Di tengah pandemi Covid-19 di dunia, ada pemandangan indah di Belanda. Sebuah komunitas Muslim di negeri kincir angin itu membuat billboard digital bertuliskan “Als iemand een leven redt, is het alsof diegene de gehele mensheid feeft gered. (Koran 5:32)”. Billboard digital tersebut dipasang di halte depan rumah sakit Amersfoort, salah satu kota besar di Provinsi Utrecht, Belanda. Tulisan itu merupakan gagasan komunitas Muslim Belanda sebagai bentuk penghargaan dan ucapan terima kasih kepada tim medis yang berjuang menyelamatkan para pasien melawan covid-19.
Bagi umat Islam, arti tulisan di Billboard sangat familiar dan terkenal. Ia merupakan kutipan ayat Alquran dari surah al-Maidah ayat 32. Kutipan lengkap ayat tersebut adalah:
مِنْ أَجْلِ ذَلِكَ كَتَبْنَا عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنَّهُ مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا وَلَقَدْ جَاءَتْهُمْ رُسُلُنَا بِالْبَيِّنَاتِ ثُمَّ إِنَّ كَثِيرًا مِنْهُمْ بَعْدَ ذَلِكَ فِي الْأَرْضِ لَمُسْرِفُونَ
Artinya:
Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi”
Ayat di atas mengajarkan untuk menghargai hak manusia, utamanya jiwa. Disebutkan bahwa barang siapa yang membunuh satu jiwa tanpa alasan, maka seakan-akan dia telah membunuh seluruh jiwa manusia. Ada banyak penjelasan ahli tafsir mengenai mengapa narasi “membunuh satu jiwa seakan-akan membunuh seluruh jiwa” dan “memelihara kehidupan seorang manusia seakan-akan memelihara kehidupan manusia semuanya”.
Ibnu Abbas misalnya, mengartikan membunuh satu jiwa dengan membunuh nabi atau pemimpin yang adil, maka seolah membunuh seluruh manusia. Sebaliknya, menafsirkan “membiarkan hidup satu jiwa” dengan menjalankan perintah Nabi atau pemimpin yang adil seolah ia menghidupkan seluruh manusia.
Sementara itu, Mujahid menyatakan yang dimaksud “membunuh satu jiwa seakan-akan membunuh seluruh jiwa” adalah siapa yang membunuh satu jiwa tanpa alasan yang dibenarkan (qishas misalnya-merupakan alasan yang dibenarkan), maka dia akan masuk ke neraka, yang mana hal itu seperti membunuh seluruh jiwa.
Sedangkan maksud “memelihara kehidupan seorang manusia seakan-akan memelihara kehidupan manusia semuanya” adalah siapa yang menyelamatkan jiwa dari bencarana misalnya banjir, kebakaran, atau hal yang dapat membinasakan maka seakan-akan dia menyelamatkan seluruh jiwa manusia. (Ibnu Katsir, 3/93).
Al-Utsaimin dalam tafsirnya menyatakan bahwa “membiarkan hidup satu jiwa” dalam ayat tersebut setidaknya ada tiga bentuk; pertama, menahan diri untuk tidak membunuh padahal dia mampu dan sedang tersulut emosi. Kedua, membela/menyelamatkan orang yang nyawanya terancam dibunuh, sebab perampokan, pembegalan, atau yang lain. Ketiga, menyelamatkan orang yang berada dalam bahaya, seperti menyelamatkan seseorang dari banjir, kebakaran, atau runtuhan bangunan. (Tafsir al-Utsaimin, 3/307).
Agaknya jelas dari ayat di atas, bahwa Islam memberi apresiasi tinggi bagi tangan-tangan penyelamat. Di tengah pandemi covid-19 ini, selayaknya para da’i, muballigh, atau tokoh masyarakat lebih sering menggaungkan ayat ini. Sebab, tidak sedikit orang yang tidak menghargai jasa tangan-tangan penyelamat ini.
Di garda depan misalnya, para tenaga medis berjibaku langusung berhadapan dengan paparan virus covid-19. Mereka layak mendapat apresiasi tinggi dan mereka membutuhkan dukungan moral penuh dari semua pihak. Alih-alih mendapat sambutan dan dukungan, para medis di negeri ini tak jarang mendapat perlakuan tidak layak. Ada yang ditolak jenazahnya oleh beberapa masyarakat untuk disemayamkan di desanya, ada yang memprotes valisitas untuk tenaga medis yang berjibaku melawan covid-19 terlalu mewah,dan lain sebagainya.
Beberapa masyarakat juga masih abai dengan himbauan-himbauan para ahli untuk menjalankan protokol kesehatan sesuai arahan. Hal tersebut tentu dianggap membahayakan nyawa/jiwa sendiri bahkan orang lain. Memang, tak selamanya masyarakat umum disalahkan dalam hal ini. Kurangnya sosialissi juga menjadi berpengaruh, mengingat tidak semua orang tahu dan paham istilah-istilah ODP, PDP, OTG, dan lain sebagainya.
Kesadaran masyarakat yang bisa dikatakan minim ini diperparah dengan banyaknya pihak yang mengajukan aneka teori konspirasi di tengah pandemi. Sebagaimana maklum, teori tersebut memang sangatlah menarik dan kadang lebih dipercaya daripada ucapan para ahli.
Tak heran jika kemudian Tom Nichols meluncurkan buku The Death of Expertise (Matinya Kepakaran). Selain itu, mungkin juga patut disesalkan jajaran pemimpin yang terkesan meremehkan wabah ini di saat seharusnya bisa mempersiapkannya untuk yang lebih baik. Kontroversi para pejabat menyikapi pandemi ini jelas diakses dan dikonsumsi masyarakat luas hingga menimbulkan banyak pertanyaan dan sikap kurang percaya kepada mereka.
Dalam kondisi ini, maksud dari mengetengahkan ayat tersebut adalah agar kita bisa bersama-sama berjuang menjadi tangan-tangan penyelamat. Bukankah tangan-tangan penyelamat itu mendapat apresiasi tinggi dari Allah Yang Mahakuasa?
Yang saya lihat, semua orang saat ini berpotensi menjadi tangan-tangan penyelamat, sebuah kesempatan yang justru jarang terjadi. Mungkin alurnya seperti kaidah al-amr idza dhaqa ittasa’a, wa idza ittasa’a dhaqa. Anda dengan diam di rumah, tidak keluar jika ada keperluan, maka anda telah menyelamatkan banyak jiwa.
Anda menasihati teman yang masih sering nongkrong di cafe/warkop dan sebagainya, adalah bagian dari mengusahkan menjadi tangan penyelamat. Tokoh agama yang selalu menghimbau dan menasehati masyarakat juga mendapat tiket kesempatan jadi tangan penyelamat. Para medis sudah tentu termasuk dalam hal ini.
Syahdan, akhirnya mari kita renungkan lagi billboard di Belanda “Als iemand een leven redt, is het alsof diegene de gehele mensheid feeft gered. (Koran 5:32)”. Semoga kita bisa mencontohnya. Wallahu a‘lam. [FYI]