Bagi seorang mukmin, terkadang kita sulit untuk menerima takdir yang menimpa diri kita. Apalagi takdir itu berupa kesulitan atau sebuah kegagalan yang tidak kita inginkan. Nanum, kita sering lupa bahwa Allah Sang pencipta takdir pasti lebih tahu apa yang terbaik untuk kita. Ketika seseorang menerima sebuah takdir dan ketentuan Allah atas dirinya, maka ia akan ridho dan ikhlas menerima apapun yang diputuskan oleh Allah kepada dirinya. Ridho merupakan buah cinta seorang mukmin kepada Allah Swt.
Kehendak Allah kepada diri kita merupakan kejadian yang telah berlangsung, tidak dapat dihindarkan, dan tidak diketahui sebelumnya. Semua kebaikan dan keburukan dari apa yang menimpa diri kita itu semua dari Allah. Tidak ada seorangpun yang dapat menghindari kehendak-Nya. Rasulullah juga mengingatkan bahwa amal perbuatan seseorang semasa hidupnya tidak menjamin keadaan di akhir hidupnya. Semua tergantung pada kehendak Allah swt.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari Muslim, yaitu hadits arbain ke-4 dalam penjelasannya memberikan pemahaman soal itu. Ada seseorang yang semasa hidupnya selalu beramal baik bahkan amalnya seperti penghuni surga. Namun takdir Allah berkata lain, ia melakukan perbuatan dosa yang membuat dirinya masuk neraka. Sebaliknya ada seseorang yang semasa hidupnya senantiasa beramal dosa. Namun takdir Allah berkata lain, kemudian ia beramal baik yang membuatnya masuk kedalam surga.
Takdir merupakan pertemuan antara ikhtiar manusia dengan kehendak Allah. Hidup merupakan rangkaian usaha demi usaha, ikhtiar dengan ikhtiar. Namun ujung dari usaha dan ikhtiar tidak selalu berhubungan dengan sebuah kesuksesan dan keberhasilan. Pada setiap usaha yang kita lakukan, kita harus melakukan dengan baik dan penuh semangat. Selain itu, juga diiringi dengan berdoa, berharap, dan bertawakal kepada Allah. Bagi seorang mukmin, kata “semoga” dan “mudah-mudahan” bukan hanya soal kebergantungan, tapi juga buah dari pemahaman terhadap prinsip aqidah Islam.
Dari itulah tumbuh energi tawakal, kepasrahan yang tidak berakhir dengan putus asa. Namun pengharapan atas kehendak Allah yang baik atas dirinya. Kata “semoga” atau “mudah-mudahan” membuat kia menjadi lebih bijak dalam menyikapi takdir. Kita akan bisa memaknai setiap takdir yang menimpa kita dengan baik. Yakinlah bahwa setiap takdir Allah untuk kita selalu baik apapun bentuk takdir itu. Dan sepenuh hati meyakini bahwa Allah mengetahui yang terbaik untuk kita.
Dalam Al-Qur’an surah Al-Mulk:2 Allah Swt telah menyampaikan bahwa, Allah menciptakan kehidupan dan kematian sebagai ujian untuk melihat siapa yang terbaik amalnya. Dalam QS Al-Insan:2 juga disebutkan bahwa Allah menciptakan manusia untuk diuji dengan segala periintah dan larangannya. Namun, Allah Swt tidak membiarkan begitu saja bagi setiap makhluk-Nya hidup tanpa bekal. Allah mengkaruniakan pendengaran dan penglihatan untuk menemukan petunjuk-Nya dalam menjalani kehidupan di dunia.
Boleh jadi, takdir yang menimpa diri kita merupakan tangga untuk mencapai derajat yang lebih tinggi di sisi Allah. Allah akan senantiasa menguji hamba-Nya hingga terlihat siapa yang paling berhak mendapatkan tempat terbaik di sisi-Nya. Boleh jadi, takdir yang menimpa diri kita adalah buah dari pohon-pohon dosa kita. Dosa-dosa kecil yang kita abaikan dan kemudian tumbuh subur.
Jika musibah datang beruntun, kegagalan yang terus menghantui kita, sudah saatnya kita untuk berkaca dan mengkoreksi diri. Kotoran atau hal buruk apa yang telah menodai perjalanan hidup kita? Dosa apa yang telah kita lakukan sehingga menghalangi kita untuk mencapai kesuksesan? Setelah itu hapuslah kotoran dan hal buruk itu dengan taubat ke jalan yang lebih baik lagi.
Ketika Rasulullah Saw sakit menjelang wafatnya, beliau bersabda “… Tidaklah seorang muslim ditimpa suatu rasa sakit dengan duri atau apa saja, kecuali Allah menggugurkan dosa-dosanya seperti pohon yang menggugurkan daun-daunnya.” (HR Bukhari). Di antara rahmat dan kasih sayang Allah Swt kepada setiap umat-Nya adalah dikurangi dosa mereka di dunia. Musibah, bencana, dan kegagalan yang menimpa kita bagaikan api dosa atas apa yang telah kita perbuat sebelumnya.
Dalam menghadapi segala ujian yang Allah berikan, selipkanlah rasa syukur dan tumbuhkanlah kesabaran atas setiap takdir yang menimpa diri kita. Semoga musibah itu adalah cara Allah untuk meringankan dosa kita yang sudah menumpuk dalam catatan amal hidup kita selama ini. Boleh jadi, takdir yang menimpa diri kita adalah harga wajib untuk mencapai kesuksesan yang lain. Boleh jadi, takdir yang menimpa diri kita merupakan lampu kuning sebagai pengingat kita agar lebih banyak berkaca diri.
Musibah, kegagalan, kesulitan hidup bisa jadi pengingat untuk kita, mengkoreksi diri bahwa dosa kia sudah cukup mengkhawatirkan sehingga Allah memberi peringatan dan teguran kepada kita. (MMSM)