Achmad Room Fitrianto Dosen UIN Sunan Ampel Surabaya

Pelajar Indonesia Memperkenalkan Islam Damai di Australia

2 min read

Mendefiniskan Islam Nusantara sebetulnya “gampang-gampang susah”. Banyak asumsi yang mengatakan bila Islam Nusantara itu adalah Islam yang identik dengan Nahdlatul Ulama (NU). Padahal, sebenarnya ia merujuk pada corak Islam dengan praktik ajaran Islam yang berakulturasi dengan budaya lokal.

Islam Nusantara juga identik dengan Islam yang mengedepankan dialog dan adaptif dengan praktik-praktik, misalnya, seperti demokrasi.

Lantas bagaimana corak Islam di belahan bumi lain, Australia misalnya? Sependek pengetahuan saya, beberapa klaim mengatakan Islam di Australia dikenalkan oleh orang orang Bugis Makasar yang berlayar dan berhubungan dengan masyarakat Aborigin di tahun 1600-an.

Namun, catatan sejarah menujukkan Islam masuk ke Australia seiring dengan pengembangan dan eksplorasi benua ini oleh imigran Eropa (Inggris) yang melihat Australia sebagai gurun yang hanya bisa “ditaklukkan” oleh armada yang “tahan air”.

Yang dimaksud dengan armada tahan air ini adalah beberapa ribu unta dari Asia tengah (Afganistan). Mendatangkan Unta ke Australia, tentu saja juga harus dengan pawangnya yang kebayakan beragama Islam.

Kondisi kekinian Islam di Australia pun masih menyisakan pro dan kontra. Partai One Nation yang di pimpin oleh Pauline Hanson adalah salah satu contoh yang menentang akulturasi Islam dengan budaya Australia.

Ketika Arab Spring menyeruak ke permukaan di jazirah Arab, seolah olah memunculkan front baru antara demokrasi dan Islam–terlebih lagi dengan munculnya golongan extrim yang menghalalkan segala bentuk kekerasan atas nama agama–yang mengundang sorotan public terhadap Islam di sana.

Merujuk pada masa awal penyebaran Islam, di beberapa wilayah, Islam didakwahkan dengan pendekatan kekuasaan. Sebut saja penaklukan yang dilakukan oleh Mahmud Ghaza, Dinasti Khijlia, Tughla dan lainnya. Selain dengan pendekatan kekuasaan (baca: kekerasan) ternyata ada juga dakwah yang dilakukan secara damai dengan mengedepankan keteladanan moral, kasih sayang, kedermawanan, toleransi serta pendekatan pendekatan persuasif lainnya, seperti di Indonesia.

Baca Juga  [Cerpen] Pohon Zombi

Terinspirasi penyebaran Islam dengan cara damai tersebut beberapa banyak teman  perantauan saya yang belajar di Australia khususnya yang masih menyandang status pelajar di Curtin University berusaha mengenalkan Islam dengan cara yang sama; humanis, adaptif dan berakulturatif terhadap budaya lokal sebagaimana yang direpresantasikan oleh Islam Nusantara.

Dengan prinsip “Developing peace tolerance and equality through Islam. Mempertahankan Nilai-Nilai Lama yang Baik, Mencari Nilai-Nilai Baru yang Lebih Baik” para pelajar ini menghimpun diri dalam wadah CIMSA (Curtin Indonesian Muslem Students Association) dan meregistrasikan diri pada Curtin University sebagai induk organisasinya yang kemudian mengenalkan Islam melalui kegiatan budaya dan diskusi akademik.

CIMSA sebetulnya di inisiasi oleh seorang perempuan Australia kelahiran Indonesia yang sedang studi di Curtin Univrsity. Niat awalnya sangat sederhana yaitu ingin menyelengarakan Islamic arts showcase. Beliau ini juga bercerita bagaimana beliau berusaha untuk “meminjam” organisasi keagamaan yang telah diakui Curtin, yaitu CMSA (Curtin Muslem Student Association) untuk mengorganisir dan menyelenggarakan Islamic Performing Arts.

Namun, pemahaman dan nilai yang dianut oleh CMSA yang cenderung tidak setuju dengan pentas seni dan musik menjadikan keinginan untuk melakukan Dakwah Musical ini tidak mungkin dilakukan.  Kemudian, seorang petugas Islamic Chaplin officer menyarakankan kami untuk membuat organisasi sendiri (student club) dan didaftarkan ke Curtin.

Setelah terbentuk, selanjutnya CIMSA seringkali menyelengarakan kegiatan Islamic Performing Arts dan beberapa kegiatan lainnya. Misalnya, menginisiasi program beasiswa yang ditujukan untuk memberikan kesempatan kepada anak-anak kurang beruntung untuk mendapatkan bantuan dan meningkatkan kemampuan Bahasa Inggris mereka.

Pada perkembangan selanjutnya, organisasi kemahasiswaan ini juga menginisiasi program pengajian untuk anak yang bertujuan untuk memberikan dasar-dasar keislaman kepada anak anak para mahasiswa yang sedang mengikuti orang tuanya belajar di Curtin University.

Baca Juga  Kisah Gus yang Menjadi "Abah" Para Waria

CIMSA juga mengadakan program Taddabur Alam, suatu kegiatan piknik bersama sama yang dikemas dengan gathering dan tracking bersama. Lebih lanjut, para mahasiswa yang tergabung dalam organisasi ini juga kerap menjalin kerjasama dengan Perhimpunan Pengajian Indonesia Perth dengan mengadakan pengajian dwi-mingguan atauPengajian Anak Sholeh.

CIMSA juga terhitung aktif dalam event student open day yang diselenggarakan oleh Student Gulid dari Curtin University. Dalam kegiatan tersebut, CIMSA banyak mengenalkan Islam dengan cara sederhana. Misalnya, dengan memberikan scarf (kerudung/syal) secara gratis dan memberikan demonstrasi bagaimana cara pengunaannya ataupun dengan memberikan kuis-kuis sederhana tentang Islam dan Indonesia kepada pengunjung stand CIMSA di acara tersebut.

Memang secara sekilas tidak banyak pengaruh dari kegiatan diatas terhadap upaya dakwah pada masyarakat non-Muslim di Australia, namun paling tidak melalui kegiatan tersebut, mereka yang tergabung dalam CIMSA berusaha untuk menunjukkan wajah Islam yang tidak semenakutkan seperti yang dibayangkan oleh masyarakat non-muslim di sana. [AA]

Achmad Room Fitrianto Dosen UIN Sunan Ampel Surabaya