Fikri Mahzumi Aktivis Muslim Moderate Institute UIN Sunan Ampel Surabaya

Kitab Dhikr al-Mawt: Mengingat Kematian [2]

1 min read

Siapa sangka, pagi itu subuh terakhir bagi Umar b. Khattab. Sahabat Rasulullah yang berjuluk “al-Faruq”. Umar tertikam belati bermata dua yang dipegang Abu Lu’lu’ah. Seorang budak Persia. Ada 12 orang jemaah terciderai, 6 diantaranya meninggal. Seorang jemaah dari Irak melemparkan kain ke kepala Abu Lu’lu’ah. Ia pun terpojok, lalu bunuh diri.

Kisah di atas diriwayatkan Ibn Abi Dunya dalam kitab Dhikr Al-Mawt, melanjutkan kajian di arrahim.id ini.

Tiga hari sebelumnya, Ka’ab telah membaca tanda kematian Umar. Ketika ia berjumpa dengan Umar, Ka’ab berkata: 

“Wahai Amirul Mukminin, saya berikrar Anda meninggal tiga hari lagi. Umar menjawab, “Allah, pasti Anda menemukan tentang umurku di Taurat?” Demi Allah tidak, jawabnya.” Namun saya mengamati sifat dan peringai Anda.”

Ketika itu, Umar tidak merasakan keanehan pada dirinya dan juga tidak sedang sakit. Pada hari ketiga setelahnya, Abu Lu’lu’ah menusuk Umar dengan belati. Para sahabat dari kalangan Muhajirin dan Anshar menjenguk Umar dan mendoakan keselamatannya. Di antara mereka ada Ka’ab. Ketika melihatnya, Umar bersyair:

فاوعدني كعب ثلاثا يعدها

ولا شك أن القول ما قال لي كعب

وما بي حذار الموت، إني ميت

ولكن حذار الذنب يتبعه ذنب

Telah berikrar padaku Ka’ab tiga hari lalu

Tidak disangsikan apa yang diucapkan Ka’ab itu

Bukan kematian yang aku cemaskan, sebab diri ini pasti mati

Tetapi aku mencemaskan dosa-dosaku yang lalu

Sesuai dengan isyarat dari Ka’ab, Ayah Hafsah wafat di hari itu. Ia dikafani dengan tiga helai pakaian, dua pakaian yang telah dicuci dan satunya yang masih dikenakannya.

Para sahabat menyalati jenazah Umar di masjid. Kemudian membawanya ke kamar Rasulullah dan menyemayamkannya di ranjang, lalu memasukkannya ke liang lahat berdampingan dengan Abu Bakar yang telah wafat lebih dulu. Berkumpul lah Umar bersama Rasulullah di Raudhah.

Baca Juga  Empat Pilar Mengenal Diri Agar Menjadi Insan Paripurna

Kematian Umar, sahabat dan mertua Rasulullah meninggalkan pilu yang mendalam bagi para sahabat lain dan umat muslim secara keseluruhan. Sang “al-Fārūq” telah dipanggil Dzat yang Maha Pemilik segalanya.

Sebelum wafat, telah banyak penyaksian terhadap sosok Umar dari para sahabat. Di antaranya Abdullah b. Salam, ia berkata:

“Sebaik-baik saudara Muslim, engkau wahai Umar. Dermawan dalam perkara hak, kikir dalam urusan batil.  Engkau rida terhadap perkara yang patut diridai. Dan engkau murka terhadap perkara yang patut dimurkai. Engkau tak tersanjungan, pun tak tersinggungan. Baik budi dan bersih hati.

Tepat pada  27 Zulhijah 23 H, atau 7 November 644 M, Umar b. Khattab wafat. Seorang yang berdasarkan hadis riwayat Aisyah merupakan sosok manusia yang setan pun menerapkan physical distancing (jaga jarak) terhadapnya. Tapi manusia pasti akan menemui maut, begitu pula Umar. [MZ]

Fikri Mahzumi Aktivis Muslim Moderate Institute UIN Sunan Ampel Surabaya

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *