Dari beberapa temuan aksara yang ada, Islam diperkirakan masuk ke provinsi Lampung pada abad ke 15-17 Masehi. Tetapi,kepala seksi Pelayanan Museum Ruwa Jurai berkata bahwa periode Islam berlangsung kisaran abad 13 hingga abad ke 18 Masehi. Keislaman di Lampung ini memiliki hubungan erat dengan Islam di Banten (selatan), Padang-Sumatera Barat (Barat) dan juga Palembang-Sumatera Selatan (utara) yang biasa disebut dengan penyebaran agama Islam yang berasal dari 3 pintu. Pintu masuknya agama Islam ke Lampung,yang paling berpengaruh adalah pintu selatan,yaitu dari Banten.
Islam masuk dari arah Selatan dibawa oleh Syekh Fatahillah atau yang kerap kita sebut dengan Sunan Gunung Jati melewati Keratuan Pugung yang terletak di Labuhan Maringgai. Di sinilah akhirnya terjadi pernikahan antara Sunan Gunung Jati dengan Puteri Sinar Alam anak dari Ratu Pugung.
Dari hasil perkawinan mereka lahir seorang anak yang diberi nama Minak Kemala Ratu yang menjadi awal lahirnya Keratuan Darah Putih yang menghasilkan keturunan sampai pada Raden Intan, pahlawan Lampung yang sekaligus menjadi penyebar agama Islam didaerah ini. Itulah yang menjadi sebab Banten merupakan daerah yang paling berpengaruh atas masuknya Islam di Lampung.
Di daerah bernama Belalau, Islam dibawa oleh 4 orang putera Pagaruyung dari Padang (Minangkabau). Sebelumnya di daerah ini berdiri sebuah kerajaan legendaris Lampung bernama Skala Brak (Lampung Barat) yang mana para penduduknya merupakan penganut Animisme. Mereka memuja sebuah pohon yang bernama Belasa Kepampang atau Nangka Bercabang.
Pohon ini memiliki 2 cabang dengan jenis yang berbeda. Satu sisi dari jenis nangka dan sisi lain adalah jenis sebukau (kayu bergetah). Apabila terkena getah kayu sebukau bisa menyebabkan koreng (luka) dan hanya bisa disembuhkan dengan getah nangka disebelahnya. Inilah,yang menyebabkan bangsa Tumi menyembah pohon Balasa Kepampang.
Walaupun penyebaran agama Islam di tanah Sang Bumi Ruwai Jurai ini lebih dominan melalui pintu selatan (Banten),bukan berarti itu menyangkup seluruh daerah di Lampung. Dari pintu Barat, yaitu tepatnya dari Minangkabau dan dari utara, Islam masuk dari Palembang melalui Komering.
Dari Barat, Islam masuk dibawa oleh empat putra dari Raja Pagaruyung Maulana Umpu Ngegalang Paksi. Ini merupakan fase terpenting dari eksistensi masyarakat Lampung. Kedatangan keempat putra raja ini menjadikan kerajaan Skala Brak yang didomisili oleh bangsa Tumi yang merupakan penganut Hindu Bairawa/animisme mengalami kemunduran. Kejadian ini menjadi tonggak awal berdirinya Kepaksian Skala Brak atau Paksi Pak Skala Brak yang berasaskan keislman. Keempat putra dari Maulana Umpu Ngegalang Paksi meliputi Umpu Bejalan Di Way,Umpu Belunguh,Umpu Nyerupa dan Umpu Pernong.
Sesudah adanya perserikatan yang kuat antara Bangsa Tumi dengan para putra Maulana Umpu akhirnya Suku Bangsa Tumi ini takluk dan sejak saat itulah Islam mulai berkembang dengan sangat pesat di Kerajaan Skala Brak. Pada saat itu Bangsa Tumi dari kerajaan Skala Brak dipimpin oleh seorang wanita bernama Ratu Sekerumong yang akhirnya dapat ditaklukan dengan adanya perserikatan tadi,yaitu perseikatan Paksi Pak.
Tetapi tetap ada para penduduk yang belum memeluk Islam dan pada saat itu mereka memilih untuk melarikan diri ke pesisir Krui sampai menyebrang ke pulau Jawa dan sebagian lagi ada melarikan diri ke Palembang. Upaya yang dilakukan agar syiar agama Islam saat itu tidak terhambat adalah dengan menebang pohon Belasa Kepampang yang dulunya disembah oleh bangsa Buay Tumi dan kemudian hasil kayu dari pohon Belasa Kepampang ini dijadikan pepadun.
Pepadun sendiri merupakan singgasana kerajaan yang hanya bisa digunakan atau dipakai pada saat penobatan Saibatin raja-raja dari Paksi Pak Skala Brak beserta para keturunannya. Penebangan pohon Belasa Kepampang ini ditandai sebagai selesainya kekuasaan Buay Tumi sekaligus hilangnya aliran animisme di kerajaan Skala Brak,Lampung Barat.
Terakhir ada pengaruh Islam yang muncul dari pintu utara (Palembang), yang masuk melewati Komering. Pada saat itu Palembang masih dipimpin oleh raja bernama Arya Damar. Diperkirakan Islam masuk dari utara ini dibawa oleh sesorang bernama Minak Kemala Bumi atau yang juga dikenal dengan nama Minak Patih Prajurit. Makamnya terletak di daerah Pagardewa, Tulang Bawang Barat bersebelahan dengan makam Tubagus Haji Muhammad Saleh dari Banten, yang mana beliau juga merupakan seorang tokoh penyebar agama Islam di daerah ini.
Islam memiliki hubungan erat dengan adat dan budaya Lampung. Paksi Pak Skala Brak memasukan banyak nilai keislaman disetiap hal dalam norma dan budaya, mulai dari pernikahan, kelahiran dan kematian selalu bernuansa Islam. Menurut kitab Kuntara Raja Niti, orang Lampung memiliki sifat-sifat piil-pusanggiri (malu menerapkan pekerjaan hina menurut agama serta harga diri); juluk-adok (mempunyai kepribadian berlandaskan dengan gelar dan norma budaya yang disandangnya); nemui-nyimah (saling mengunjungi sebagai silaturahmi serta ramah menerima tamu); nengah-nyapur (aktif dalam pergaulan masyarakat dan tidak individualisme); sakai-sambaian (gotong royong dan saling menolong dengan penduduk lainnya).
Sekitar 16 tahun yang lalu, lebih tepatnya pada tahun 2005 museum Lampung mengadakan sebuah penelitian koleksi-koleksi arkeologi islam dan peninggalan-peninggalan budaya Islam di Lampung. Adapun bukti-bukti peninggalan itu berupa, alat rumah tangga, bangunan masjid, nisan atau makam raja, pernak pernik pernikahan, prasasti lawang sampai naskah kuno. (mmsm)