaskan bahwa kata ‘asa yang bermakna bisa jadi mengandung makna ketidakpastian yang mana ketidak pastian tersebut berasal dari manusia sendiri. Terkadang seseorang diperintahkan untuk melakukan padahal sesuatu tersebut tidak tidak disenanginya maka orang tersebut seharusnya menanamkan rasa optimisme dalam dirinya dengan mengatakan bisa jadi dibalik perintah yang tidak disenangi terdapat sesuatu yang baik dan sebaliknya.
Ketika seseorang sedang menikmati kegembiraan dalam hidupnya sebaiknya untuk tidak terlalu terlena dengan kebahagiaan tersebut sehingga lupa diri. Karena, bisa jadi dibalik kegembiraan terdapat mudharatnya. Menurut Shihab ayat ini mengingatkan manusia untuk hidup secara seimbang tidak berlebih-lebihan, tidak kehilangan optimisme kita ditimpa kesedihan, sekaligus tidak larut dalam kegembiraan yang menjadikannya lupa daratan.
Dalam tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa “Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia sangat baik bagimu” ditafsirkan sebagai peperangan itu membawa kemenangan dan keberuntungan atas musuh, penguasaan atas negeri, harta benda, wanita dan anak-anak. sedangkan “dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu padahal ia sangat buruk bagimu” diartikan sebagai segala hal. Bisa saja sesorang menyukai sesuatu, padahal sesuatu itu tidak mendatangkan kebaikan dan kemaslahatan baginya. Diantaranya adalah penolakan ikut berperang yang akan berakibat jatuhnya negeri dan pemerintahan ke tangan musuh.
Refleksi
Berdasarkan tafsir Quraish Shihab dan Ibnu Katsir, ayat diatas secara tekstual memang memang membicarakan tentang perintah untuk berperang. Namun, penggalan ayat tersebut yang artinya “Boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu” dapat ditarik kepada konteks hari ini yang mana terkadang manusia tidak dapat mengontrol dirinya sendiri ketika berada dalam situasi bahagia dan sedih. Sikap berlebihan dalam keadaan dan situasi tertentu terkadang mengakibatkan seseorang lupa diri untuk selalu mengingat dan bersyukur kepada Allah.
Jika seseorang tidak dapat mengontrol dirinya atas rasa cinta dan benci yang terlalu berlebihan maka hawa nafsu bermain di dalamnya. Hawa nafsu tersebut bisa mengakibatkan seseorang bertindak yang tidak wajar. Contoh, orang yang terlalu berlebihan dalam mencintai akan melakukan apa saja untuk melakukan kesenangan padahal dibalik kesenangan tersebut terdapat banyak mudhorotnya, begitupun sebaliknya orang yang berlebihan dalam membenci akan melakukan apa saja untuk mencelakai orang yang dibenci misal.
Begitu juga hal yang terjadi dengan teman penulis tadi, rasa cintanya yang terlalu berlebihan dengan pasangannya mengakibatkan kesedihan yang berlaut-larut. Oleh sebab itu dalam menyikapi sesuatu sebaiknya seseorang harus berada dalam posisi tengah-tengah, tidak cenderung maju dan juga tidak mundur lebih tepatnya harus bersikap sewajarnya dalam hal apapun termasuk dalam hal mencintai dan membenci. Karena dibalik rasa cinta yang berlebihan bisa jadi terdapat sebuah mudhorot dan sebaliknya dibalik rasa benci yang berlebihan justru terdapat suatu kebaikan.
Disinilah pentingnya untuk mengambil sikap tengah-tengah, mencintai sewajarnya dan membenci secukupnya. Hindari sikap berlebihan apalagi sampai membuat kita kehilangan akal sehat. Wallahua’lam