Susanto Al Yamin Pegawai Kementerian Agama Kab. Siak, Riau

Spirit Haji Mabrur Melahirkan Kesalehan Sosial

2 min read

Setelah menyelesaikan seluruh rangkaian ibadah haji di tanah suci, saat ini jemaah haji Indonesia mulai kembali ke tanah air sesuai jadwal yang telah ditentukan oleh pemerintah. Kepulangan jemaah haji biasanya disambut dengan iringan doa, rasa syukur, dan suasana penuh haru, karena telah berhasil berjuang menyelesaikan seluruh rangkaian ibadah haji dan bisa kembali ke tanah air berkumpul bersama keluarga. Salah satu doa dan harapan jemaah haji yang telah melaksanakan ibadah agung itu adalah agar menjadi haji yang mabrur.

Haji mabrur adalah dambaan setiap jemaah haji. Menurut hadis Rasulullah saw, tidak ada balasan haji mabrur kecuali surga. Haji mabrur adalah haji yang berkualitas dan mampu melahirkan kebaikan-kebaikan, baik secara spiritual maupun sosial. Jika dilihat secara bahasa, kata mabrur dalam Bahasa Arab berasal dari kata “al-birr” yang berarti kebaikan. Dalam Al-Qur’an, ayat-ayat yang berbicara tentang kabaikan (al-birr) tidak hanya berorientasi  pada kebaikan spiritual, melainkan juga kabaikan sosial (QS Al Baqarah: 177).

Esensi haji mabrur yang paling mendasar adalah perubahan dan peningkatan ke arah yang lebih positif baik dalam aspek ibadah ritual maupun dalam aspek ibadah sosial. Perubahan dan peningkatan ini akan terlihat setelah jemaah haji kembali ke tanah airnya masing-masing. Dari sisi spiritual, kuantitas dan kualitas ibadahnya semakin meningkat. Sementara yang lebih penting adalah dari sisi sosialnya, jemaah haji yang berhasil meraih haji mabrur akan terlihat semakin saleh secara sosial.

Dalam hadis Rasulullah saw. dijelaskan bahwa sesorang yang berhasil meraih haji mabrur ditandai dengan peningkatan kesalehan sosialnya setelah kembali ke tanah air. Penulis tertarik dengan hadis Rasulullah saw. dari Jabir bin Abdillah yang diriwayatkan oleh Al-Hakim, bahwa Rasulullah saw. menjawab pertanyaan salah seorang sahabat, “apa itu haji mabrur, wahai Rasulullah? Rasulullah menjawab, “memberi makan dan berbicara yang baik”. Kemudian dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan al-Baihaqi, Rasulullah saw. mejelaskan bahwa haji mabrur itu adalah memberi makan dan menyebarkan salam (keselamatan).

Baca Juga  Sel-Sel NII (Bagian II)

Berdasarkan hadis Rasulullah saw. di atas, ada tiga nilai kesalehan sosial sebagai tanda bahwa seseorang itu berhasil meraih prediket haji mabrur. Pertama, kedermawanan. Dalam perspektif fikih, umat Islam yang menjalankan ibadah haji adalah orang yang memiliki kemampuan (istitha’ah) secara finansial. Jika mereka rela mengorbankan hartanya untuk berangkat haji karena Allah, maka setelah kembali ke tanah air, jemaah haji seharusnya bisa menjadi pribadi yang lebih dermawan dengan menginfakkan hartanya. Dalam QS Ali Imran ayat 92 dijelaskan bahwa indikator seseorang itu meraih kebaikan (al-birr) adalah dengan menginfakkan harta terbaiknya kepada orang-orang yang membutuhkan.

Para aghniya’ (orang kaya) yang telah menunaikan ibadah haji diharapkan hadir menjadi pelopor penggerak kepedulian sosial. Selain karena memiliki kemampuan finansial, mereka juga telah memiliki pengalaman sipiritual dan sosial selama menjalankan ibadah haji, sehingga dapat mengambil hikmah dan merefleksikannya dengan berbagi kepada kaum fakir dan miskin. Hal ini akan menjadi modal besar terhadap penguatan ekonomi umat, karena jumlah umat Islam yang telah menunaikan ibadah haji sangat besar setiap tahunnya.

Kedua, akhlak mulia. Selama menunaikan ibadah haji, jemaah haji benar-benar dilatih untuk menjaga akhlak mulia  terutama menjaga lisan dari perkataan kotor, keji, dusta, dan perdebatan. Sehingga tercipta hugungan yang harmonis antar sesama jemaah haji dari berbagai negara walaupun dengan latar belakang yang berbeda. Pengalaman ini diharapkan mampu membangun kesadaran spiritual dan komitmen moral setelah kembali ke tanah air. Dengan demikian, haji bukan hanya sekedar menunaikan rukun Islam yang kelima sesuai dengan syarat dan rukunnya, tetapi merupakan proses pendidikan dan pembentukan akhlak mulia. Dengan kata lain, ibadah haji harus bermuara pada transformasi nilai-nilai akhlak mulia.

Baca Juga  Optimalisasi Peran Organisasi Pelajar Moderat dalam Menangkal Paham Radikal

Ketiga, memberikan rasa aman dan nyaman bagi orang lain. Jemaah haji hendaknya mampu mengaktualisasikan dirinya sebagai pelopor persaudaraan dan perdamaian. Pengalaman selama menjalankan rangkaian ibadah haji, khususnya wukuf di Padang Arafah merupakan sarana training spiritual bagi jemaah haji agar mampu menjadi pribadi yang santun,  perekat umat, dan penebar kebaikan setelah kembali ke tanah air.

Pengakuan atas ketidakberdayaan diri, pengalaman berzikir, bermunajat, dan merasa kehadiran Allah sangat dekat ketika di tanah suci dapat mengikis rasa sombong, dengki, dendam, dan sifat negatif lainnya. Dengan demikian, jemaah haji tidak hanya menjadi pribadi yang taat beribadah kepada Allah Swt. tetapi juga kehadirannya mampu memberikan kesejukan, keamanan, dan kenyamanan di tengah masyarakat.

Mudah-mudahan jemaah haji tahun ini berhasil meraih predikat haji mabrur. Ibadah hajinya tidak hanya diganjar dengan pengampunan dosa dan pahala yang besar, tetapi tidak kalah pentingnya adalah mampu mengaktualisasikan nilai-nilai haji mabrur terutama kedermawanan, akhlak mulia, dan memiliki komitmen untuk merajut persaudaraan dan membangun kedamaian. Jemaah haji yang berhasil meraih predikat haji mabrur diharapkan benar-benar membawa nilai-nilai dan perubahan positif dalam hidup mereka ketika kembali ke tanah air, sehingga mampu menjadi pribadi yang lebih bermanfaat dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Semoga.

 

Susanto Al Yamin Pegawai Kementerian Agama Kab. Siak, Riau