Ceritaku berawal dari rasa penasaran yang menggeliat dalam pikiranku. Waktu itu aku bertemu dengan seorang teman yang beragama berbeda dengan agamaku, untuk pertama kali. Dia seorang Katolik. Aku bercerita tentang salah seorang Nabi dalam Islam, yang terlahir tanpa seorang ayah, yakni Nabi Isa. Beliau adalah seorang nabi yang terkenal dengan kisah diangkatnya ke langit dan mukjizatnya yang bisa menghidupkan kembali orang mati.
Ketika mendengar cerita itu, temanku langsung mengetahui cerita ini. Dia berkata, “Seperti seorang Yesus yang pernah diceritakan oleh ayahku. Dia pun pernah dihukum, kata ayahku. Hal itu dilakukan sebagai penebusan dosa, yang dilakukan oleh manusia selama ini. Juga untuk penebusan dosa asal.”
Kami pun bertukar cerita dalam berbagai hal, dan ternyata banyak kesinambungan dan persamaan antara apa yang aku dan dia ceritakan. Hal itu semakin membuatku penasaran.
Ketika aku main ke rumah dia, aku tahu bahwa dia adalah seorang pemeluk Katolik yang taat. Aku dan keluarganya saling berbagi cerita. Seperti cerita tentang zakat yang pada agama Kristen dan biasa disebut persepuluhan. Aku terheran dan bertanya, “Apa persepuluhan itu dan bagaimana sistemnya?”
Mereka menjelaskan dengan baik sehingga aku bisa memahaminya dengan baik.
Aku pun kemudian sering berkunjung ke rumah temanku itu, hanya sekedar main, karena keluarganya menerimaku dengan baik sekali. Bahkan mereka menyediakan tempat shalat khusus untukku. Aku sangat senang karena dapat diterima dengan baik oleh keluarganya.
Di sana aku mendapatkan salah satu kitab yang paling sering dibawa oleh ayah temanku. Alkitab. Aku melihat-lihat isinya, sambil dijelaskan oleh ayah temanku. Di dalamnya, aku menemukan satu ayat yang berbunyi, “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa muridku dan baptislah mereka dalam nama Bapa daan Anak dan Roh Kudus, dan ajarkanlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, aku menyertai kamu senantiasa sampai akhir zaman.”
Aku bertanya tentang ayat ini. “Apakah Yesus atau Tuhan Anda akan datang lagi nanti pada hari akhir?”
Dan ternyata jawabannya adalah, ya. Aku terkaget, karena hal itu mirip seperti yang diceritakan oleh ayahku. Dalam benakku masih banyak pertanyaan-pertanyaan lain, yang aku bawa hingga aku pulang ke rumah. Di rumah, aku bertanya kepada ayahku tentang salah satu ayat al-Qur’an yang menjelaskan Nabi Isa. Akankah beliau turun nanti pada akhir zaman?
Ayahku menjelaskan dan memberitahuku tentang salah satu surah dalam al-Qur’an, yakni surah Maryam 27-33. “Berkatalah Isa, ‘Sesungguhnya aku ini hamba Allah, dia memberiku Alkitab (Injil) dan Ia menjadikan aku seorang Nabi. Dia menjadikan aku seorang yang berbakti dimana saja aku berada. Dia memerintahkan aku mendirikan shalat dan menunaikan zakat selama aku hidup, dan Dia menjadikan aku orang yang berbakti terhadap Ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka. Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku pada hari aku dilahirkan dan pada hari aku meninggal serta pada hari aku dibangkitkan kembali.”
Penjelasan ayahku membuatku semakin yakin tanpa bimbang dengan berbagai argumen dari orang lain. Kata ayahku, “Tetaplah menghormati mereka, teman-temanmu, meskipun mereka berbeda agama denganmu. Tetaplah seperti biasanya, dan hargailah mereka selalu. Jangan melukai hati mereka, karena agama kita selalu mengajarkan saling menghormati dan menghargai.”
Aku meresapi perkataan ayahku yang memang menurutku benar. Menjadikannya prinsip dalam membangun pertemanan lintas agama. []