Nuzula Nailul Faiz Alumnus Sosiologi Agama UIN Sunan Kalijaga

Kesadaran Diri (Self-Awareness) dalam Al-Qur’an

2 min read

“Mengenal dirimu sendiri adalah awal dari semua kebijaksanaan.” – Aristoteles

Nabi Muhammad diutus dengan tugas untuk menyempurnakan akhlak. Islam memiliki banyak ajaran yang berhubungan dengan etika. Islam mengajarkan untuk bersikap jujur, dapat dipercaya, tidak berlaku curang, sampai larangan melakukan apa yang dilarang oleh Allah.

Seorang muslim mesti berusaha untuk bertindak sesuai yang ditunjukkan oleh Islam dengan segala ajarannya terkait etika. Salah satu hal yang bisa mendukung upaya itu ialah memiliki self-awareness (kesadaran diri).

Menurut studi, orang-orang yang memiliki self-awareness lebih jarang berbohong, curang, atau mencuri. Self-awareness berkaitan dengan kepercayaan diri dan pengendalian diri yang lebih baik. Tulisan ini mencoba mengulas kaitan self-awareness dengan beberapa ayat dalam Al-Qur’an.

Selayang Pandang terkait Self-Awareness

Menurut KBBI, kesadaran diri berarti kesadaran seseorang atas keadaan dirinya sendiri. Sementara menurut Listyowati, self-awareness adalah kondisi ketika seseorang dapat memahami dirinya dengan sebaik-baiknya dengan kesadaran terhadap pikiran, evaluasi diri dan perasaan (Qonita AZ, 2023).

Self-awareness sendiri menurut para ahli memiliki dua tipe: internal dan eksternal. Internal self-awareness adalah seberapa jernih seseorang memahami nilai, hasrat, aspirasi, serta reaksi seseorang (termasuk pikiran, perasaan, perilaku, kekuatan dan kelemahan), dan dampaknya pada orang lain.

Tipe ini berkaitan dengan kepuasan dalam bekerja dan membangun hubungan, kendali diri dan sosial, serta kebahagiaan. Ia berbanding terbalik dengan kecemasan, stres, dan depresi.

Sementara external self-awareness adalah memahami bagaimana orang lain melihat seseorang, dalam konteks yang sama dengan tipe sebelumnya. Tipe ini berkaitan dengan kemampuan menunjukkan empati dan melihat dari sudut pandang orang lain (Aji D, 2022).

QS. Al-Isra’ ayat 84 dan Pengoptimalan Kesadaran Diri

Allah berfirman dalam QS. al-Isra’ ayat 84:

Baca Juga  Solidaritas Lintas Agama di Era Covid-2019

قُلْ كُلٌّ يَّعْمَلُ عَلٰى شَاكِلَتِهٖۗ فَرَبُّكُمْ اَعْلَمُ بِمَنْ هُوَ اَهْدٰى سَبِيْلًا ࣖ ٨٤

Katakanlah (Nabi Muhammad), ‘Setiap orang berbuat sesuai dengan pembawaannya masing-masing.’ Maka, Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya.

Ayat tersebut menunjukkan bahwa setiap orang bertindak didorong atas paradigma dan cara hidup yang disukai dan cenderung pada hidayah dan dhalalah (kesesatan).

Allah, Dzat yang memelihara, menciptakan dan memberi nikmat pada hamba-Nya, lebih mengetahui siapa dari masing-masing hamba-Nya yang paradigmanya lebih terkunci atau mana yang lebih jelas cara hidupnya dengan mau mengikuti kebenaran.

Setiap orang akan diganjar sesuai dengan perbuatannya. Dalam ayat itu, sebenarnya juga terdapat ancaman bagi orang-orang yang musyrik.

Jika suara akal, hati, dan perasaan tidak lagi berfungsi dengan optimal, akibat ditelantarkannya pikiran dan pandangan hati terhadap ayat-ayat Allah sebelumnya, maka hanya ada ancaman dan hukuman bagi pemiliknya. Allah lebih mengetahui mana hamba-Nya yang beriman dan yang tidak, serta apa yang akan terjadi dengan mereka.

Mengenai ayat ini, Abu Bakar al-Shiddiq pernah mengatakan: “Aku telah membaca Al-Qur’an dari awal sampai akhir. Aku tidak melihat ayat di dalamnya yang lebih baik dan menjanjikan harapan daripada ayat ini. Karena di sana disebutkan bagaimana tabiat seorang hamba lebih cenderung pada maksiat, sementara Allah cenderung memberikan ampunan.”

Ayat tersebut seperti ingin mendorong para hamba, untuk menginstropeksi diri dan syakilah-nya. Apakah cara hidupnya cenderung pada hidayah, atau pada kesesatan. Apakah suara hati nuraninya masih bisa dipakai optimal, atau sudah tidak berfungsi sempurna lagi seperti saat fitrah.

Ayat ini meminta para hamba untuk memiliki kesadaran penuh mengenai pikiran dan perasaannya untuk terus berada dalam jalur hidayah dari Tuhannya.

Baca Juga  Mendiskusikan “Repressive Pluralism” Jokowi: Beberapa Catatan untuk Greg Fealy

QS. Al-Hasyr Ayat 19 dan Penghambat Kesadaran Diri

Allah berfirman dalam QS. al-Hasyr ayat 19:

وَلَا تَكُوْنُوْا كَالَّذِيْنَ نَسُوا اللّٰهَ فَاَنْسٰىهُمْ اَنْفُسَهُمْۗ اُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْفٰسِقُوْنَ ١

Janganlah kamu seperti orang-orang yang melupakan Allah sehingga Dia menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang fasik.

Dalam ayat ini, Allah melarang hamba-Nya untuk meniru atau bertindak seperti orang-orang fasik yang mengabaikan kewajiban-kewajiban dari-Nya. Orang-orang fasik itu meninggalkan perintah Allah dan tidak takut pada-Nya.

Karena telah melupakan Tuhan mereka, pada akhirnya mereka akan lupa pada diri mereka sendiri. Sehingga, mereka tidak melakukan amal-amal saleh yang bermanfaat bagi mereka di akhirat kelak dan yang menyelamatkan mereka dari siksa.

Ayat ini mengingatkan hamba akan hal-hal yang bisa membuat seseorang tidak memiliki kesadaran dan pemahaman terhadap dirinya sendiri. Hal yang bisa membuat seseorang lupa akan kesadaran diri itu adalah dengan melupakan Allah  dan hal-hal yang orientasinya jangka panjang, seperti kehidupan setelah kematian atau akhirat.

Menurut Islam, dengan terus mengingat Allah dan memahami orientasi jangka panjang bagi kehidupan diri, seseorang akan lebih dekat dengan self-awareness dan buah-buah yang dihasilkannya. Wallahualam bissawab. [AR]

Nuzula Nailul Faiz Alumnus Sosiologi Agama UIN Sunan Kalijaga