Angga Arifka Mahasiswa Program Studi Agama dan Lintas Budaya (CRCS), Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada—tinggal di anggaarifka.com

Potret Jejak Perjalanan Panjang Ormas Islam Terbesar di Indonesia: Resensi Buku “Ikhtisar Sejarah Nahdlatul Ulama 1344 H / 1926 M”

2 min read

Judul: Ikhtisar Sejarah Nahdlatul Ulama 1334 H / 1926 M
Penulis: Nur Khalik Ridwan & Ali Usman
Penerbit: LTN NU
Editor: Ali Usman & Hamzah Sahal
Tahun: 2023
Tebal: 203 + xi halaman

Ikhtisar Sejarah Nahdlatul Ulama 1334 H./1926 M. adalah bagian dari buku seri tiap dwi bulan yang diterbitkan bersamaan dengan ‘Ikhtisar Biografi Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari: 1871-1947’ oleh Lembaga Ta’lif wa Nasyr (LTN) PBNU yang menjadi program utama bertajuk “Literasi Kesejarahan” untuk generasi muda.

Buku ini melukiskan perjalanan panjang dan berliku-liku organisasi Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU).

Dalam buku ini Nur Khalik Ridwan dan Ali Usman menguraikan dengan padat mengenai sejarah awal kelahiran NU pada awal abad ke-20. Pendirian NU pada tahun 1926 merupakan upaya untuk merespons dua tantangan umat Islam di wilayah Nusantara saat itu; gerakan pembaruan Islam seperti para modernis dan variannya, yakni Salafi-Wahabi, dan kolonialisme Belanda.

NU didirikan oleh para ulama se-Jawa-Madura yang mendalami ajaran-ajaran Islam secara mendalam. Mereka adalah orang-orang yang sebelumnya tergabung dalam Komite Hijaz dan Nahdlatul Wathan-Syubbanul Wathan.

Pemahaman mereka yang mendalam terhadap agama dan budaya lokal menjadikan NU berkarakter sebagai penghubung antara nilai-nilai islami dan tradisi lokal, sehingga NU sendiri kemudian dapat menghasilkan pandangan Islam yang inklusif dan toleran.

Salah satu keunggulan buku ini adalah kemampuannya menjelaskan dinamika internal NU. Buku ini menggambarkan bagaimana NU mengalami perkembangan dan transformasi dalam menghadapi perubahan zaman. Dari awal yang hanya sebagai lembaga agama, NU kemudian tumbuh menjadi kekuatan sosial dan politik yang cukup signifikan dan berpengaruh.

Pengaruhnya terasa dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat, dari bidang pendidikan hingga politik.

Baca Juga  Muharram dan Esensi Kisahnya

Lebih lanjut, buku ini menguraikan bagaimana NU menjaga keseimbangan antara penerimaan modernitas pada satu sisi dan keberlanjutan nilai-nilai tradisional di lain sisi di tengah hiruk-pikuk promosi ideologi Wahabi yang bergema pada saat itu bahkan hingga sekarang.

Tujuan NU sebagai sebuah organisasi dirumuskan pada tahun 1927, dan pada tanggal 5 September 1929 pedoman dasarnya dibuat. Meskipun demikian, NU baru diakui oleh pemerintah Hindia Belanda baru pada bulan Februari 1930. Awalnya, muktamar NU dilakukan setiap setahun sekali yang kemudian bervariasi dan kini menjadi setiap lima tahunan.

Tak luput, buku ini juga menyoroti peran penting NU dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Sebagai bagian integral dari gerakan nasional, NU memberikan kontribusi besar dalam mempersatukan bangsa untuk merebut kemerdekaan dari para penjajah.

Pandangan-pandangan yang diusung NU tentang nasionalisme dan Islam yang moderat memainkan peran kunci dalam membentuk semangat perjuangan yang solid berlambar spirit keislaman.

Para tokoh kunci NU sendiri secara aktif terlibat dalam kancah politik nasional, berperan langsung mulai dari perumusan Piagam Jakata, persiapan proklamasi kemerdekaan RI, sidang PPKI, hingga Peristiwa 10 November.

Tokoh-tokoh kunci tersebut di antaranya ialah Kiai A. Wahid Hasyim, Kiai Masjkur, dan Kiai Hasyim Asy’ari sendiri sebagai Rais Akbar pada saat itu.

Namun, buku ini tidak hanya memuji prestasi-prestasi NU, tetapi juga mengakui tantangan dan kontroversi yang dihadapinya. NU tidak selalu sepakat dalam banyak isu, baik itu terkait interpretasi agama maupun strategi politik.

Buku ini secara jujur menggambarkan bagaimana NU menghadapi konflik internal dan bagaimana ia berusaha menjaga kesatuan di tengah perbedaan. Penting dicatat bahwa NU sendiri tidak semata-mata berkutat pada aspek politik, melainkan utamanya lebih pada aspek sosioreligius umat Islam di Indonesia.

Baca Juga  Manusia, Sejarah, dan Akidah Asy'ariyyah

Ajaran NU dalam ke-Aswaja-annya menitikberatkan pada empat mazhab fikih Syafi’i, pada mazhab teologi Sunni, yakni Asy’ariyyah dan/atau Maturidiyah, serta pada tasawuf Junayd al-Baghdadi, al-Ghazali, dan sufi-sufi lain.

Bagi NU, Aswaja menjadi manhaj al-fikr yang merupakan metode komprehensif dalam hal memadukan antara akal dan wahyu, berkaitan dengan seluruh aspek kehidupan yang berprinsip tawasuth (moderat), tawazun (menjaga keseimbangan), dan tasamuh (toleransi).

NU sendiri juga menjadi representasi pandangan tradisionalis yang tidak serta-merta menolak kearifan lokal yang ada sebagaimana para modernis.

Secara keseluruhan, buku ini memberikan wawasan mendalam tentang perjalanan sejarah NU dan perannya dalam membentuk dan mengawal Indonesia. Dengan bahasa yang jelas dan konten yang terstruktur, buku ini dapat diapresiasi oleh berbagai kalangan pembaca, mulai dari mahasiswa yang mendalami sejarah hingga masyarakat umum yang ingin lebih memahami perkembangan NU dalam rentang sejarahnya.

Ringkasnya, buku Ikhtisar Sejarah Nahdlatul Ulama 1344 H/1926 M membuka jendela ke dalam perjalanan panjang NU, menggambarkan bagaimana organisasi ini telah membentuk identitas sosial, politik, dan keislaman Indonesia.

Dengan pendekatan yang objektif dan historis, buku ini memotret cukup komprehensif tentang peran NU serta acuannya dalam bermazhab. Jadi, buku ini perlu dibaca oleh warga Nahdliyyin, terutama generasi mudanya.

Namun, ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan. Meskipun buku ini memotret cukup komprehensif sejarah NU, ada beberapa bagian yang terasa terlalu padat informasi, sehingga sulit untuk dicerna oleh pembaca yang tidak memiliki latar belakang sejarah nasional yang kuat.

Selain itu, buku ini mungkin memerlukan beberapa ilustrasi atau foto untuk membantu pembaca membayangkan tokoh-tokoh dan peristiwa-peristiwa penting dalam bentang sejarah NU.

Ditambah lagi, penyunting buku ini tampaknya tidak benar-benar melakukan pekerjaannya, sebab amat banyak sekali salah ketik (typo), sehingga itu cukup menggangu pembacanya.

Angga Arifka Mahasiswa Program Studi Agama dan Lintas Budaya (CRCS), Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada—tinggal di anggaarifka.com