Sebelumnya: Khilafah, Negara Islam… (1)
Kalau saat ini, nehi, no, nggak bakal bisa. Alasannya, pertama, selama NU dan Muhammadiyah masih bergerak aktif menjadi benteng konstitusi dan moral Indonesia, cita-cita pengasong gagasan khilafah tidak akan pernah terwujud. Kedua organisasi ini berdiri sebelum Indonesia merdeka dan perwakilan keduanya, yaitu KH. A. Wahid Hasyim (NU) dan KH. Prof. Kahar Muzakkir (Muhammadiyah) terlibat dalam penyusuhan konstitusi Indonesia. Apakah mungkin seorang ibu akan membunuh anaknya? Mustahil, kan? Demikian logikanya.
Kedua, selama NU dan Muhammadiyah masih fokus pada pelayanan keummatan di bidang pendidikan dan sosial keagamaan, insyaAllah Indonesia masih baik-baik saja. Mengapa? Sebab di puluhan ribu lembaga pendidikan milik dua ormas ini, cita-cita Indonesia sebagai sebuah rumah bersama, sebagai sebuah negara Pancasila, masih terus dipelihara.
Ketiga, ada ciri unik dari ulama Indoenesia. Semakin sepuh usianya, semakin giat mengkampanyekan NKRI sebagai sebuah pilihan terbaik. Contohnya, Habib Lutfi bin Yahya, KH. Maimoen Zubair, KH. A. Mustofa Bisri, Abuya Muhtadi, dan banyak lain. Ini karena beliau-beliau menginginkan umat Islam yang mayoritas ini bisa menjadi rahmatan lil alamin, bukan hanya rahmatan lil muslimin.
Bagaimana Pancasila, apa tidak bertentangan dengan khilafah?
Ini pertanyaannya kurang galak nih, hahahaha. Bukan “Apakah Pancasila tidak bertentangan dengan khilafah?” melainkan, “Apakah Pancasila tidak bertentangan dengan Islam?”
Pola pertanyaan dengan mempertentangkan dua obyek yang tidak selevel ini modus cuci otak. Orang Wahabi biasanya pakai pertanyaan, “Pilih mana, pendapatnya ulama atau Rasulullah?” atau “Pilih mana, pendapat kiai atau hadits Nabi?” dan seterusnya.
Dulu orang Darul Islam juga bergerak menyasar anak muda Islam yang ghirahnya tinggi namun unyu-unyu itu dengan pertanyaan jebakan, “Pilih mana, al-Qur’an atau Pancasila dan UUD 45?”
Sekarang, pengasong ideologi khilafah juga menggunakan pertanyaan jebakan ini untuk menggaet korban. Lalu bagaimana kita menyikapinya? Pertama, saya ingin mengutip pendapatnya KH. Mahrus Aly, Lirboyo, bahwa NU tidak ada impian apalagi mendirikan negara Islam. NU tetap mempertahankan negara Pancasila sampai akhir zaman. Komentar beliau ini diucapkan tahun 1960-an dan relevan sampai hari ini.
Kedua, menurut KH. Achmad Siddiq (Rais Aam Syuriah PBNU 1985-1991), Pancasila bukan agama, bukan pengganti agama, dan tidak dapat diposisikan sebagai pengganti agama. Di sini jelas kan, kalau Pancasila tidak bisa dikonfrontasikan dengan Islam, karena nggak level. Pancasila buatan manusia, Islam adalah agamanya Allah.
Kita harus bersyukur memiliki Pancasila yang menjadi konsensus kebangsaan sehingga bisa diterima oleh semua komponen bangsa. Tentu, silah pertama dan terakhir juga memiliki landasan etik di dalam al-Qur’an. Digoleki dalile, ono kabeh. Jawaharlal Nehru, pemimpin bangsa India itu kagum karena kita punya Pancasila yang bisa mempersatukan anak bangsa yang berbeda ini.
Para ulama Afganistan tahun 2013 kemarin juga datang ke PBNU lalu diajak ke UGM. Untuk apa? Belajar soal Pancasila. Mereka ingin negaranya punya ideologi pemersatu kayak Pancasila ini.
Mungkinkah khilafah bisa ditegakkan melalui proses demokrasi?
Ya bisa saja, asal HTI yang dibekukan oleh pemerintah itu ikut Pemilu, jadi partai politik. Kan jantan, tuh! Hahaha. Uji ketahanan publik. Jadi nggak cuma koar-koar saja, tapi ikut bertarung dalam sistem demokrasi di Indonesia. Gentle! Tapi, tentu saja mustahil, wong bagi mereka sistem demokrasi ini kufur, kok. Sistem taghut, kata mereka. Nggak apa-apa dituduh begitu. Santai saja. Mereka Hizbut Tahrir, kalau kita Hizbut Tahlil alias tukang tahlilan, mungkin juga Hizbut Takjil alias suka makan takjil ramadan, hahaha.
Bagaimana menurut anda pendapat sebagian kalangan yang mengatakan ide khilafah bisa mengancam NKRI?
Ya tentu saja mengancam. Makanya kita itu umat Islam kalau pengen ayem, menjadi mayoritas yang menyayomi, mayoritas yang berkualitas sebaiknya ikut dawuhnya Mbah Moen (KH. Maimoen Zubair), yaitu ikut PBNU, alias singkatan dari Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, NKRI, dan UUD 1945. Lho, pas kan? Kalau sudah menerapkan PBNU tadi dalam konsep berbangsa dan bernegara, enak.
Sebab tujuan kita adalah baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur (QS. Saba’ 15) serta menjadi sebuah negara yang aman, rezeki melimpah dan penduduk yang beriman kepada Allah sebagaimana doa Nabi Ibrahim AS dalam QS. Al-Baqarah 126. Jadi negara harus aman terlebih dulu, baru mikir kesejahteraan, serta orang bisa menjalankan agama dengan baik. Dan, InsyaAllah semua bisa dijalankan di Indonesia, tanpa harus menunggu khilafah tegak.
Wallahu A’lam Bisshawab