Setiap orang pasti memiliki keinginan, harapan ataupun cita-cita. Disadari atau tidak, hal ini mendorong manusia untuk berdoa entah bagaimana pun caranya. Dengan berdoa ini, sedikit banyaknya akan memberikan pengaruh bagi yang melakukannya, salah satu di antaranya pada kesehatan jiwa atau psikis. Allah berfirman:
“Dan apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, Maka sesungguhnya aku dekat, Aku kabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia berdoa. Hendaklah mereka itu memenuhi (perintah) Ku dan beriman kepadaKu, agar mereka memperoleh kebenaran.” (QS. al-Baqarah [2]: 186)
Tafsir QS. al-Baqarah [2]: 186: Doa dan Komposisi Yang Mengiringinya
Maksud dari ayat tersebut adalah Allah tidaklah mengecewakan orang yang berdoa. Ini menjadi penyemangat seseorang untuk berdoa dan bahwa Allah tidaklah menyia-nyiakan doa.
Ibn Jarir al-Thabari berkata: Allah menyebutkan dalam ayat ini bahwa Dia dekat dengan hamba-hamba-Nya, meliputi ilmu-Nya terhadap segala sesuatu. Maka Dia mendengar perkataan mereka dan melihat perbuatan mereka. Maksudnya, ingatkanlah wahai Rasul, kepada hamba-hamba-Ku terhadap apa yang wajib mereka jaga dalam ibadah, ketaatan, dan hanya menghadap kepada-Ku dengan berdoa (Tafsir al-Thabari, vol. 3, 480).
Pada ayat di atas, disyaratkan dua hal yang menjadi komposisi sebuah doa, yaitu: istijabah (فَلْيَسْتَجِيبُوا) dan iman (وَلْيُؤْمِنُوا). Sebagaimana al-Qurthubi dalam tafsirnya, (فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي) “Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku).” Mujahid dan yang lainnya berkata, maknanya: Hendaknya mereka menjawab (memenuhi panggilan)-Ku terhadap apa yang telah Aku serukan pada mereka dari keimanan yakni: untuk taat dan beramal (Tafsir al-Qurthubi, 2006: 177).
Menurut al-Maraghi, istijabah ialah menjawab dengan penuh perhatian dan persiapan. Maksudnya, ketika Aku dekat dengan mereka, menjawab doa orang yang berdoa kepada-Ku, maka hendaknya mereka menjawab seruan-Ku dengan menegakkan amalan yang Aku perintahkan kepada mereka (Tafsir al-Maraghi, t.th: 75)
Dari pendapat mufasir di atas, dapat dipahami bahwa istijabah dan iman sebagai unsur komposisi doa. Istijabah dapat dilakukan dengan melaksankan perintah Allah, salah satunya dengan cara berikhtiar.
Manusia harus bersungguh-sungguh dalam berusaha untuk membuktikan keseriusan permohonannya kepada Tuhannya. Komposisi yang lain adalah memiliki keyakinan (iman) untuk menyerahkan hasil dari usahanya kepada Yang Maha Berkehendak. Sekeras apapun usaha yang dilakukan manusia, tetaplah Allah yang menentukan hasilnya.
Keberhasilan ataupun kegagalan sebenarnya keduanya adalah jalan yang ditunjukkan agar manusia tetap berada dekat dengan-Nya dan ini merupakan nikmat ketenangan terbaik. Ketika kedua syarat di atas terpenuhi dengan baik, maka komposisi doa pun menjadi lengkap. Dengan itu, manusia berhak menikmati jaminan dari Tuhan, yaitu mereka akan selalu memperoleh petunjuk-Nya.
Doa dalam Perspektif Psikologi
Hal tersebut sejalan dengan konsep berdoa dalam perspektif psikologi. Berdoa merupakan aktivitas yang melibatkan peran psikis pelakunya secara mendalam. Berdoa harus dibarengi dengan sikap pasrah. Tidak bisa bagi kita untuk terus menuntut dan berkukuh agar harapannya tercapai.
Karena itu, bukan hasil dari doa itu saja yang dicari, melainkan ketenangan atau hilangnya ketegangan yang timbul dari keyakinan bahwa persoalan yang diungkapkan dalam doa tersebut telah diserahkan kepada Tuhan.
Seperti yang dikatakan Ibn Arabi, setiap doa pasti dijawab, sedangkan pengabulan tergantung pada hikmah rabbani. Jawaban-Nya itulah yang menghindarkan seorang hamba dari keterasingan dan putus asa serta digantikannya dengan harapan dan ketenangan.
Moh. Soleh menyatakan bahwa doa yang sunggguh-sungguh merupakan autosugesti yang dapat mendorong seseorang berbuat sesuai dengan yang didoakan dan pengaruhnya sangat jelas bagi perubahan jiwa dan badan.
Ia juga mengutip Robert Thouless (1991) bahwa doa sebagai teknik penyembuhan gangguan mental, dapat dilakukan dalam berbagai kondisi yang terbukti membantu efektifitasnya dalam mengubah mental seseorang (Agama sebagai Terapi Telaah menuju Ilmu Kedokteran Holistik, 243).
Sebagaimana menurut Kate Lowenthal dalam penelitiannya “Religion, Culture, and Mental Health”, Doa memiliki pengaruh besar dalam psikologi, di antaranya mampu menenangkan, menenteramkan seseorang, dan meyakinkan diri terhadap pilihan yang dijalani, serta meningkatkan kecerdasan emosionalnya, sehingga dia akan cenderung memiliki daya untuk survive dalam memahami tujuan hidupnya.
Selain itu, doa memiliki sifat mengikat, yakni dari isi doa yang dipanjatkan tanpa disadari menjadi self-reminder bagi yang memanjatkan doa, ketika seseorang pada kondisi trans yaitu gelombang otak berada pada gelombang alpha (rileks, fokus, dan tenang) atau masuk pada gelombang theta (deep meditation, nurani bawah sadar, dan hening).
Pada saat kondisi itulah yang memicu kata-kata yang diucapkan melalui doa terekam jelas dialam bawah sadarnya sehingga menyebabkan subjek selalu mengingat (Lowenthal, 2006: 67).
Dengan demikian, doa dapat mengingatkan seseorang menjadi hamba yang perlu banyak berbenah dan menumbuhkan rasa percaya dan yakin bahwa Allah akan mengabulkan apa yang dipinta dan menyebabkan subjek merasa dekat dengan Sang Pencipta dan memiliki perasaan lebih berserah. Wallahualam. [AR]