Bagi banyak orang, menjadi pegawai negeri adalah sebuah impian. Menjadi pegawai negeri ibarat jaminan masa depan. Siapa yang tidak ingin hidup dengan gaji bulanan pasti dan pensiunan hari tua. Tak heran jika banyak orang menempuh jalan apa saja untuk bisa menjadi pegawai negeri, termasuk minta pertolongan ke dukun.
Inilah yang dilakukan Jono. Sebagai sarjana S1, ia bercita-cita menjadi seorang pegawai negeri. Sungguh cita-cita mulia. Apalagi sang pacar juga sudah berulang kali minta segera dilamar karena malu pada tetangga-tetangganya yang kerap menyindirnya, “Kapan rek dilamar, mosok diapeli tok?”.
Akhirnya, Jono memutuskan pergi ke seorang dukun di wilayah Jember. Setelah menempuh perjalanan empat jam, sampailah ia di rumah Mbah Dukun.
Dengan nada yang dibuat gabungan antara harap dan sedih, Jono menyampaikan maksudnya. Si dukun tetap tenang karena dia sudah terbiasa menghadapi muka-muka seperti Jono.
Si dukun kemudian masuk ke kamar. Setelah beberapa saat, si dukun keluar dengan membawa sejumput gula pasir yang sudah dibungkus dengan plastik. Tentu saja, gula itu sudah mengalami proses penyuwukan sehingga telah menjelma menjadi gula ajaib.
Dengan ketenangan dan keyakinan yang sangat epik, si dukun menjelaskan panduan manual yang harus dijalankan Jono terkait dengan gula suwukan itu. “Makan gula ini saat menjalani tes. Insya Allah akan lancar. Tinggal tunggu pengumuman kelulusan.”
Setelah dirasa urusan selesai, Jono kemudian mohon pamit. Tidak lupa amplop berisi lembaran-lembaran uang menjadi bagian “salam tempel” sebelum pulang.
Sepanjang perjalanan pulang, dada Jono dipenuhi optimisme yang membuncah. Pikirannya menerawang jauh, membayangkan dia akan segera menjadi pegawai negeri. Momen lamaran ke rumah calon mertua rasanya tinggal sejengkal langkah.
Tibalah hari tes masuk pegawai negeri. Sepanjang malam Jono telah merapal doa apa saja yang dikuasainya. Saat berangkat ke tempat tes, gula suwuk pun telah ngendon manis di saku celananya.
Detik-detik menegangkan adalah saat ia bersama peserta lain masuk ke dalam ruangan. Sambil melihat para pesaingnya, dia bertanya dalam hati “Siapa di antara mereka yang akan mendampinginya menjadi PNS”.
Setelah duduk di kursi yang tertempel nomor tesnya, dia segera merogoh kantong celananya, mengambil gula ajaib, menyobek plastik pembungkus, dan menuangkan gula ke mulutnya. Tentu saja semuanya dilakukan dg sangat samar agar tak dilihat orang lain. Kan malu kalau sampai ketahuan.
Sambil mencecap gula di mulutnya, hati Jono rasanya tak bisa dilukiskan. Setiap kekhawatiran yang muncul segera ditepisnya, toh dia sedang mencecap gula ajaib.
Kurang lebih setengah jam dia menunggu tes dimulai. Gula sejumput di mulutnya telah habis. Yang ada hanya sisa-sisa rasa manisnya. That’s okey!
Sesaat kemudian ada petugas yang masuk ke ruangan. “Ah, akhirnya dimulai juga tes,” pikir Jono. Ini adalah pintu gerbang menuju masa depan gemilang sebagai pegawai negeri impian.
Sejurus kemudian, si petugas membuka keheningan ruangan dengan suara yang mantap. Sayangnya, yang keluar dari mulut petugas bukan pengumuman dimulainya tes, tapi penundaan tes hingga batas waktu yang belum ditentukan.
Spontan tangan Jono merogoh kantong celananya. Kosong! Memang sejumput gula itu telah berpindah seluruhnya ke mulutnya. Dan habis!
Habis sudah impian menjadi pegawai negeri. Penundaan tes berarti penundaan tanpa batas kapan harus melamar pacarnya yang kadung mengatakan ke orang tuanya bahwa sang calon menantu adalah seorang pegawai negeri.
Dunia terasa gelap. Jika saat berangkat, mulut Jono kumat kamit tanpa henti memanjatkan doa. Saat pulang ke rumah, hanya ada pisuhan yang keluar dari mulutnya sepanjang jalan. Jir!!! [AA]