Stunting berasal dari bahasa Inggris yang dapat diartikan sebagai ‘kerdil’ atau ‘pengerdilan’. Stunting sendiri merujuk pada kondisi seorang anak yang kerdil atau mengalami hambatan dalam pertumbuhan dikarenakan kurangnya gizi bahkan juga karena faktor keturunan. World Health Organization (WHO) mendefinisikan stuntimg sebuah gangguan perkembangan anak yang disebabkan oleh gizi yang buruk, infeksi, dan kondisi simulasi psikososial yang kurang memadai.
Dewasa ini, stunting menjadi permasalahan serius yang sedang dihadapi oleh kalangan kesehatan di seluruh dunia. Mengutip laporan data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sekitar 149,2 juta atau dalam presentase 22% anak di bawah umur 5 tahun di seluruh belahan dunia, diperkirakan terdampak stunting pada tahun 2020 lalu. Angka tersebut menunjukkan penurunan yang cukup membaik sebesar 27% dibandingkan pada tahun 2000 lalu.
Mengutip dari laman Kementrian Kesehatan Indonesia, Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) menunjukkan angka penurunan yang cukup membaik dari yang awalnya 24,4% pada tahun 2021 menjadi 21,6% pada tahun 2022. Meskipun angka tersebut telah terbilang menurun, pemerintah tetap berupaya semaksimal mungkin untuk menekan angka pertumbuhan stunting di Indonesia. Pemerintah juga telah membuat target untuk menurunkan presentase sebesar 14% hingga 2024 kedepan.
Meskipun telah menunjukkan angka yang menurun, stunting tetap menjadi permasalahan dalam dunia kesehatan sosial kemasyarakatan yang setidaknya dapat dikurangi lagi dampaknya. Adapun salah satu upaya untuk mengurangi angka dan dampak dari stunting itu sendiri adalah dengan mencegahnya. Dalam upaya pencegahan stunting, semua elemen dalam masyarakat perlu memahami adanya faktor pemicu stunting secara generalnya.
Pertama menyangkut kondisi dalam lingkungan rumah atau keluarga. Mulai dari kurangnya air yang bersih, penghasilan keluarga yang minim, hingga rendahnya pendidikan dari kedua orang tua. Meskipun banyak dijelaskan bahwa persoalan stunting menyasar pada peranan ibu, namun penulis lebih memilih kedua orang tua karena dalam hal ini peranan seorang ayah juga menjadi penting dalam hal memberi edukasi, mempertimbangkan, mencegah, dan menghindari faktor-faktornya.
Kedua menyangkut tentang kurangnya ketersediaan dan asupan makanan yang berkualitas, yaitu makanan yang mengandung kandungan zat gizi, vitamin, mineral kalsium yang dapat membantu kesehatan ibu serta pertumbuhan ideal dari anak, baik berupa asupan pangan hewani maupun nabati.
Ketiga menyangkut tentang rendahnya praktik pola hidup sehat dan bersih yang juga dapat berdampak pada kondisi kesehatan orang tua hinggga anak.
Tiga faktor general tersebut menimbulkan suatu urgensi kepada seluruh elemen masyarakat tanpa terkecuali, untuk dapat meningkatkan kesadaran dalam mencegah dan mengurangi permasalahan stunting. Dalam hal ini, peranan agama-agama dalam kehidupan bermasyarakat juga sangat diperlukan untuk menjadi landasan utama dalam menghadapi dinamika persoalan stunting.
Yaqut Cholil Qoumas, selaku Kepala Kementerian Agama dalam hal ini telah melibatkan elemen pakar keagamaan untuk dapat membantu melakukan pencegahan dengan jalan berdakwah. Bagi Kemenag, agama dapat menjadi power yang baik untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam menghadapi persoalan stunting terebut. Mengutip dari laman Kementrian Agama, Kemenag menambahkan pendapatnya bahwa agama memerintahkan kepada semua elemen masyarakat untuk mewariskan atau menciptakan generasi baru yang unggul dan terbaik.
Dalam Islam sendiri, Allah Azza Wa Jalla telah memberikan jawaban-jawaban untuk dapat mencegah faktor-faktor penyebab stunting dapat terjadi. Adapun solusi yang diberikan dalam agama Islam meliputi beberapa hal berikut :
Pertama, kesadaran untuk selalu beribadah, mempelajari, serta mengamalkan ajaran-ajaran dalam agama Islam dengan baik dan benar. Di samping itu, kesadaran untuk menciptakan generasi Islam unggul di masa mendatang juga harus ditanamkan dari sebelum melakukan pernikahan, terutama juga saat duduk di bangku perkuliahan atau saat masih bekerja. Upaya pertama ini hendaknya diperbaiki terlebih dahulu, karena upaya pertama nantinya dapat berimplikasi pada solusi-solusi yang lainnya.
Kedua, mengatur dan memenuhi pola konsumsi dengan takaran yang bergizi, cukup, dan baik. Dalam hal ini ajaran dalam agama Islam telah mengisyaratkan untuk mengkonsumsi makanan yang halal dan tayyib (halal dan baik), sebagaimana dijelaskan dalam QS. Al-Maidah ayat 88:“Dan makanlah dari apa yang telah diberikan Allah kepadamu sebagai rezeki yang halal dan baik, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.”
Di samping itu, Islam telah memberikan isyarat untuk memenuhi kebutuhan makanan yang cukup atau tidak berlebih-lebihan. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam QS. al-A’raf ayat 31: “Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebih-lebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.”
Pemenuhan kebutuhan makanan yang halal, gizi seimbang, dan cukup pada akhirnya akan berdampak pada kualitas Air Susu Ibu (ASI). Dalam hal ini peranan ASI sangat penting bagi pertumbuhan anak, karena ASI merupakan konsumsi sekaligus asupan gizi utama bagi bayi yang baru melahirkan. Oleh karena ASI dihasilkan oleh ibu, maka asupan gizi ibu sebelum anak dilahirkan sangat perlu untuk diperhatikan dan dimaksimalkan lagi.
Ketiga, menerapkan gaya hidup yang bersih dan sehat. Islam dalam hal ini telah mengajarkan kepada umatnya untuk menerapkan gaya hidup bersih. Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam QS. al-Mudassir ayat 4: “dan pakaianmu bersihkanlah”. Tafsir dari Kementrian Agama mengenai ayat ini salah satunya menyangkut tentang lingkungan hidup dari segala bentuk kotoran, sampah, dan lain sebagainya. Kebersihan lingkungan hidup merupakan kewajiban bagi semua umat Islam, termasuk juga dalam pencegahan stunting.
Dengan menanamkan kesadaran untuk mempelajari dan mengamalkan ajaran pada agama, kita dapat melakukan pencegahan terhadap paparan stunting. Dengan hal ini juga, harapannya masyarakat dapat menciptakan generasi yang memiliki kualitas SDM serta fisik yang lebih baik, unggul dan maju.