Syahirul Alim Mahasiswa Program Doktor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Cermin Muslim: Sintesis Nalar, Perbuatan, dan Realitas Sosial

1 min read

Judul Buku: Cermin Muslim: Petikan Hikmah Bekal Pribadi Muslim.
Penulis: Dr. H. Muhammad Irfan Helmy, Lc., M.A.
Penerbit: Maghza Pustaka
Cetakan: I, Februari 2020

Membaca buku ini terasa dibawa ke dalam suatu ruang kesadaran manusia, di mana ditunjukkan kepada kita sendiri bahwa potensi setiap fakultas dalam diri kita; keyakinan/perasaan, nalar, dan perbuatan adalah petunjuk bagi suatu disiplin moral yang bertujuan untuk memurnikan hati dari karat nafsu amarah, sehingga bagaikan cermin yang jernih, ia memantulkan cahaya Tuhan.

Ketika penulisnya memberi judul “cermin Muslim” berarti terdapat suatu upaya terus menerus bagi setiap Muslim untuk mendapatkan pengetahuan diri dan tentang Tuhan, sebab jasad manusia adalah gambaran satu kerajaan, dimana jiwa atau ruh sebagai rajanya dan berbagai indra dan fakultas lain adalah tentaranya.

Buku yang ditulis oleh Kang Muhammad Irfan Helmy ini terdiri dari x dan 160 halaman yang secara keseluruhan merupakan percikan pemikiran yang mendalam dalam mengungkapkan bagaimana mengolah jati diri seorang Muslim dengan memanfaatkan seluruh fakultas indrawi dan ruhani yang ada dalam diri manusia.

Menjadi Muslim yang baik berarti mendisiplinkan moral dirinya sendiri, mampu memadukan dan mensintesakan nalar, pikiran, perbuatan, dengan realitas sosial sekaligus. Sikap moderat jelas harus dimiliki seorang Muslim agar selamat di dunia dan di akhirat.

Pada bagian pertama buku ini kita sudah disuguhkan wawasan moderatisme dalam konteks ritual yang ditunjukkan oleh prilaku Imam Syafi’i yang meninggalkan kebiasaan Qunut Subuh ketika solat di salah satu masjid di Baghdad yang di dalamnya terdapat pusara pendahulunya Imam Abu Hanifah.

Ketika ditanya soal kenapa beliau meninggalkan Qunut, sang imam menjawab, “Aku merasa malu kepada penghuni makam ini, jika aku harus berbeda dengan mazhab yang diyakininya”.

Baca Juga  Tuhan, Manusia, dan Alam: Kosmologi dalam Tradisi Spiritual Islam (Bagian 1)

Realitas moderatisme Islam sesungguhnya telah terbentuk seiring dengan kejayaan peradaban Islam selama kurang lebih 7 abad yang nuansanya begitu terasa ketika para filsuf Muslim pada abad pertengahan melakukan sintesa pengetahuan, memadukan pemikiran Barat-Yunani dengan pengetahuan keislaman yang menghasilkan bangunan ilmu pengetahuan autentik yang diwarisi oleh Barat modern tetapi dicampakkan kaum Muslim.

Sikap moderatisme Islam sejak abad pertengahan dan diakhiri oleh sintesa unik teolog-filsuf Abu Hamid al-Ghazali dinilai oleh Franz Roshental sebagai “Knowledge Triumphant” dimana pengetahuan Islam benar-benar menjadi cermin bagi kehidupan Muslim.

Saya selalu terkagum-kagum dengan karya tulis yang dibangun dengan entitas kejujuran dan ketulusan penulisnya, sebab bagaimanapun ilmu itu hanya dapat diterima oleh hati yang bersih. Di sini lah pada akhirnya sintesa nalar, keyakinanan, dan prilaku, yang saling mengisi dan melengkapi. Hakikatnya itu adalah pengetahuan suci yang bersumber dari Tuhan dan kita pembacanya disadarkan untuk mengenal diri dan Tuhannya.

Terima kasih atas ilmu yang bermanfaat ini, dari seorang senior, guru, kolega, dan kawan yang menyenangkan. Sukses terus Kang, semoga saya yang awam ini bisa terus diangkat derajatnya oleh Tuhan mengikuti dan ta’dzim kepada mereka yang berilmu. [MZ]

Syahirul Alim Mahasiswa Program Doktor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta