Dalam perjalanan sejarah pemikiran manusia tentang sifat eksistensi dan tindakan mereka, muncul perdebatan mendalam antara dua konsep mendasar: kebebasan manusia dan determinisme.
Kebebasan, dalam pandangan pertama, diartikan sebagai kemampuan individu untuk membuat pilihan secara bebas tanpa adanya tekanan eksternal yang memaksa, sementara determinisme, dalam pandangan kedua, menyiratkan bahwa segala sesuatu, termasuk tindakan manusia, telah ditentukan sebelumnya oleh sebab-akibat.
Kehendak bebas adalah saat individu memiliki kemampuan untuk membuat keputusan dan pilihan secara mandiri tanpa dipaksa atau dikendalikan oleh faktor eksternal. Ini mencakup ide bahwa individu tidak hanya memiliki kendali dan otonomi atas tindakan dan pilihan mereka, tetapi juga bertanggung jawab atas akibat dari tindakan tersebut.
Berbeda dengan kehendak bebas, determinisme menganggap bahwa setiap peristiwa, termasuk tindakan manusia, telah ditetapkan sebelumnya oleh sejumlah faktor sejak awal alam semesta. Secara sederhana, determinisme mengartikan bahwa tindakan manusia adalah hasil yang tak terhindarkan dari sebab-akibat yang telah ada.
Mari kita mulai dengan menjelaskan kebebasan atau kehendak bebas. Salah satu tokoh dalam aliran filsafat eksistensialisme, Jean-Paul Sartre, menggambarkan kebebasan sebagai kemampuan manusia untuk menciptakan makna dalam hidup mereka sendiri melalui pilihan-pilihan yang mereka buat. Kebebasan untuk membuat pilihan bebas adalah esensi eksistensialisme.
Sebagai contoh yang mudah dimengerti, bayangkan seseorang yang percaya bahwa dia memiliki hak penuh untuk memilih pasangan hidupnya. Dia merasa tidak terikat oleh tekanan dari teman-teman atau keluarga, maupun oleh standar sosial. Baginya, mencari pasangan adalah proses mencari pilihan yang paling sesuai dengan minat dan prinsip-prinsipnya.
Hal tersebut menyoroti betapa pentingnya kebebasan dalam konteks saat ini, di mana sering kali individu terjebak dalam tekanan teman-teman mereka, sehingga berujung pada pemilihan pasangan yang mungkin tidak sesuai dengan kehendak sejati dari dirinya sendiri.
Namun, teori kebebasan ini ditantang oleh teori determinisme yang berpendapat bahwa individu tidak memiliki kemampuan untuk membuat pilihan bebas yang tidak terpengaruh oleh faktor-faktor eksternal atau sebab-akibat yang telah ada.
Menurut determinisme, tindakan manusia adalah hasil yang tak terhindarkan dari sebab-akibat yang telah ada sebelumnya. Ini berarti bahwa setiap keputusan atau tindakan yang diambil oleh seseorang sudah ditentukan oleh faktor-faktor yang berada di luar kendali mereka. Dalam konteks ini, individu tidak memiliki kemampuan untuk membuat keputusan yang benar-benar bebas.
Contoh yang sama tentang memilih pasangan bisa diterapkan pada teori determinisme. Teori ini berpendapat bahwa ketika seseorang memilih pasangan, ia tidak dapat melepaskan diri dari faktor-faktor eksternal, seperti tekanan sosial atau pengaruh lingkungan.
Jika seseorang tinggal di lingkungan di mana teman-teman mereka sudah menikah atau memiliki pasangan, hal ini bisa menjadi alasan mengapa ia mencari pasangan, karena tekanan sosial atau dorongan dari teman-teman mereka. Dengan demikian, lingkungan sosial dapat memengaruhi upaya mencari pasangan.
Dalam perdebatan ini, pemikiran filosofis muncul sebagai pemisahan antara kebebasan absolut dan determinisme. Aliran filsafat eksistensialisme meyakini bahwa individu memiliki kebebasan mutlak dalam memilih tindakan mereka. Mereka berpendapat bahwa tidak ada hukum alam atau takdir yang mengikat manusia dalam pengambilan keputusan. Kebebasan adalah ciri khas yang membedakan manusia dari makhluk lain.
Namun, selain aspek kebebasan, aliran filsafat eksistensialisme juga menekankan tentang arti tanggung jawab. Tanggung jawab dalam aliran eksistensialisme bersifat penuh. Dalam pandangan eksistensialis, dengan kebebasan datang tanggung jawab penuh atas tindakan individu.
Manusia tidak dapat menghindar dari tanggung jawab moral atas apa yang mereka pilih untuk dilakukan. Kebebasan mutlak membawa konsekuensi moral yang signifikan. Eksistensialisme menyajikan teori kebebasan absolut dan menyertakan konsep tanggung jawab penuh. Hal ini memastikan bahwa konsekuensi dari kebebasan dapat dipertanggungjawabkan sepenuhnya oleh individu yang melaksanakannya.
Pada sisi lain, aliran filsafat determinisme, seperti yang disampaikan oleh David Hume, seorang filsuf Skotlandia abad ke-18, mengembangkan pandangan kompatibilis tentang kebebasan. Baginya, individu memiliki kebebasan untuk bertindak sesuai dengan keinginan mereka sendiri, tetapi tindakan tersebut tetap dipengaruhi oleh sebab-akibat. Hume berpendapat bahwa manusia bertindak berdasarkan dorongan-dorongan internal dan pengaruh lingkungan.
Meskipun individu dalam aliran determinisme memiliki kebebasan yang terbatas, teori ini tetap menegaskan konsep tanggung jawab moral. Dalam pandangan kebebasan yang terbatas, individu tetap dianggap memiliki tanggung jawab moral atas tindakan mereka.
Kendati tindakan manusia dapat dipengaruhi oleh sebab-akibat, ini tidak menghapus tanggung jawab moral mereka. Hal ini berarti individu diharapkan untuk bertindak sesuai dengan nilai-nilai moral dan etika, dan mereka dapat dipertanggungjawabkan atas tindakan.
Kedua teori tersebut memiliki relevansi dalam kehidupan sehari-hari karena mereka dapat mencakup beragam aspek, termasuk kebijakan sosial, pendidikan, dan interaksi sosial. Pada akhirnya, keputusan tentang teori mana yang kita pilih, apakah kebebasan mutlak dengan tanggung jawab penuh atau teori determinisme yang mengakui keterbatasan kebebasan dengan disertai tanggung jawab moral, memungkinkan kita untuk memilih hubungan atau keterikatan yang sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip kita. [AR]