Akh. Muzakki Guru Besar dan Dekan FISIP UIN Sunan Ampel Surabaya

Tadarus Litapdimas (15): Integrasi Keilmuan di PTKIN Dari Kebutuhan Hingga Pekerjaan Rumah

3 min read

http://2beahumanbeing.blogspot.com/2012/06/makalah-sains-dan-islam.html

Integrasi keilmuan
Mengembangkan keislaman
Jiwa pertiwi bermartabat
Berkembang-berkembang
Puji syukur kepadaMu
Kujunjung dan kusanjungkan
Nusa Bangsa dan Negara Indonesia
UINSA tercinta jaya

Itulah bait ref dari lirik Hymne UINSA yang menjadi lagu wajib keluarga besar Universitas Islam negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya, kampus yang kini lebih dikenal dengan akronim UINSA. Bait ref itu dengan sangat baik sekali menggambarkan semangat dasar pengembangan keilmuan yang dilakukan  oleh UINSA: integrasi keilmuan.

Semangat integrasi keilmuan tersebut diwujudkan dengan mengembangkan desain akademik ilmu-ilmu keislaman, sosial-humaniora, serta sains dan teknologi yang berbasis pada karakter dan kultur keislaman yang berakar pada kekhasan nasional Indonesia.

Hymne UINSA itu sendiri menandai era baru pengembangan keilmuan yang menjadi konteks dari pengembangan kelembagaan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) menjadi UIN. Muatan integrasi keilmuan yang diusung oleh bait ref dari lirik Hymne UINSA di atas merupakan nilai yang juga diamanatkan oleh, dan menjadi pertimbangan lahirnya, Peraturan Presiden RI Nomor 65 Tahun 2013 tentang perubahan IAIN Sunan Ampel Surabaya menjadi UIN Sunan Ampel Surabaya.

Dalam poin “menimbang”, Perpres tersebut menyebutkan: “bahwa dalam rangka memenuhi tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan proses integrasi ilmu agama Islam dengan ilmu lain serta mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Perubahan Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya menjadi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.”

Pesan partikularnya, perubahan kelembagaan IAIN menjadi UIN Sunan Ampel Surabaya di antaranya dilatarbelakangi oleh kepentingan integrasi keilmuan. Untuk kepentingan spesifik pengembangan integrasi keilmuan itu, kelembagaan IAIN Sunan Ampel Surabaya dikembangkan menjadi UIN Sunan Ampel Surabaya.

Sebagai konsekuensi akademik dari perubahan kelembagaan dimaksud, berbagai disiplin keilmuan memungkinkan untuk dibuka dan diselenggarakan di dalamnya. Disiplin keilmuan selain ilmu-ilmu keislaman dilegalisasi untuk diselenggarakan bersama ilmu-ilmu keislaman itu sendiri.

Baca Juga  Drs. KH. A. Warits Ilyas: Sang Ulama-cum-Umara

Oleh karena itu, dalam perspektif struktur organisasi dan tata kelola, sejumlah program studi (prodi) dan fakultas baru yang berbasis keilmuan selain ilmu-ilmu keislaman dibuka. Prodi-prodi dan fakultas-fakultas tersebut mendampingi prodi-prodi dan fakultas-fakultas yang berbasis ilmu-ilmu keislaman yang selama iniada.

Poin penting yang ingin ditekankan dalam kaitan ini adalah bahwa integrasi keilmuan sudah menjadi kebutuhan di perguruan tinggi keagamaan Islam (PTKI). Kebutuhan tersebut dikerangkai utamanya oleh perubahan kelambagaan pada berbagai Lembaga Pendidikan tinggi keagamaan Islam,  akan tetapi sejatinya kebutuhan itu menjadi bagian dari tuntutan dinamika peradaban.

Memang, perubahan kelembagaan penyedia layanan pendidikan tinggi bisa diibaratkan begini: rumah yang ada sudah berubah dan sudah direnovasi.Kamar-kamar lama diperbaiki dan dikembangkan. Kamar-kamar baru juga sudah disiapkan.

Kalau sebelumnya, sebagai misal, di tanah yang luas itu hanya didirikan rumah dengan bangunan 200 m2, maka sekarang rumah itu diperlebar. Desainnya dibuat sedemikian rupa untuk  mengakomodasi pelebaran bangunan rumah itu. Kalau sebelumnya rumah itu berisi 5 kamar, sebagai contoh lain, kini rumah itu dikembangkan dengan tambahan 4 kamar baru.

Kamar lama tetap  ada dengan  beberapa  renovasi,dan kamar baru dibuat secara berdampingan atau berjajar dengan kamar yang lama. Walhasil, rumah beserta kamar-kamar yang ada di dalamnya telah diperbaiki dan bahkan dibangun kembali dengan sejumlah penambahan baru. Namun, 5 kamar lama tetap menempati posisi utama di rumah baru itu.

Pekerjaan yang tersisa adalah bagaimana mendesain interior dan menata barang-barang di dalam rumah itu agar memunculkan suasana yang baru, segar, dan sehat untuk kebaikan dan perbaikan kualitas hidup penghuninya. Termasuk pula bagaimana mereka yang tinggal di dalamnya ikut berubah pemahaman, sikap, dan perilaku saat mereka sudah berada di dalam rumah dan kamar baru itu.

Baca Juga  [Resensi Buku]: Tafsir Maqasidi, Puncak dari Segala Jenis Tafsir?

Kebiasaan luhur selama ini memang cukup banyak, mulai dari pemahaman bahwa rumah itu harus Islami hingga praktik yang menghendaki agar nilai Islam menjadi bagian dari kehidupan. Semua itu mesti dilestarikan di rumah dan kamar baru itu.

Namun demikian, sangat tidak diharapkan jika di rumah dan  kamar  yang telah dibuat baru dengan desain interior dan perlengkapan yang baru, segar, dan sehat pula itu, masih berkembang pemahaman, sikap dan perilaku lama yang tidak sehat pada para penghuni, atau minimal tidak cocok lagi untuk keberadaan dan kondisi rumah beserta kamar baru itu.

Yang diharapkan, minimal, ada beberapa penyesuaian pemahaman, sikap dan perilaku dari penghuni terhadap tuntutan, harapan, dan kondisi yang diidealisasikan tumbuh-berkembang di rumah dan kamar baru dengan  berbagai potensi yang ada di dalamnya. Itu semua dibutuhkan agar pemahaman, sikap dan perilaku bergerak seiring dengan perubahan rumah dan kamar dengan berbagai fasilitas baru yang ada di dalamnya.

Atas dasar itu semua, makna penting dari substansi  yang  dikembangkan oleh ilustrasi perubahan kelembagaan di atas harus disempurnakan melalui ikhtiar desain akademik yang baik dan cermat. Desain akademik yang didasarkan pada paradigma integrasi keilmuan tersebut memiliki peranan penting untuk lahirnya integrasi keilmuan yang baik dengan memberi manfaat akademik resiprokal yang kuat kepada disiplin keilmuan yang berbeda-beda di dalam struktur kelembagaan PTKI.

Output pendidikan yang ingin diraih dari integrasi keilmuan berparadigma integrasi keilmuan di atas adalah terciptanya lulusan yang ulul albab. Al-Qur’an sendiri sebanyak 16 kali menyebut konsep ulul albab untuk menjelaskan pentingnya sumber daya manusia dengan kualifikasi personal dan sosial, akademik dan non-akademik.

Figur ulul albab tersebut bisa dicirikan melalui pribadi yang mampu mengintegrasikan praktik zikir dan fikir dalam praktik kehidupan sehari-hari (al-Qur’an 39:9; 3:7), memiliki kedewasaan bersikap dan mengambil pilihan yang terbaik dalam hidup berdasarkan petunjuk ilahi (al-Qur’an 39:18; 5:100), serta mempersembahkan kemapanan intelektual (al-Qur’an 39:18; 3:190).

Baca Juga  Mana yang Lebih Utama Ilmu atau Harta?

Melalui integrasi keilmuan berparadigma integrasi keilmuan di atas, PTKI penting untuk memaknai dan menerjemahkan secara lebih konkret konsep ulul albab ke dalam standar kompetensi lulusan yang memiliki kekayaan intelektual, kematangan spiritual, dan kearifan perilaku.

Namun demikian, pekerjaan yang tersisa adalah bagaimana cara menurunkan desain pengembangan keilmuan di atas ke dalam praktik perkuliahan. Ini adalah tahapan pekerjaan paling krusial namun harus dilakukan bersama-sama untuk mengisi rumah dan kamar yang baru itu.

Nilai krusial dan tingkat keharusan dimaksud muncul karena apapun dan bagaimanapun desain pengembangan keilmuan itu dilakukan, kalau praktik perkuliahan tidak, atau kurang, mencerminkan desain tersebut, hasilnya akan cenderung mengalami bias.

Ilustrasinya, kalau rumah dan kamar sudah diubah dan bersifat baru, namun penghuninya berpemahaman, bersikap dan berperilaku sama dengan saat berada di rumah dan kamar lama, maka rumah dan kamar baru itu tidak banyak memberi arti bagi perubahan ke arah yang lebih baik, seperti yang diinginkan.

Maka, diperlukan desain pembelajaran unggul, yakni rancangan model pembelajaran yang mencerminkan integrasi keilmuan. Dibutuhkan sebuah modelling pembelajaran yang mencerminkan desain keilmuan dimaksud. Modelling pembelajaran ini penting untuk mengkerangkai desain pengembangan keilmuan berparadigma integrasi keilmuan di atas serta menerjemahkannya ke dalam proses pembelajaran.

Dengan begitu, prinsip konsistensi dan atau keteguhan bisa dijaga dan dipertahankan sedemikian rupa. Maksud penting dari desain pengembangan keilmuan pun bisa diberikan jalannya untuk menemukan realisasinya di lapangan riil pembelajaran. [FYI]

Akh. Muzakki Guru Besar dan Dekan FISIP UIN Sunan Ampel Surabaya

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *