Narasi Perdamaian Anti Radikalisme: Dari Pemuda Untuk Indonesia Damai

2 min read

Aksi teror jihadis milenial di berbagai wilayah tanah air menjadi alarm bagi masyarakat akan bahaya paham radikal terorisme yang kian marak terjadi. Fenomena ini membuktikan bahwa propaganda dalam menggiring simpati, opini, dukungan dan anggota kelompok ekstremis radikal rentan menyerang siapa saja, tak terkecuali generasi muda.

Salah satu contoh nyata ada dalam kisah Nada, seorang deportan ISIS muslimah milenial yang pernah terbuai oleh angan palsu yang digaungkan para pengusung ISIS yang akhirnya mendorongnya bergabung menjadi bagian kelompok teroris dalam kurun waktu akhir 2016. Tentu hal ini tidak bisa lepas dari peran sosial media atau internet sebagai ruang propaganda yang efektif nan efisien ditambah kurangnya pengawasan dari pihak keluarga juga lingkungan.

Generasi Z saat ini mencapai 75,49 juta jiwa atau setara dengan 27,94 persen dari total seluruh populasi penduduk Indonesia. Dan generasi milenial terdata sebanyak 69,38 juta jiwa atau sebesar 25,87 persen. Artinya, anak muda mendominasi populasi. Ini menjadi sebuah anugerah sekaligus tantangan bagi keberlangsungan damainya suatu negara. Suara para pemuda ini sangat kredibel bahkan penting dalam mempromosikan pesan damai, penguatan toleransi, pencegahan kekerasan berbasis gender, serta melindungi hak-hak kaum minoritas.

Selain dampak negatif seperti contoh diatas, banyak juga beberapa hal baik yang patut kita lestarikan dan kembangkan. Diantaranya adalah dibentuknya komunitas-komunitas pemuda yang bergerak dalam aksi damai dan kontra narasi ekstremisme kekerasan.

Yang pertama, ada Peace Leader. Peace Leader adalah salah satu komunitas anak muda di Indonesia yang berasal dari beragam latar belakang suku, budaya, agama yang memiliki komitmen dan inisiatif memperkuat toleransi dan praktek kerjasama lintas iman dengan pendekatan perdamaian dan sensitif gender.

Baca Juga  Beragama di Era Digital

Komunitas yang lahir dari inisiasi program peacebuilding AMAN Indonesia ini dideklarasikan di Yogyakarta pada 28 Oktober 2014. Simpul kelompok muda strategis AMAN Indonesia ini telah berkembang dengan baik dan cukup masif di 8 kota di Jawa Barat, Jawa Timur, dan Yogyakarta.

Melalui rapat kerja, Peace Leader merumuskan rencana kerja strategis 5 tahunan (2022-2026) untuk berkontribusi pada terciptanya ekosistem pendidikan yang terbuka, ramah terhadap perempuan, dan keberagaman melalui peran aktif dan bermakna pemuda. Program-program sebelumnya seperti Peace Goes to School/Campus, NgoPeace, Peace Service dan Peace Radio tetap dipertahankan dan diinovasikan kembali.

Sementara program-program terobosan seperti SPACE Academy, Sister’s School, Guru Bercerita, Heritage Peace Trips, Yuk Dialog akan segera diluncurkan. Sejumlah kerjasama sedang disiapkan untuk menggandeng aktor-aktor pemerintah, CSO, dan komunitas muda di Indonesia.

Nilai-nilai yang dijunjung dalam komunitas ini adalah: inklusif, toleran, keadilan gender, keberpihakan pada kelompok lemah, solidaritas, dan keterbukaan. Selain Peace Leader, Indonesia juga memiliki komunitas senada yang diinisiasi oleh BNPT-RI, yaitu Duta Damai Dunia Maya. Tersebar di 13 provinsi, Duta Damai Dunia Maya yang menyasar usia milenial ini ditujukan untuk memerangi atau melawan ide-ide, narasi ekstremisme radikal lewat platform sosial media sebagai alat tempur utama.

Aktif mulai 2016, dalam agendanya, setiap provinsi melakukan serangkaian seleksi bertahap terlebih dulu guna menyaring muda-mudi yang memiliki jiwa toleransi tinggi, keinginan belajar yang besar, memiliki wawasan kebangsaan yang mumpuni, mengerti pancasila dengan baik, juga memiliki salah satu keahlian seperti menulis, teknologi (IT), DKV atau desain dan lain sebagainya.

Hal ini diharapkan kalangan milenial mampu berkontribusi membawa narasi damai dan anti terorisme lewat karya yang bisa mereka hasilkan dan sebarkan secara masif lewat sosial media dengan baik dan menarik. Selain aktif menyebarkan narasi damai via sosial media atau daring, Duta Damai di berbagai wilayah juga rutin mengadakan kegiatan offline seperti seminar, dialog kebangsaan, bakti sosial, kunjungan ke berbagai rumah ibadah, penggalangan dana dan menggalakkan kampung toleransi serta banyak aktivitas positif lainnya yang bertujuan untuk menyatukan perbedaan-perbedaan yang ada di kalangan masyarakat yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kearifan lokal wilayah setempat.

Baca Juga  Lockdown Kampung: Siasat Budaya Mengatasi Wabah Covid-19

Dan yang paling penting, para anggota Duta Damai dari kalangan milenial ini diharapkan dapat merepresentasikan jiwa-jiwa nasionalis anti radikal ekstremis bukan hanya sebatas dalam laman sosial media atau internet semata, melainkan juga termanifestasi dalam tindakan dan aksi nyata keseharian yang kemudian mereka mampu menebar pesan damai secara lebih luas. Dan terakhir ada Puan Menulis. Puan Menulis ialah perkumpulan alumni Women Writers Conference 2018 dan 2019. Atas inisiasi AMAN, Puan Menulis ini terbentuk pada 2020 yang pertama kali dikoordinatori oleh Wanda Roxanne Ratu Pricillia.

Komunitas ini fokus pada pengembangan isu-isu yang tengah hangat di masyarakat yang kemudian dituangkan dalam bentuk tulisan yang disebar lewat berbagai website kepenulisan. Puan Menulis bergerak melalui tulisan-tulisan popular dengan sudut pandang adil gender, anti ekstremisme kekerasan, narasi damai, mubadalah, menjunjung nilai-nilai keislaman juga nalar kritis.

Mengutip tulisan KH. Husein Muhammad yang berjudul “Islam dan Ekstremisme Kekerasan”, Martin Luther King Jr mengatakan: “Kegelapan tidak bisa mengusir kegelapan; hanya cahaya yang bisa melakukannya” dan “Kebencian tidak akan mampu menghapus kebencian; hanya cinta yang mampu melakukannya”. Oleh karenanya, cara terbaik melawan radikalisme, ekstremisme kekerasan harus dengan mengembangkan dan menyebarkan nilai-nilai humanisme Islam, yakni nalar Islam moderat dan toleransi.