Mohammad Rizal Fikri Mahasiswa STAI Al-Fithrah Surabaya

[Cerpen] Skenario Tuhan yang “Rumit” untuk Sebuah Cinta

2 min read

Aku tak bahagia dalam kisah cinta yang seperti ini. Sebab masih ada hati yang lembut untuk untuk diberi kasih sayang. Terkadang aku bertanya pada diriku, mengapa aku masih saja ingin mendapatkan seseorang yang sudah jelas tak mencintaiku.

“Sudah tiga kali kau campakkan aku, Izzah, mengapa?”.

“Maaf Zuhri aku mencintai Pram.”

“Tapi kau tahu kan bahwa Pram tidak mencintaimu.”

Sungguh tragis memang kalau menjalin hubungan dengan bertemu dengan titik cinta segitiga. Akan menjadi apa jadinya, pasti salah satu dari ketiganya memang harus menelan pil pahit.

Diriku memang tahu bahwa wajahku tak semenarik Pram. Ia memiliki wajah tampan dan tubuh membidang atletis seperti bintang iklan sedangkan aku hanya seorang laki-laki kumus dengan wajah bulat dan potongan rambut acak-acak seperti anak urakan.

“Mengapa Zuhri, mengapa kau terus mengejar-mengejar diriku. Padahal aku tak sudi untuk menjalin kasih dengan dirimu.”

Entah otak sudah tidak bisa berbicara atau berpikir jernih memang. Saat seseorang laki-laki jatuh cinta secara tulus pada seorang wanita yang ada dihadapanya. Maka ia tak kan sanggup untuk mudah melupakannya.

“Aku tanya padamu, Zuhri, mengapa dan apa alasanmu untuk mencintaiku?”, tambah wanita yang ada di hadapanku sambil ia menahan air matanya untuk keluar.

Sudah lama sekali memang saat pertama kali aku mengucapkan rasa yang tak pantas aku ucapkan kepada dirinya. Aku tak tahu mengapa aku mencintainya dengan sangat dalam seperti palung pada lautan yang tak tahu dasar permukaan. Saat diriku hanya pasrah dan menerima rasa sakit yang begitu dalam atas penolakanmu padaku.

“Sudah Zuhri ikhlaskanlah aku”.

Dengan berat memang diriku harus menelan bom penolakan darinya sekali lagi. Dengan rasa sakit yang menyesak pada dada. Bahkan waktu saja yang tahu bagaimana cara menyembuhkan hati yang terluka dengan irisan luka tanpa darah yang melukai ini.

Baca Juga  [Resensi Buku] Pandemi, Problem Kemanusiaan dan Keberagamaan

“Zuhri apa kau tahu Aini bahwa ia sangat cinta padamu, lalu mengapa dirimu tak memilih ia”. Spontan gigil tulang punggungku tersendat kaget, tak menyangka percintaan ini malah semakin rumit. Sudah tiga korban dalam cinta segitiga, di tambah dengan wanita mungil cantik yang mempesona yang masih polos tentang arti percintaan.

“Apa kau tak tahu bahwa Pram sangat mencintai Aini”, tambahku dengan nada yang mulai tinggi.

Aku tak heran maupun kaget dengan alis mata yang ingin menyentuh rambut depan wanita yang ada dihadapnku. Dengan ini sudah selesai tanpa titik ujung yang tak mengerti mengapa semua tak mau mengalah untuk seseorang yang dicintainya. Entah, mengapa dengan Tuhan memberikan skenario cinta yang sangat rumit ini.

“Aku tanya padamu, Izzah, apa arti cinta sebenarnya? Mengapa Tuhan menciptakan cinta kalau inti semua ini adalah hanya hati yang sengaja untuk patah”.

Lama pasti dirinya menjawab pertanyaanku yang rumit. Aku tahu bahwa kita berempat adalah orang-orang yang masih bodoh untuk melafalkan cinta. Kita adalah kompas yang tak tahu arah mata angin yang kita tuju. Cinta ini akan berjalan seperti perlintasan air yang terus mengikuti arusnya.

“Apa kau tahu Zuhri, bahwa inti dari cinta adalah ikhlas; sebuah perasaan merelakan semua apa yang kita punya untuk orang yang kita cintai. Entah Tuhan sedang asyik bercanda dengan kita dan membuat skenario cinta ini penuh liku dan rumit. Tapi ingat Zuhri bahwa Tuhan menciptakan rasa ikhlas terhadap manusia agar manusia mengerti apa arti kebahgiaan itu”.

Aku terdiam seribu bahasa mematung pilu menghadap ke arah dirimu; diam dan merenung.

“Kita dalam skenario Tuhan, Zuhri. Ingat tak ada yang salah dengan cinta. Tapi kalau kau ingin meminta cinta seseorang itu kehendak orang yang kau minta. Tugas kita hanya mencintai bukan menuntut cinta kepada orang yang kita cintai”.

Baca Juga  Lontara Latoa: Transformasi Politik Islam di Tanah Bugis (Bag. 2)

Sungguh sukar dipercaya bahwa diriku sudah mati langkah oleh wanita yang kucintai di hadapanku. Diriku sudah dalam kondisi setengah mati untuk bisa menjawab kenyataan ini. Apa yang harus aku lakukan?

“Sebenarnya diriku juga masih bingung, Zuhri. Dengan keadaan seperti ini apa yang harus aku lakukan. Menerimamu atau aku tetap dengan rasa cintaku pada Pram. Sama seperti dirimu sekarang pastinya. Sekarang aku tanya padamu, apa yang akan kau lakukan?” Aku sontak kaget dengan pertanyaan lemparan tersebut. Diriku hanya diam dan mematung.

“Aku tanya sekali lagi, Zuhri. Apa yang sekarang yang akan kau perbuat?” Pertanyaan lemparan keduamu yang bernada tinggi membuat diriku harus menjawab.

“Sudahlah, lebih baik kita diam saja dan berjalan tegak lurus terhadap apa skenario Tuhan yang kita jalani. Dengan mengikuti skenario-Nya, kita mungkin akan tahu interpretasi cinta masing-masing. Sudahlah jangan hiraukan diriku. Sekarang aku minta dirimu untuk pergi meninggalkanku. Sudah, sana pergi”.

Entah apa yang sedang merasuki diriku mengusir dirinya pergi.

“Zuhri”, pintanya dengan nada memelas.

“Sudahlah, pergi menjauhlah dariku.”

Mengapa Tuhan menciptakan kisah cinta ini sangat rumit. Sampai akal pikiranku tak menjangkau dengan apa kuasa Tuhan berikan pada kemudian hari. Yang pasti entah kapan Tuhan akan menjawab persoalan cinta ini dengan skenario yang tak terduga dan juga akhir yang tak terduga. [MZ]

Mohammad Rizal Fikri Mahasiswa STAI Al-Fithrah Surabaya