Moh Syaiful Bahri Mahasiswa Sosiologi Agama UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Meramu Keberagaman dalam Ruang Keindonesiaan

3 min read

Judul Buku      : Islam & Kebangsaan: Tauhid, Kemanusiaan, dan Kewarganegaraan

Penulis             : M. Quraish Shihab

Penerbit           : Lentera Hati

Tahun              : 2020

ISBN               : 978-623-7713-39-5

Indonesia dan Islam memiliki hubungan historis yang saling membentuk identitas bangsa. Dimulai sejak abad ke-7 Masehi ketika Islam masuk ke Nusantara melalui perdagangan damai oleh pedagang Arab, Persia, dan India. Seiring waktu, Islam tidak hanya menjadi agama mayoritas, tetapi juga memainkan peran penting dalam pembentukan tatanan budaya, sosial, dan politik di Indonesia, menjadikannya sebagai fondasi utama kehidupan berbangsa.

Islam di Indonesia berkembang dengan identitas moderat dan inklusif yang menghargai tradisi lokal, menghasilkan praktik keagamaan yang khas dalam harmoni dengan budaya setempat. Namun, tantangan global seperti radikalisme dan intoleransi menuntut penguatan hubungan antara Islam dan Indonesia untuk memastikan bahwa Islam tetap berfungsi sebagai kekuatan positif yang mendukung persatuan, keadilan, dan perdamaian di tengah keberagaman.

Dalam buku “Islam dan Kebangsaan: Tauhid, Kemanusiaan, dan Kewarganegaraan” M. Quraish Shihab menawarkan analisis mendalam tentang hubungan antara ajaran Islam dan konsep kebangsaan dalam konteks Indonesia. Qurasih Shihab, sebagai seorang cendekiawan Muslim terkemuka, menggunakan pendekatan tafsir untuk menyajikan gagasan bahwa Islam, sebagai agama yang holistik, tidak hanya mengatur hubungan spiritual antara manusia dan Tuhan, tetapi juga mengatur tatanan sosial, termasuk hubungan antara individu dan negara.

Quraish Shihab menegaskan bahwa Islam, melalui nilai-nilai universalnya, menghormati perbedaan agama, budaya, dan etnis sebagai bagian dari kehendak Tuhan yang seharusnya dilihat sebagai kekayaan, bukan konflik. Shihab berargumen bahwa konsep kebangsaan dalam Islam dapat selaras dengan keragaman, di mana umat Islam di Indonesia yang multikultural harus menghormati perbedaan dan memperkuat persaudaraan antaragama.

Baca Juga  Antara Sains dan Soto, Tak Harus Ada Seteru

Bicara mengenai Islam dan hubungannya dengan kebangsaan, bisa dikatakan ada beberapa kata yang digunakan dalam al-Qur’an dan hadis Nabi Muhammad saw. guna menunjuk himpunan manusia. Yaitu qawm (kaum) dan ummah (umat) (hal. 2). Quraish Shihab juga menegaskan bahwa Islam tidak bertentangan dengan konsep kebangsaan, melainkan mendukung prinsip-prinsip yang menjamin keadilan, kemanusiaan, dan kesejahteraan bagi semua warga negara. Lebih jauh ia menyoroti pentingnya memahami bahwa Islam dapat bersinergi dengan nasionalisme, sehingga seorang Muslim dapat mengemban tanggung jawab sosial sebagai warga negara yang baik. Pemahaman ini sangat relevan dalam konteks negara Indonesia yang plural dan multikultural.

Paham kebangsaan dalam pengertian modern baru dikenal di Eropa pada akhir abad ke-18 dan berkembang dengan pesat pada abad ke-19 dengan lahirnya negara bangsa-bangsa, baik akibat kesatuan bahasa sebagai halnya Jerman atau karena kehidupan bersama oleh aneka unsur dan faktor (hal. 20). Istilah kebangsaan dalam dunia Islam pertama kali muncul pada akhir abad XVIII, terutama melalui kehadiran Napoleon Bonaparte. Ketika Napoleon mengadakan ekspedisi militer ke Mesir pada tahun 1798-1801 M, gagasan tentang kebangsaan mulai dikenal oleh masyarakat Muslim di wilayah tersebut (hal. 25).

Kedatangan Napoleon ke Mesir menandai pertemuan antara dunia Islam dan gagasan modern dari Eropa. Ide tentang kebangsaan mulai diperbincangkan di kalangan pemimpin dan intelektual Muslim, yang kemudian menginspirasi gerakan-gerakan nasionalis di dunia Islam. Meskipun pada awalnya konsep ini tidak sepenuhnya diterima, terutama karena berlawanan dengan tradisi politik Islam yang mengutamakan kesatuan umat (ummah), gagasan kebangsaan perlahan-lahan berakar dan menjadi bagian penting dalam sejarah politik dan sosial dunia Islam.

Dengan berpegang pada tauhid, seorang Muslim diharapkan dapat menjunjung tinggi persaudaraan manusia dan menolak segala bentuk diskriminasi. Quraish Shihab menegaskan bahwa tauhid menanamkan kesadaran dalam diri setiap Muslim untuk menjalankan keadilan sosial tanpa memandang latar belakang kebangsaan, etnis, atau agama. Hal ini sejalan dengan prinsip Islam yang mengajarkan bahwa semua manusia berasal dari Tuhan yang satu, sehingga perbedaan di antara mereka harus dilihat sebagai rahmat, bukan alasan untuk terjadinya konflik atau ketidakadilan.

Baca Juga  Meneropong Terbukanya Kotak Pandora Pendidikan (1)

Quraish Shihab menekankan bahwa dalam Islam, manusia dipandang sebagai khalifah di bumi dengan martabat tinggi yang harus dihormati oleh individu dan institusi sosial. Kemanusiaan, sebagai pilar ajaran Islam, menuntut penghormatan terhadap hak asasi manusia serta perlakuan yang penuh kasih sayang dan adil. Shihab menegaskan bahwa penghormatan terhadap martabat manusia merupakan bagian dari ibadah kepada Tuhan, dan hak-hak asasi seperti hak hidup, kebebasan beragama, dan keadilan harus dijunjung dalam setiap dimensi sosial dan politik. Ajaran ini harus diterapkan tidak hanya dalam interaksi personal tetapi juga dalam struktur politik dan kebangsaan.

Dalam konteks Indonesia yang plural, kebangsaan harus dipahami sebagai komitmen untuk menjaga kesatuan dan harmoni di tengah keberagaman, menghormati perbedaan agama, budaya, dan etnis. Islam, dengan ajarannya yang inklusif, dapat menjadi fondasi untuk memperkuat persatuan di tengah perbedaan tersebut.

Konsep kewarganegaraan dalam Islam, menekankan bahwa menjadi warga negara yang baik melibatkan prinsip-prinsip keadilan, kesetaraan, dan penghormatan terhadap hukum. Kewarganegaraan, menurutnya, melibatkan partisipasi aktif dalam membangun masyarakat yang adil dan sejahtera, serta tanggung jawab sosial untuk melindungi hak-hak orang lain, terutama yang lemah dan tertindas. Dengan demikian, Islam memberikan dasar moral untuk membentuk kewarganegaraan yang aktif dan bertanggung jawab, mendukung keadilan dan keseimbangan sosial.

Lebih lanjut, Quraish Shihab menawarkan perspektif bahwa Islam dapat berfungsi sebagai kekuatan konstruktif dalam membangun negara yang adil dan harmonis, terutama di Indonesia yang plural. Dengan memahami ajaran tauhid, kemanusiaan, dan kewarganegaraan secara benar, Islam dapat memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa, serta memberikan solusi terhadap tantangan modern seperti radikalisme, intoleransi, dan ketidakadilan sosial.

Buku ini, dengan pendekatan moderat dan inklusif, memberikan pemahaman mendalam tentang hubungan antara agama dan negara, menunjukkan bahwa Islam dapat menjadi dasar bagi masyarakat yang damai dan harmonis, di mana perbedaan dianggap sebagai kekayaan yang harus dilestarikan, bukan sebagai ancaman.

Moh Syaiful Bahri Mahasiswa Sosiologi Agama UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta