Siswanto Dosen Filsafat di Institut Pesantren Sunan Drajat (INSUD), Lamongan; Guru MI Hidayatus Salam, Kepala Madrasah Diniyah Ponpes Hidayatulloh; Relawan PMI; Penyuluh Agama Islam Kec. Dukun.

Istikamah dan 3H (Head, Hand, dan Heart)

2 min read

Istikamah adalah suatu usaha keras untuk melakukannya secara rutin, terus menerus, (jawa: ajeg). Kita tidak mudah untuk melakukan hal yang diyakini baik untuk dilakukan setiap hari untuk menjadi amaliah harian. Banyak rintangan yang tak sedikit orang pada akhirnya tumbang di pertengahan jalan. Idealisme terkadang tinggi, namun ketika semangat masih mengendap dalam diri, maka untuk melakukannya terasa mudah sekali.

Pada titik tertentu, terkadang manusia dapat berdialog dengan diri sendiri sehingga muncul dalam benak, “sementara hari ini kalau nggak kamu lakukan nggak apa-apa, toh besok bisa kamu qadha’i”, Berbagai argumen muncul dengan sendirinya untuk membenarka dirinya agar mempunyai alasan yang masuk akal menghindari tujuan idealnya.

Merasionalisasi sebuah kemalasan itu pasti melahirkan sejuta alasan untuk melegitimasi kemalasannya. Ke-ajegan yang sudah dibangun berminggu-minggu, berbulan-bulan bahkan bisa bertahun-tahun bisa tumbang karena rasa malas yang selalu menghampiri. Dalam konteks ini, apakah ada logika yang sesat? Ada yang bilang sebagai manusia pertama, Nabi Adam AS tumbang dan turun ke bumi di antara faktornya salah dalam menerapkan logikanya. Ia terbujuk dengan alasan buah “khuldi” yang bisa membuatnya kekal. Jika memakannya, maka ia akan kekal di surga. Padahal perbuatan itu adalah satu-satunya yang dilarang oleh sang pencipta. Kalau meyakini argumentasi teologis ini, maka logika bisa menjadi salah.

Rasa malas pasti menghampiri dan menghinggapi semua manusia. Hanya saja, ada yang terpesona dan terlena sehingga menuruti apa kata sang malas. Ada juga yang tetap tegap dan tak ada sedikit rasa goyah dalam perbuatan. Saya menyebutnya “kemalasan adalah pangkal kematian”. Siapa yang terlena olehnya, ia harus bersiap-siap mati sebelum mati, menjadi mayat yang berjalan. Masih bernafas dan bisa bergerak, tapi jiwanya sudah mati oleh kebaikan-kebaikan yang harus ia tunaikan.

Baca Juga  Beda Sepak Bola Kita dan Mereka: Untuk Gus Baha dan Kelakarnya

Malas adalah musuh utama istikamah. Istikamah berusaha terus-menerus meniti kebaikan sebagaimana sebuah hadis “al-istiqāmah khoirun min alfi karāmah” (istikamah itu lebih baik daripada seribu karamah). Karena memang tidak mudah beristikamah, hanya orang-orang tertentu yang mampu sampai di posisi ini. Perlu ada usaha dan mujāhadah dalam mengerahkan daya pikirnya sehingga mengeliminir kemalasan. Ia juga harus bersungguh-sungguh dalam menggerakkan raganya ke dalam semua kebaikan, sehingga ia melangkah penuh keyakinan dan berperilaku yang baik.

Istikamah merupakan perpaduan 3H: head, hand, dan heart (kepala, tangan, dan hati). Ketiganya harus disatupadukan. Karena jika ada satu saja yang tidak bisa bersinergi, maka akan terjadi kegoncangan jiwa, dan istikamah tidak akan bisa kita raih.

Heart (Hati). Kualitas hati tidak hanya cukup dengan bagaimana kita mampu merasakan nikmat Allah seraya bersyukur, tetapi juga memperluas makna tentang apa saja yang kita jumpai. Kita realisasikan bahwa kehidupan kita tidak akan pernah lepas dalam bentuk hal-hal yang nikmat, yang terkadang bisa membuat kita keluar air mata untuk mensyukuri apa yang sudah kita dapatkan. Jagalah hati supaya tetap bersih agar supaya bisa melindungi aktivitas yang ada dalam perilaku hidup kita.

Head (Pikiran). Kita masukkan kepala kita dengan hal-hal positif dari informasi-informasi yang kita jumpai. Dalam proses perjalanan hidup, kadang muncul pertanyaan dalam benak kita “kenapa ya kok saya ketemu orang-orang yang sukanya menipu di depan saya atau bertemu orang-orang yang suka mencemooh orang lain?”. Kalau kita hanya sekadar mengisi pikiran dengan hal-hal yang buruk, maka cara berpikir kita akan mulai ikut berpikir negatif. Untuk itu latihan supaya kita bisa berpikir positif dengan konsisten, mulailah terhadap siapapun yang kita jumpai.

Baca Juga  Menemukan Kembali Asa Kesetaran Gender Dalam Kebijakan Presiden Gus Dur (1)

Hand (Perilaku). Bagaimana kita melakukan proses bekerja. Kita tidak akan cukup hanya dengan kualitas hati yang baik dan pikiran yang positif saja tetapi juga kita harus mulai tambahkan kualitas usaha kita (hand). Latihan agar kualitas ‘hand’ berjalan dengan baik, buatlah hidup kita selalu mempunyai manfaat bagi orang lain, tolonglah orang lain dan di situlah nilai usaha kita. Karena kalau kita ingin selalu bermanfaat buat orang lain, disitulah kepentingan Allah, disitulah kita punya nilai ibadah dan disitulah pula kita dapat menemukan siapa diri kita.

Perpaduan dari 3H ini sangatlah penting sehingga dapat membentuk perilaku: knowing, doing, dan loving (mengetahui, melakukan, dan mencinta). Dari proses mengetahui (knowing) setelah itu ia berusaha untuk merealisasikan pengetahuan baiknya tadi dalam sebuah “tindakan” yang nyata. Tentu tidak mudah dalam menggapai proses ini. Banyak manusia tahu, tapi tidak semuanya ia mampu melakukannya. Jadi pengetahuannya hanyalah berhenti pada otak saja, karena ia tidak menggerakan tubuhnya sampai pengetahuan itu bisa dirasakan manfaatnya oleh orang sekitarnya.

Ketika pengetahuan itu merasuk dan menjadi generator yang bisa menggerakkan raga/jasadnya ke arah kebaikan, maka dibutuhkan proses selanjutnya, yaitu pembiasaan dan melewati segala rintangan sehingga sampai pada tahap “mencintai” untuk selalu berbuat kebaikan. Jika ia sudah sampai pada tahap mencintai kebaikan, maka istikamah akan betah untuk bersemayam dalam dirinya.

Kebaikan itu menjadi kebutuhan utama dalam beristikamah. Istikamah adalah hasil dari proses kecerdasan berpikir: Intelligence Quotient (IQ, Ijtihad, Head, Knowing), proses kecerdasan emosional: Emotional Quotient (EQ Jihad, Hand, Doing) serta kecerdasan spiritual: Spiritual Quotient (SQ, Mujahadah, Heart, Loving). Karena itu, istikamah membutuhkan kesungguhan yang ekstra, maka tak heran jika istikamah dianggap lebih utama daripada seribu keramat yang ada. [MZ]

Siswanto Dosen Filsafat di Institut Pesantren Sunan Drajat (INSUD), Lamongan; Guru MI Hidayatus Salam, Kepala Madrasah Diniyah Ponpes Hidayatulloh; Relawan PMI; Penyuluh Agama Islam Kec. Dukun.

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *