Hampir setiap individu di dunia ini meyakini eksistensi malaikat, terlebih lagi bagi pemeluk agama samawi (Abrahamic Religion). Ragam narasi tentang malaikat mulai dari tugas dan wujudnya telah dikabarkan semenjak dulu kala. Bahkan, dalam proses penciptaan manusia Tuhan menceritakan bahwa makhluk yang dituturkan berasal dari cahaya ini sempat melayangkan nota protes atas rencana Tuhan untuk menciptakan bangsa manusia.
Secara khusus, dalam agama Islam kepercayaan terhadap eksistensi malaikat menjadi sebuah kelaziman yang tidak dapat ditawar. Lebih lanjut, seorang yang beragama Islam tetap saja tidak dianggap imannya sah jika dia tidak mempercayai adanya malaikat, karena memang meyakininya adalah pasal paling mendasar dalam Islam. Mengimaninya adalah keniscayaan yang tidak dapat digangu gugat meskipun manusia hanya mengenalnya lewat cerita dan bentuknya yang tak kasat mata.
Mengingat wujudnya yang tak kasat mata, manusia dengan berbagai latar belakang budaya yang mempercayai makhluk ini kemudian banyak mengimajinasikan terkait bentuk fisiknya dan memvisualisasikan imajinasi tersebut dalam berbagai rupa.
Penggambarannya pun bermacam-macam. Misalnya, dalam banyak film Barat, ia kerapkali digambarkan sebagai makhluk berpenampilan seperti manusia pada umumnya, namun memiliki sayap yang menjadikannya punya kemampuan untuk melayang. Sebagian lagi menggambarkan dengan visualisasi yang sama dengan tambahan lingkaran putih yang melayang di atas kepala.
Terkait dengan hal itu, selama beberapa minggu diam di rumah ditengah wabah covid-19 ini, tiba-tiba saya tertarik untuk kembali membaca kitab Syarh Daqāiq al-Akhbār fī Dzikr al-Jannati wa al-Nār karya Imam Abdurrahim bin Ahmad al Qadli.
Sejauh pengetahuan saya, kitab ini merupakan salah satu yang membahas tentang masalah tersebut. Di bagian awal, tepatnya pada bab ketiga, Imam Abdurrahim menjelaskan tentang kahanan malaikat setelah sebelumnya dia menjelaskan tentang penciptaan Ruh Agung (Nur Muhammad) dan disusul dengan pembahasan tentang penciptaan manusia, Adam.
Kembali soal penggambaran wujud malaikat. pada bab ketiga dari kitab ini disampaikan secara khusus tentang penciptaan empat malaikat agung yakni, Israfil–yang dalam tradisi Kristen lebih dikenal dengan nama Raphael, Mika’il, (Michel) Jabra’il (Gabriel) dan Izrail.
Diceritakan bahwa dari ujung kaki sampai ujung kepala Israfil terdapat rambut yang begitu banyak. Dia memiliki banyak mulut dan lisan yang tertutup oleh hijab, namun keduanya senantiasa bertasbih kepada Allah dengan menggunakan ribuan bahasa pada setiap mulut dan lisan tersebut. Selain itu, Israfil oleh Allah diberi kekuatan tujuh langit dan tujuh bumi, kekuatan angin dan gunung-gunung. Pun demikian dengan Izrail yang digambarkan sama persis dengan Israfil tanpa ada penambahan dan pengurangan.
Sedangkan Mikail diciptakan 500 tahun setelah Israfil. Secara fisik digambarkan bahwa dari kepala sampai kedua ujung kakinya terdapat rambut (syu‘ur bentuk jamak dari sya‘r) yang terbuat dari za’faron. Mika’il memiliki sayap yang terbuat dari zabarjad (sejenis kristal permata) berwarna hijau dan pada setiap sehelai rambutnya itu terdapat ribuan wajah. Setiap wajah tersebut memiliki ribuan mata yang tidak berhenti menangis sebagai rahmat bagi para orang-orang mukmin yang berbuat dosa.
Selain itu, pada tiap-tiap wajahnya terdapat mulut yang dalam setiap mulutnya mempunyai beribu-ribu lisan yang mampu berbicara dalam ribuan Bahasa. Setiap lisannya itu selalu beristighfar memohonkan ampunan kepada kaum muslim yang lalai dan berbuat dosa.
Sedangkan terkait dengan Jibril, malaikat yang dikatakan memiliki 600.000 sayap ini diciptakan sekitar 500 tahun setelah penciptaan Mikail. Jibril yang juga dikenal dengan jobdesk-nya sebagai sahib al-wahyi (juru pengantar wahyu) ini memiliki sesuatu yang oleh Imam Abdurrahim disebut dengan “matahari” (syams) di antara kedua matanya.
Sebagaimana Mikail, dia juga memiliki rambut dari ujung kaki sampai ujung kepala yang terbuat dari za’faron. Pada setiap rambutnya terdapat sesuatu yang menghiasinya mirip seperti bulan dan bintang-bintang. Lebih lanjut dikatakan bahwa setiap hari Jibril masuk ke dalam samudra cahaya sebanyak tiga ratus tujuh puluh kali. Setiap keluar dari samudra cahaya itu, sayap-sayapnya meneteskan ribuan tetesan cahaya yang kemudian dari setiap tetesnya, Allah menciptakan satu malaikat lain.
Dari kitab tersebut, paling tidak, bisa diketahui bahwa pada dasarnya literatur keagamaan dari para ulama terdahulu yang dikaji dalam tradisi pesantren juga turut mewarnai penggambaran sosok malaikat yang wajib diimani. Persoalan seseorang bisa membayangkan atau tidak atas penjelasan yang disampaikan, tentu itu hal lain.
Selain itu, saya sendiri tidak begitu tertarik dengan penggambaran tersebut. Namun yang menjadikan sesuatu yang disampaikan dalam kitab ini menarik adalah terkait perhatian, sifat Rahman dan Rahim Allah terhadap hamba-Nya. Bagaimana tidak, malaikat sebagai makhluk ciptaan-Nya yang bukan golongan manusia saja selalu bertasbih dengan ribuan lisan dan ribuan bahasa dan memohonkan ampun dan rahmat bagi setiap Muslim yang berbuat dosa.
Bagi saya, itu adalah salah satu dari ekspresi cinta Allah terhadap hamba-Nya yang begitu besar. Karena, para malaikat tersebut tentu tidak akan mampu melakukan hal yag demikian tanpa sepengetahuan dan seizin-Nya. [MZ]