Bak petir di siang bolong, di saat garis lengkung kurva kasus Covid-19 Indonesia yang kian melambung tinggi, justru Presiden Jokowi mengajak masyarakat Indonesia untuk “hidup berdamai” dengan Covid-19. Angka kasus Covid-19 di Indonesia terus melejit. Pasien positif Covid-19 telah menembus angka 29.521 orang; pasien meninggal 1.770 pasien dan pasien sembuh sebanyak 9.443 orang (update Achmad Yurianto pada 5/6/2020).
Ironisnya, Presiden Jokowi berharap masyarakat beraktivitas normal seperti biasanya dengan mematuhi protokol kesehatan. Hal ini diberlakukan di semua lini kehidupan, tak terkecuali bidang pendidikan. Sudahkah perguruan tinggi merumuskan skenario implementasi New Normal untuk kampus merdeka?
Inti New Normal adalah perubahan perilaku (memperhatikan protokol kesehatan) untuk tetap menjalankan aktivitas normal. Setidaknya penjelasan Wiku Adisasmita, Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 ini bisa membantu memahamkan masyarakat Indonesia. Jokowi telah menginstruksikan sosialisasi kebijakan New Normal ini secara masif. Bahkan untuk menyukseskan kebijakan ini, dipersiapkan 340.000 personel TNI-Polri untuk mengawal kebijakan tersebut.
Dengan dalih pertimbangan matang atas situasi, kondisi, dan perkembangan kasus riil di lapangan, pemerintah tetapkan beberapa wilayah implementasikan kebijakan New Normal. Empat provinsi sebagai pilot project, yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Sumatera Barat dan Gorontalo, serta 25 kabupaten/kota.
Sebagaimana ditegaskan Wiku Adisasmito, sebuah daerah harus memenuhi tiga indikator kesehatan masyarakat untuk bisa menerapkan New Normal, sesuai rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Ketiga indikator tersebut adalah gambaran epidemiologi, surveilans kesehatan masyarakat, dan pelayanan kesehatan.
Indikator pertama epidemiologi bisa dilihat dari penurunan sekira 50% jumlah kasus positif Covid-19, PDP, dan ODP selama dua minggu; penurunan jumlah kasus meninggal, positif, PDP, dan ODP di rumah sakit; kenaikan jumlah pasien positif sembuh dan jumlah selesai pemantauan dari PDP dan ODP.
Sedangkan indikator kedua, Surveilans Kesehatan Masyarakat terlihat dari jumlah pemeriksaan spesimen meningkat selama dua minggu, dari seluruh sampel pasien positif hanya 5%, mobilitas penduduk menurun, serta adanya contact tracing dari setiap kasus positif.
Adapun indikator yang ketiga adalah Pelayanan Kesehatan yang meliputi tersedianya ruang isolasi/tempat tidur, Alat Pelindung Diri (APD), dan ventilator yang cukup di rumah sakit.
Baca juga: Pemerintah Jangan Paksakan New Normal Di Pesantren Jika Tidak Siap
Lantas, seberapa jauhkah siap siaga lembaga pendidikan, khususnya perguruan tinggi di empat provinsi dan 25 kabupaten kota pilot project tersebut? Jika sekolah dasar dan menengah telah mempunyai panduan “Skenario Masuk Sekolah Memasuki Era Normal Baru”, lain halnya dengan perguruan tinggi. Kiranya pemerintah lagi berhusnuzan pada kepiawaian para pakar intelektual kampus untuk berkreasi mendesain secara otonom skenario program kampus merdeka di era New Normal.
Pastinya perguruan tinggi tetap berpijak pada empat kebijakan kampus merdeka mas menteri Nadiem.
Pertama, di era New Normal perguruan tinggi negeri dengan status satuan kerja (satker) dan Badan Layanan Umum (BLU) tetap bisa mengajukan perubahan status menjadi perguruan tinggi negeri dengan badan hukum (PTN-BH) secara online.
Kedua, penyederhanaan akreditasi tetap berlangsung, perpanjangan otomatis akreditasi dilakukan secara online.
Ketiga, perguruan tinggi tetap bisa mengajukan pembukaan program studi baru secara online.
Keempat, kurikulum kampus merdeka dengan ruang kebebasan mahasiswa untuk belajar di luar kampus selama dua semester, bisa diselenggarakan dengan catatan.
Catatan pertama dilakukan secara online. Catatan kedua, dilakukan secara offline dengan memperhatikan secara ketat protokol kesehatan. Catatan ketiga, jika tidak bisa dilakukan catatan pertama dan kedua, maka akan ditunaikan setelah masa pandemi ini berakhir, mengingat sangat berisiko tinggi.
Di sisi lain, perlu dingat bahwa ruh perguruan tinggi adalah tridharma perguruan tinggi, yakni pendidikan, penelitian, dan pengabdian pada masyarakat. Ketiga unsur tridharma perguruan tinggi ini mau tidak mau harus didesain dengan pola New Normal.
Baca juga: Berharap New Normal Bisa Sukses Diterapkan
Secara umum, akses masuk kampus bisa dibuka untuk mahasiswa, dosen, dan tenaga kependidikan dengan memperhatikan protokol kesehatan yang strict. Sebelum masuk gerbang kampus, kelas, kantor, atau gedung harus ada pengecekan suhu tubuh, cuci sabun dengan air mengalir, penyediaan hand sanitizer, wajib bermasker, jaga jarak, serta menunjukkan surat sehat.
Selanjutnya di bidang tridharma pertama yakni pendidikan, layanan informasi, proses penerimaan, registrasi, orientasi mahasiswa baru, verifikasi dan pembayaran Uang Kuliah Tunggal (SPP) bisa dilakukan secara daring. Sedangkan perkuliahan bisa dilakukan secara blended learning, dengan maksimal 40-50% daring bagi dosen dengan usia 45 tahun ke bawah.
Baca juga: New Normal: Babak Baru Kehidupan Manusia Bersama Covid-19
Tempat duduk mahasiswa di dalam kelas harus menerapkan physical distancing. Kegiatan mahasiswa harus berpegang teguh social distancing. Kuliah praktikum bisa dilakukan secara online atau offline. Ujian tengah semester, akhir semester, skripsi/tesis/disertasi bisa online. Atau, skripsi/tesis/disertasi bisa digantikan dengan tugas akhir submit artikel di jurnal bereputasi mulai level Sinta 1 hingga level Sinta 6.
Skenario tridharma kedua yakni penelitian, perguruan tinggi harus cermat dan teliti dengan desain konsep barunya. Jika di tahun 2020 ini Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Islam telah meniadakan semua bentuk penelitian, kini masing-masing kampus harus menyiapkan konsep penelitian mandiri bagi para dosennya.
Beberapa kluster penelitian yang bisa dibuka di era New Normal ini antara lain kluster penelitian kolaborasi internasional, terapan internasional, pembinaan kapasitas, interdisipliner, pengembangan program studi, pengembangan pendidikan tinggi, terapan kajian strategis nasional, terapan pengembangan nasional, serta kolaborasi antar-perguruan tinggi.
Penelitian ini bisa dilakukan dengan jenis penelitian pustaka (library research), penelitian dan pengembangan (research and development), ataupun penelitian lapangan (field research), atau penelitian tindakan kelas (PTK).
Baca juga: Peluang Riset dalam Normalitas Baru Pandemi Covid-19
Sedangkan penelitian yang tidak disarankan di era New Normal adalah kluster sabbatical leave dan short course overseas research methodology. Pasalnya, dalam dua kluster penelitian ini, peneliti harus tinggal beberapa bulan di kampus luar negeri. Tentunya, hal ini akan berisiko tinggi adanya penularan Covid-19 pada para dosennya.
Selanjutnya konsep tridharma ketiga yakni Pengabdian pada Masyarakat harus dirancang berbeda. Selama pandemi Covid-19 ini hadir, hampir semua kampus yang ada di Indonesia meniadakan pengabdian kepada masyarakat, termasuk kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) mahasiswa. Di era New Normal ini, pengabdian masyarakat harus tetap dilakukan.
Beragam konsep KKN baik KKN Participatory Action Research (PAR), KKN Asset Based Community Development (ABCD), KKN Community Based Research (CBR), KKN Community Based Participatory Research (CBPR) bisa ditawarkan pada mahasiswa dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan.
Mahasiswa bisa meneliti dan menganalisis tentang kasus Covid-19 di daerah asalnya, bekerja sama dengan pihak terkait setempat untuk merancang, merumuskan, serta berpartisipasi di berbagai kegiatan penanganan Covid-19. Hanya KKN internasional yang perlu ditunda sementara waktu, mengingat jenis KKN ini menuntut mahasiswa untuk tinggal di kampus luar negeri selama berbulan-bulan.
Pun demikian dengan para dosen. Mereka tetap bisa beraktivitas mengabdi pada masyarakat, baik secara online maupun offline. Pastinya, dengan tetap cek suhu tubuh, bermasker, cuci tangan, serta physical and social distancing.
Demikian, serancang desain kampus merdeka di era New Normal. Meski masih menyisakan ketakpastian kapan diberlakukan kebijakan New Normal itu, serta misteri keberadaan titik ujung lengkung kurva kasus Covid-19 ke depan.
Setidaknya sebuah mercusuar grand design penerapan New Normal kampus merdeka bisa dipersiapkan oleh civitas akademika dalam mewujudkan tujuan mulia pendidikan. Sebagaimana pesan Jimmy Dean, I can’t change the direction of the wind, but I can adjust my sails to always reach my destination [Aku tidak bisa mengubah arah angin, tetapi aku bisa menyesuaikan layar kapal (tindakan) untuk selalu mencapai tujuanku]. [MZ]