Chafid Wahyudi Koordinator Komunitas Baca Rakyat [KoBaR]; Mahasiswa S3 UINSA; Dosen STAI Al Fithrah Surabaya

[Resensi] Jawa-Islam di Masa Kolonial

1 min read

Judul: Jawa-Islam di Masa Kolonial
Penulis: Nancy K. Florida
Editor: Irfan Afifi
Penerbit: Buku Langgar
Cetakan 2020
Halaman xvi + 262 hlm.
Ukuran 14 x 21 cm

Usaha untuk memotret Islam Jawa dalam batas tertentu, khususnya penyebaran dan perkembangan tasawuf di kerajaan Mataram, Surakarta, Mangkunegaran, dan Pakualaman mengalami ketakadilan. Para pangeran maupun para pujangga dalam studi tasawuf tidak pernah dihadirkan sebagai tokoh sufi bersama tokoh-tokoh sufi lainnya di Nusantara.

Keberadaan mereka secara gamblang dipandang sebagai liyan dalam studi tasawuf di Nusantara, bahkan oleh para akademisi Indonesia sendiri. Adalah Nancy K. Florida, Indonesianis dari Amerika sejak tahun 1980 melakukan penelitian serius dengan mempelajari hampir tiga seperempat juta halaman naskah. Hasilnya, menurut Nancy dari 500 naskah, hanya 17 naskah yang berbau Hindu, selebihnya adalah bermuatan ajaran tasawuf.

Tidak seperti peneliti indonesianis lainnya yang tidak pernah mengungkap identitas latar para pujangga (pengarang naskah-naskah keraton), sebaliknya, Nancy mendalami dengan cermat latar para pujangga. Ia menyebut fakta kuat bahwa para pujangga tersebut adalah santri hasil dari, antara lain, pendidikan pesantren. Mereka (para pujangga) memahami betul bagaimana para kiai daerah sangat unggul atas sastra Jawa klasik. (hlm 19-39)

Bahwa kemudian keraton maupun kesultanan tersebut di luar tembok dikenal lebih dekat pada ajaran Hindu-Buddha, menurut Nancy, hal itu tidak lepas dari peran Javanologi yang berusaha memprovokasi pengarutamaan kebudayaan asli Jawa vis a vis Islam.

Nancy memberi contoh ungkapan Theodore Pigeaud yang memproklamirkan kelahiran kembali sastra Jawa sebagai pemulihan kembali atas kebudayaan Jawa yang autentik dari Islam yang asing. Dalam provokasinya, Pigeaud mengatakan, “para pujangga akhirnya berbelok dari Islam asing ke asal Jawa Hindu-Buddha-nya, puisi Jawa telah lahir kembali.” (hlm 15)

Baca Juga  [Cerpen] Bau Busuk

Pembentukan kesejarahan yang demikian tidak mengherankan jika bagi kebanyakan Indonesianis terus melancarkan pembumian kebudayaan asli vis a vis dengan Islam, seperti diungkapkan seorang antropolog James L. Peacock, “Garuklah kulit orang Jawa Islam, maka anda akan dapati nilai-nilai Hindu di dalamnya..”. Artinya, pandangan mereka membawa implikasi bahwa di balik permukaan dari simbol-simbol keislaman dalam kehidupan sehari-hari orang Jawa terdapat Hindu-Buddhisme yang kokoh.

Melalui pembentukan sejarah tersebut kemudian lahirlah istilah Islam Jawa sebagai Islam sinkretis. Istilah ini kemudian membawa anggapan sebagaimana dituduhkan oleh Howard M. Faderspiel, Islam Jawa yang sinkretis adalah “Islam yang belum sempurna,” Pendeknya, Islam Jawa yang sinkretis itu tidak memahami ajaran Islam yang benar dan autentik.

Artinya, dampak dari pembentukan sejarah oleh Javanolog, katakanlah setelah 100-200 tahun pembentukan sejarah tersebut, sekarang, adalah di mana Islam (tasawuf) di luar dominan (mainstream) dianggap liyan, seperti yang saya singgung di awal, bahkan kerap disebut ‘sesat.’

Tentu saja Nancy nampak geram atas pembentukan sejarah tersebut. Lantas ia membaca ulang Islam Jawa; Pembacaan ulang di sini kalau boleh saya meminjam spirit karya Listiyono Santoso, dkk. Epistemologi Kiri, yakni pembacaan ulang secara kritis atas pengetahuan yang dominan (mainstream) yang telah mengesampingkan realitas kebenaran yang lain.”

Kira-kira seperti itulah yang dilakukan oleh Nancy dalam membaca ulang Islam Jawa. [MZ]

Chafid Wahyudi Koordinator Komunitas Baca Rakyat [KoBaR]; Mahasiswa S3 UINSA; Dosen STAI Al Fithrah Surabaya