

Alkisah, di kala Nabi telah wafat dan Madinah dikuasai oleh para sahabat, ada seorang Arab badui yang ingin masuk Islam. Dia datang jauh-jauh dari tempatnya di pedalaman hanya untuk bertanya tiga pertanyaan. Diharapkan, dengan tiga pertanyaan itu dia bisa menjalankan Islam dengan mudah tetapi konsisten.
Apa amalan terbaik dalam agama Islam? Apa bulan terbaik dalam agama Islam? Apa hari terbaik dalam agama Islam?
Setiap bertemu dengan seseorang yang dianggap sebagai sahabat, seorang Arab badui tersebut akan bertanya dengan pertanyaan itu. Dan biasanya, pertanyaannya itu dijawab dengan jawaban serupa. Di manapun dia bertemu, bagaimanapun cara bertemunya, jawaban yang diberikan selalu serupa. Yakni, apa amalan terbaik adalah salat, apa bulan terbaik adalah Ramadhan, apa hari terbaik adalah Jumat.
Merasa puas karena selalu mendapatkan jawaban yang sama, dia putuskan untuk pulang; tapi di tengah perjalanan pulang, dia bertemu dengan Ali bin Abu Thalib, sosok yang dikenal sebagai baabul ‘ilmi atau pintunya ilmu. Tidak melewatkan kesempatan, Ali bin Abi Thalib ditanyai dengan pertanyaan yang sama. Dan tidak disangka, ternyata, atas pertanyaan apa amalan terbaik dalam agama Islam, apa bulan terbaik dalam agama Islam, apa hari terbaik dalam agama Islam; semua dijawab dengan jawaban yang sama sekali berbeda dari lainnya.
Apa amalan terbaik dalam Islam?
Para sahabat lain menjawab shalat, tapi tidak dengan Ali Bin Abi Thalib. Ali menjawab amalan terbaik yaitu amalan yang diterima oleh Allah SWT, apapun itu. Mau shalat sampai jungkir balik pun tapi tidak diterima, bagaimana bisa dikata sebagai yang terbaik? Amal shaleh walau sepele tapi diterima oleh Allah jauh lebih baik dibanding sholat beribu rakaat tapi semua itu ditolak.
Apa bulan terbaik dalam Islam?
Semua sahabat menjawab bulan Ramadhan-lah bulan terbaik dalam Islam, tapi terkecuali Ali. Ali menjawab, bulan terbaik dalam Islam yaitu bulan di mana kita melakukan paling sedikit kemaksiatan. Tidak peduli Ramadhan atau bukan, jika dalam suatu bulan kita melakukan paling sedikit kemaksiatan atau kejahatan, maka itulah bulan terbaik. Apa artinya Ramadhan katakanlah sebagai bulan terbaik, tetapi isinya berupa hal-hal maksiat atau yang tidak seharusnya? Apa ya pas kita katakan sebagai bulan terbaik?
Apa hari terbaik dalam agama Islam?
Hampir tanpa kecuali semua menjawab hari Jumat. Jumat adalah sayyidul ayyam, Jumat adalah pemimpinnya hari-hari, tapi Ali tidak mengatakan itu sebagai hari yang terbaik. Ali menjawab hari terbaik bukan hari Jumat, hari terbaik itu hari di mana kita dalam kondisi husnul khotimah, hari di mana kita menutup lembaran kehidupan kita dengan paripurna, bertemu Tuhan dengan kondisi yang sebersih-bersihnya. Mau hari apapun itu kalau kita datang kepada Tuhan dalam kondisi hati dan pikiran dan jiwa yang bersih, maka itulah hari terbaik kita.
Atas kisah itu adakah dari kita yang berpikir sebagaimana Ali bin Abi Thalib?
Disadari atau tidak kebanyakan di antara kita berpikir atas sesuatu berhenti pada aspek-aspek praktis, yang terlihat dan terindra, berpaku pada hal-hal ritual; tetapi lupa akan esensi di balik apa yang kita pikirkan itu. Kita banyak berfokus hanya pada apa yang diajarkan agama. Sedang pada mengapa agama mengajarkan demikian, kita kurang memberi perhatian atas itu.
Termasuk pada bulan Ramadhan yang sedang kita jalani saat ini. Bulan Ramadhan secara esensial adalah bulan di mana kita harus menahan diri dari segala jenis hawa nafsu dan hal-hal yang semacam itu. Apakah kita menjalani bulan Ramadhan sebagaimana itu? Atau malah bulan Ramadhan kita jadikan sebagai media unjuk diri atas kerakusan dan foya-foya kita?
Fenomena yang ada sangat kontras atas esensi yang diharapkan atas bulan Ramadhan. Secara besarnya, setiap mau bulan puasa harga-harga kebutuhan semuanya dimana-mana naik karena daya konsumsi naik bisa 30 sampai 40%. Secara kecilnya, orang-orang di bulan Ramadhan justru semakin rakus dan foya-foya. Iya di siang harinya berpuasa, menahan diri untuk tidak makan dan minum, tapi menjelang berbuka, beraneka macam makanan dibeli juga. Momen buka puasa kita jadikan momen untuk balas dendam karena kita tidak makan dan minum selama seharian. Apa iya itu yang diharapkan dari disyariatkannya untuk kita berpuasa?
Yang terbaik daripada sebuah amalan bukan shalat, tapi diterimanya sebuah amalan oleh Allah SWT. Bagaimana supaya diterima? Secara pastinya wallahu a’lam, tapi yang bisa diupayakan ya dengan membereskan niat, kondisi hati dan cara yang kita guna ketika kita beramal sesuatu.
Yang terbaik daripada sebuah bulan bukan Ramadhan, tapi penjagaan diri kita atas kemaksiatan yang begitu niscaya melekat pada kita. Dalam bulan Ramadhan kali ini, mari kita sama-sama fokuskan diri, jiwa, hati dan pikiran kita untuk Tuhan. Mari kita manfaatkan kesempatan yang ada untuk melakukan hal-hal yang baik, hal-hal yang positif; berkontribusi terhadap masyarakat, tetapi secara gaib hubungan kita dengan Tuhan tidak berputus.
Berpikir seperti Ali, berpikir secara esensial, berpikir secara substansial bahwa yang paling penting dalam ibadah itu adalah kesadaran antara diri kita dengan Tuhan adalah sesuatu hal yang penting yang riskan luput dari kita. Ramadhan bukan bulan terbaik jika kita isi bulan ini dengan hal-hal yang biasa saja atau malah yang buruk. Semua bulan boleh menjadi yang terbaik, apalagi Ramadhan, tapi kalau kita isi bulan itu dengan apa yang terbaik dan maksimal dari kebaikan apa yang bisa kita lakukan; serta dengan bagaimana yang optimal dari kemampuan kita menjaga diri dari kemaksiatan apa yang bisa kita lakukan.
Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga