M. Faisol Fatawi Wakil Dekan Bidang Akademik Fakultas Humaniora UIN Malang

Mengucapkan Selamat di Hari Raya

3 min read

Mengucapkan selamat kepada orang lain merupakan tradisi yang tidak bisa ditinggalkan dalam kehidupan sehari-hari. Biasanya ucapan selamat diberikan kepada orang yang sedang memperoleh keberuntungan, kesuksesan, dan atau kebahagiaan. Dalam bahasa agama, ucapan selamat berarti tahni’ah.

Secara etimologi, kata tahni’ah berarti membahagiakan atau ikut berbahagia atas kesenangan atau kesuksesan yang diperoleh oleh orang lain. Oleh karena itu, tahni’ah adalah ucapan selamat yang ditujukan untuk menyenangkan orang lain atas kebahagiaan atau kesuksesan yang dicapainya. Lawan dari kata tahni’ah adalah ta’ziyah yang berarti ungkapan rasa sedih atas musibah yang dialami seseorang.

Dalam bahasa Arab, kata tahni’ah juga semakna dengan tabrik (doa semoga diberi kenikmatan atau diberkati) dan tarfi’ah (kesenangan atau kemewahan). Baik kata tahni’ah, tabrik maupun tarfi’ah, semuanya memiliki pengertian semantik yang sama, yaitu menunjukkan kebahagiaan atas kenikmatan yang diperoleh orang lain. Hal ini biasanya ditunjukkan dengan doa kebahagiaan.

Al-Qur’an menggunakan kata baraka dan derivatnya sebagai doa kebaikan atau keberkahan. Kata ini digunakan sebanyak dua puluh lima kali. Sementara kata hani’ digunakan al-Qur’an untuk menggambarkan sesuatu yang baik untuk dinikmati. Biasanya kata hani’ dinarasikan dalam al-Qur’an untuk penghuni sorga; mereka diperintahkan untuk menikmati makanan dan minuman sebagai puncak kenikmatan yang tiada tara.

Dalam Islam, sejatinya ucapan selamat (tahni’ah) merupakan doa kebaikan dan keberkahan untuk orang lain. Ucapan ini disampaikan dalam setiap kesempatan saat orang lain mendapatkan kebahagiaan atau kenikmatan tertentu. Ucapan selamat (tahni’ah) merupakan hal yang dianjurkan karena ia menjadi bentuk keterlibatan seseorang atas kebahagiaan yang diperoleh oleh orang lain. Maka, ucapan selamat dalam Islam dapat membangkitkan rasa cinta kasih antarsesama yang dapat mengokohkan dan merekatkan hubungan antara satu dengan yang lain.

Baca Juga  Hedonisme: Gaya Hidup Toksik yang Dilarang Al-Qur’an

Ucapan selamat (tahni’ah) di hari raya, baik Idul Fitri maupun Idul Adha, juga biasa diucapkan seorang Muslim kepada Muslim yang lain. Meskipun Rasulullah Saw tidak mengajarkan secara pasti bentuk kalimat ucapan terkait hari raya, tetapi para sahabat telah mentradisikan untuk mengucapkan selamat kepada sesama setelah mereka menjalankan shalat Ied.

Jubair bin Nufair meriwayatkan, bahwa para sahabat Rasulullah Saw saat bertemu antarsesama di hari Ied, mereka satu sama lain berucap “taqabbal Allahu minna wa minka” (semoga Allah menerima amal ibadah kami dan kalian). Atas dasar itu, Imam Ahmad pun berpendapat bahwa mengucapkan “taqabbal Allahu minna wa minka” di hari raya bukan merupakan hal yang harus dipersoalkan; atau dengan kata lain hal itu boleh-boleh saja.

Redaksi ucapan selamat di hari raya pun beragam, tidak tunggal. Karena memang pada hakikatnya ucapan selamat itu adalah doa kebaikan. Redaksi yang paling popular di tengah masyarakat Indonesia adalah “taqabbal Allahu minna wa minkum” (Semoga Allah menerima amal ibadah kami dan kalian) atau “ja’alana Allahu minal a’idin wal faizin, kull amm wa antum bi khair” (Semoga Allah menjadikan kita termasuk orang-orang yang kembali suci dan beruntung. Semoga Anda selalu dalam kondisi baik setiap tahun).

Redaksi ucapam selamat hari raya, yang lain juga dapat kita temukan dalam tradisi masyarakat Muslim Arab, seperti Ahala Allahu alaika (Semoga Allah menyempurnakan amal ibadahmu); kull amm wa qulubukum baidla’ (Semoga hatimu suci setiap tahun); kull amm wa antum su’ada’ (Semoga Anda bahagia setiap tahun); as’ada Allahu ayyamakum wa taqabbal Allahu tha’atakum wa jama’ana wa iyyakum ala khair (Semoga Allah membahagiakanmu dan menerima ketaatanmu serta mengumpulkan saya dan kamu dalam kebaikan); taqabbal Allahu shiyamakum wa as’ada ayyamakum wa kull amm wa antum bi khair (Semoga Allah menerima puasa kamu dan semoga Allah menjadikan hari-harimu bahagia, semoga kalian selalu dalam kondisi baik setiap tahun); as’ala Allaha an yataqabbala minna wa minkum wa an yajma’ana bikum fil Firdausi al-a’la (Saya berdoa semoga Allah menerima amal ibadah saya dan kamu, serta menumpulkan kamu di surga Firdaus yang paling mulia); dan lain sebagainya.

Baca Juga  Cara Mengendalikan Hasrat Seksual

Banyaknya ragam redaksi ucapan selamat hari raya tersebut mengisyaratkan bahwa persoalan ini merupakan masalah ijtihadi. Karena tidak ada redaksi tunggal yang secara mutawatir diajarkan oleh Rasulullah Saw. Sebagai masalah ijtihadi, persoalan ucapan selamat hari raya menjadi sangat beragam, dari satu tradisi masyarakat Muslim ke masyarakat muslim yang lain.

Termasuk di Indonesia, ucapan selamat (tahni’ah) hari raya, khususnya saat Idul Fitri, menjadi unik. Umat Islam di Indonesia tidak saja mengucapkan “minal a’idin wal faizin” tetapi juga mereka mengutaraknnya dalam bentuk pengakuan kesalahan dan permintaan maaf atas kesalahan, sehingga kita semua menjadi kembali betul-betul suci (fitri). Sungguh sebuah tradisi luhur yang perlu dilestarikan. Tradisi pengakuan atas dosa-dosa yang pernah dilakukan—meskipun tidak disebut satu per satu. Ini menjadi titik balik kesadaran bagi setiap insan dalam menjalani kehidupan sosial di tengah masyarakat.

Tidak semua hal yang tidak diajarkan oleh Rasulullah Saw itu jelek atau bid’ah yang menyesatkan. Kita dapat mengambil hal-hal yang baik dari manapun, termasuk dari para sahabat seperti tradisi ucapan selamat di hari raya ini.  Rasulullah Saw pernah bersabda: “Sesungguhnya Allah telah menetapkan beberapa kewajiban, maka janganlah engkau menyepelekannya, dan Dia telah menentukan batasan-batasan, maka janganlah engkau melanggarnya, dan Dia telah pula mengharamkan beberapa hal, maka janganlah engkau jatuh ke dalamnya. Dia juga mendiamkan beberapa hal –karena kasih sayangnya kepada kalian bukannya lupa– maka janganlah engkau membahasnya” (HR. Ad-Daruquthni).

Kadang, Allah SWT sengaja mendiamkan suatu masalah karena memang Allah hendak memberikan kerahmatan kepada umatnya. Masalah tahni’ah di hari raya dan ragam redaksinya tidaklah harus dipersoalkan, tetapi ambil sisi kerahmatan Allah di dalamnya. Tidak ada yang salah dengan doa melalui tahni’ah antar sesama di hari raya. Doa itu menjadi pedang bagi seorang mukmin (silah al-muk’min). Selamat hari raya Idul Fitri, Ied Mubarak.[]

M. Faisol Fatawi Wakil Dekan Bidang Akademik Fakultas Humaniora UIN Malang

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *