Parmenides lahir pada tahun 540 SM di Elea, Italia, dengan arti nama yang mengacu pada “terus stabil”. Selain menjadi seorang pemimpin di kotanya, Parmenides juga aktif dalam politik. Namun, ia lebih terkenal sebagai seorang filsuf yang melampaui pemikiran zamanannya. Meskipun awalnya adalah murid Xenophanes, Parmenides mengembangkan pandangannya sendiri, mengekspresikannya melalui puisi dalam karya berjudul On Nature yang terdiri dari 800 untaian sajak.
Menurut Plato, Socrates pernah bertemu dengan Parmenides ketika Socrates masih muda. Ini menunjukkan pentingnya Parmenides dalam perkembangan pemikiran Plato, terutama dalam gagasan tentang dunia ide. Pemikiran Parmenides memiliki pengaruh besar dalam sejarah filsafat Barat, terutama dalam bidang metafisika dan epistemologi. Terdapat beberapa pandangan filosofis yang dikemukakan oleh Parmenides.
Parmenides menyatakan bahwa segala sesuatu yang ada telah ada selamanya. Ini berlawanan dengan pandangan Heraklitos yang meyakini bahwa segalanya selalu berubah. Bagi Parmenides, “yang ada adalah ada”, dan segala sesuatu yang ada tidak mengalami perubahan.
Meskipun alam semesta selalu berubah, akal manusia tidak dapat merasakannya. Untuk mencapai kebenaran, menurut Parmenides, kita harus mengandalkan akal bukan pancaindra. Prinsip-prinsip ada yang diajukan oleh Parmenides termasuk ketidakberubahan, kekekalan, keidentikan, dan monisme.
Parmenides memegang monisme, yaitu keyakinan bahwa segala sesuatu pada hakikatnya adalah tunggal. Manusia sering kali tertipu oleh pancaindra mereka, melihat keragaman yang sebenarnya hanyalah ilusi. Baginya, semua yang ada hakikatnya adalah satu.
Parmenides mengkritik mitologi Yunani kuno yang menjelaskan penciptaan alam semesta. Menurutnya, penjelasan mitologi hanya berdasarkan indra dan pandangan yang berubah-ubah. Ia membedakan antara kebenaran yang tetap dan pendapat yang berubah. Kebenaran adalah konstan dan berlaku universal, sedangkan pendapat adalah ilusi yang menghasilkan pluralitas.
Parmenides mengusulkan dua jalan pengetahuan, yaitu aletheia (jalan kebenaran) dan doxa (jalan kepercayaan). Aletheia adalah jalan pengetahuan melalui pemahaman kebenaran, sementara doxa adalah jalan pengetahuan melalui pancaindra. Hanya melalui jalan kebenaranlah kita dapat mencapai pengetahuan yang nyata.
Zeno, yang lahir di Elea sekitar tahun 490 SM, murid dan sahabat Parmenides, dikenal karena enam paradoks yang dia kemukakan. Paradoks-paradoks ini sulit dipecahkan oleh filsuf-filsuf Yunani pada masanya. Zeno menggunakan paradoks ini untuk membela ajaran gurunya tentang ketidakberubahan dan ketidakmungkinan gerakan. Zeno mengemukakan tiga argumen utama.
Pertama, argumen melawan ruang kosong. Zeno berpendapat bahwa jika ada “ruang kosong”, maka ruang kosong tersebut juga memerlukan “ruang kosong” lainnya, dan ini akan terus berlanjut tanpa akhir. Oleh karena itu, Zeno menyimpulkan bahwa “ruang kosong” sebenarnya tidak ada.
Kedua, argumen melawan pluralitas. Zeno berargumen bahwa jika garis terdiri dari titik-titik, maka garis tersebut bisa terbagi tak terbatas. Namun, jika titik-titik itu memiliki panjang, garis menjadi tak terbatas panjangnya, sedangkan jika tidak memiliki panjang, garis menjadi tak terbatas pendeknya. Zeno menganggap kedua kesimpulan ini tidak mungkin.
Ketiga, argumen melawan gerakan. Zeno mengajukan paradoks Achilles dan kura-kura, di mana Achilles tidak pernah bisa mengejar kura-kura yang memulai lebih dulu. Paradoks ini menggambarkan bagaimana gerakan dapat dipecah menjadi jumlah yang tak terbatas, sehingga Achilles tidak pernah bisa menyalip kura-kura.
Pandangan Zeno dan paradoks-paradoksnya mendukung pemikiran Parmenides tentang ketidakberubahan dan ketidakmungkinan gerakan. Meskipun paradoks-paradoks ini membingungkan filsuf-filsuf zaman mereka, mereka akhirnya dapat dipecahkan lebih dari 2000 tahun kemudian.
Sebagai kesimpulan, pemikiran Parmenides dan Zeno memiliki hubungan erat dalam sejarah filsafat Yunani kuno. Parmenides, guru Zeno, membawa pandangan penting tentang ketidakberubahan, monisme, dan perbedaan antara pengetahuan yang sejati dengan pandangan yang berubah-ubah. Pandangannya tentang realitas yang kekal dan tak berubah menjadi dasar bagi pemikiran Zeno.
Zeno, sebagai murid Parmenides, mengembangkan paradoks-paradoks yang menjadi perwujudan dan pembelaan ajaran gurunya. Dengan merumuskan paradoks Achilles dan kura-kura serta paradoks lainnya, Zeno berusaha untuk membuktikan bahwa perubahan dan gerakan sebenarnya hanyalah ilusi. Ini sesuai dengan pandangan Parmenides bahwa apa yang tampak berubah di alam semesta hanyalah tipuan hasil dari persepsi indrawi manusia.
Pandangan Parmenides dan paradoks Zeno menunjukkan bahwa alam semesta mungkin tidak sesederhana yang tampaknya. Perdebatan tentang realitas, ketidakberubahan, dan hakikat gerakan menjadi topik utama dalam sejarah filsafat Barat. Pemikiran ini telah memengaruhi banyak pemikir dan filsuf selanjutnya, termasuk Plato dan Aristoteles yang melanjutkan eksplorasi tentang apa yang benar-benar ada di alam semesta.
Parmenides dan Zeno mewakili filsuf kunci dalam memahami hakikat realitas dan pembuktian yang kuat dalam upaya menentang pandangan tradisional tentang perubahan dan gerakan. Meskipun beberapa paradoks Zeno telah dipecahkan melalui perkembangan matematika modern, pandangan mereka tentang ketidakberubahan dan monisme tetap memiliki dampak besar dalam pemikiran filosofis hingga hari ini. [AR]