Naufal Robbiqis Dwi Asta Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya

Waspadai Adanya Budaya Sekuler Pada Diri Sendiri

2 min read

Sekulerisme seringkali didefinisikan sebagai suatu ideologi yang memisahkan antara kehidupan masyarakat dan segalanya yang berhubungan dengan politik pemerintahan dari unsur-unsur yang ada pada agama. Tujuan utama dibentuknya pandangan sekulerisme tersebut adalah agar memaksimalkan prinsip-prinsip dunia materi, tanpa ada rujukan nilai-nilai pada ajaran agama.

Berbicara pada konteks budaya sekuler pada diri sendiri dapat kita ambil analogi negara sebagai kita selaku seorang Muslim dan Islam sebagai obyek tetap yang dikesampingkan. Dengan ketentuan tersebut akan ditemukan sesuatu hal yang sama dengan sekulerisme yang merujuk pada perilaku keseharian seseorang yang mengesampingkan agama dalam kehidupannya.

Lantas bagaimana kita dapat mengetahui nilai sekuler yang dilakukan seseorang dalam aktivitas kesehariannya?

Dalam konteks mencari ilmu pengetahuan, misalnya pada ilmu filsafat, sosial, ilmu hukum, dan ilmu akademisi yang lain, kita akan dihadapkan oleh pemikiran-pemikiran para tokoh yang berhaluan atheisme dan agnostisisme. Mempelajari pemikiran mereka bukan berarti kita melenyapkan kesadaran dan membiarkan diri kita untuk mengikuti doktrin yang disampaikan oleh tokoh tersebut. Dalam konteks ilmu pengetahuan, pemikiran mereka harus ditempatkan sebagai objek ksjian saja.

Kita juga harus memiliki sikap kritis dan selektif terhadap objek pemikiran tersebut karena bagaimanapun juga pandangan mereka terhadap dunia adalah dari pengalaman dan pengetahuan mereka yang pada akhirnya disimpulkan oleh akal. Maka dari itu, tidak menolak mentah-mentah dan bersikap selektif adalah hal yang paling tepat karena tidak menutup kemungkinan terdapat hal-hal yang relevan dari tokoh tersebut jika digunakan untuk memecahkan persoalan saat ini. Disamping itu pemikiran tersebut juga bisa saja memiliki kesamaan dengan ajaran-ajaran yang ada pada agama Islam.

Sebagai upaya untuk menghindari hal tersebut, kita dapat mengembalikan kesadaran kita untuk selalu menerapkan apa yang sudah dijelaskan oleh Al-Qur’an. Pada jenis pertama, kita diperintahkan oleh Allah untuk selalu mengingat dan menyadari pada hakikat dan berpikir secara kritis terhadap segala sesuatu tanpa adanya doktrin atau pengaruh dari pemikiran orang lain serta kepentingan kita sendiri. Ayat Al-Qur’an telah menjelaskannya pada QS Ali Imran ayat 190-191 yang berbunyi :

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka.”

Jika merujuk pada makna ayat tersebut, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa untuk berpikir kritis kita harus memikirkan, meneliti, menelaah, melakukan intropeksi terhadap suatu persoalan. Maka dari itu, selain kita juga berhati-hati terhadap pendapat orang lain, kita juga harus berhati-hati terhadap kepentingan dan kemauan diri kita sendiri. Karena bagaimanapun juga sifat ke-akuan dalam diri sangat dibenci oleh Allah SWT akan berorientasi pada sifat sombong dan tinggi hati.

Baca Juga  Dakwah Digital: Agenda Dakwah Muhammadiyah Abad Ke 2

Dalam konteks keseharian yang menuju pada perbuatan-perbuatan yang membawa kita untuk mengabaikan atau melupakan nilai-nilai dari ajaran agama Islam. Inilah poin yang seringkali membuat masyarakat menjadi lupa dan mengabaikan nilai-nilai pada agama Islam. Seperti yang kita ketahui di era saat ini, terdapat banyak hal-hal yang membuat kita menjadi lupa atas kewajiban kita sebagai umat beragama Islam.

Kesenangan-kesenangan duniawi bersifat sementara yang tidak dihadapi dengan perasaan penuh kesadaran sebagai pemeluk agama Islam, akan mengantarkan kita pada kelalaian dan rasa lupa untuk memenuhi kewajiban kita dalam menjalankan ibadah dan ketentuan dari-Nya. Bahkan dalam berbagai kasus, kita akan membutuhkan adanya agama hanya saat kita melakukan pernikahan saja, selebihnya sholat, puasa, dan lain-lain diserahkan pada keputusan Allah semata.

Melakukan sholat, puasa, shodaqoh, tolong-menolong (ta’awun) dalam kebaikan, serta menjalankan apa yang menjadi kehendak-Nya dan menjauhi apa yang dilarang oleh-Nya juga termasuk kewajiban kita untuk menjalaninya. Kita harus selalu menerapkan nilai-nilai agama Islam karena kita merupakan seseorang yang yakin kepada-Nya dan seharusnya menjalankan apa yang diperintahkan serta apa yang dilarang oleh-Nya.

Dalam konteks ini, ibadah oleh sebagian orang seringkali dimaknai sebagai konsekuensi dan formalitas sebagai pemeluk agama, bukan lagi suatu kewajiban yang menggerakkan hatinya. Maka dalam hal ini, upaya jenis pertama yaitu dengan berpikir kritis dapat kita terapkan untuk mengintropeksi diri kita sendiri. Apakah sebenarnya kita tergolong orang-orang yang menjalankan ibadah sebagai formalitas saja atau sudah menjadi kewajiban sebagai umat beragama Islam?

Kita yang merupakan pemeluk agama Islam dan tidak seharusnya mengabaikan pada ketentuan yang sudah tertulis dalam Al-Qur’an agar tidak mudah terbawa oleh arus duniawi semata. Misalnya saja pada QS Al-Insan Ayat 2 yang berbunyi :

Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat.

Ayat tersebut menjelaskan bahwa kita diciptakan oleh Allah SWT berupa mani yang akan tumbuh dan menerima segala ujian darinya, baik dalam bentuk perintah maupun larangan. Maka selanjutnya diri kita sendirilah yang dapat menyeleksi segala yang ada di dunia apakah hal tersebut termasuk dalam perintah-Nya atau justru larangan-Nya ?

Baca Juga  Pemuda, Islam dan Gerakan Intelektual

Mewaspadai budaya sekuler dalam diri sendiri bukan suatu wacana para akademisi ataupun agamawan pada umumnya. Mewaspadai diri dari budaya sekuler merupakan hal yang sangat perlu untuk memberantas rasa lalai dalam diri yang seringkali terbawa oleh kesenangan-kesenangan dunia sehingga melupakan ajaran-ajaran agama Islam yang telah diperintahkan-Nya.

Naufal Robbiqis Dwi Asta Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya