[Ambeien]
Malam ini beberapa pasien di tempat praktik memperlakukanku seperti bakul rujak. Salah satunya seorang wanita seperti Ibu ini.
“Ibu, keluhannya apa?”
“Saya ambeien, Dokter.”
“Lho keluhan kok ambeien. Apa kalo BAB keluar tulisan ambeien gitu?”
“Saya dulu pernah operasi ambeien.”
“Maaf, yang saya tanyakan keluhan yang ibu rasakan sekarang apa?”
“Kalo BAB sakit.”
“Nah gitu. Diagnosis ambeien apa tidak biar saya yang memastikan. Karena kalau benar ambeien harusnya tidak sakit.”
“Sakit saya ini karena ambeien. Saya tahu pasti. Orang di luar itu juga katanya ambeien dan sakit. Dan saya sudah minum obat ard*** selama beberapa bulan. Cuma belum sembuh.”
Daripada saya garuk-garuk kepala yang tidak gatal gegara berdebat dengan pasien ngeyel, langsung saya periksa.
“Dari hasil pemeriksaan tadi Ibu sekarang tidak sakit ambeien. Lalu saya tunjukkan gambar-gambar dalam presentasi saya tentang penyakitnya lengkap dengan rencana pembedahan.”
Tapi dia tidak mau sedikitpun memperhatikan dan berusaha memahami penjelasan saya.
“Stop… stop! Saya tidak mau operasi. Saya hanya mau obat.”
“Ibu saya bukan bakul rujak yang bisa dipesan tidak mau mentimun, mangga mudanya yang banyak. Sambelnya minta yang pedes. Sebagai dokter saya harus mempertanggungjawabkan setiap pilihan terapi yang saya tawarkan kepada pasien. Saya salah kalau hanya memberikan obat anti -nyeri tapi membiarkan penyakitnya tetap ada.”
“Sudahlah Dokter gapapa. Yang penting saya jangan dioperasi.”
“Jadi Ibu ngin saya jadi penjual rujak,” saya tegaskan sambil berusaha tetap terus tersenyum.
Dia pun tertawa-tawa sambil keluar membawa resep.
[Sel Telur]
Pasangan muda datang ke tempat praktik.
“Sel telur suami saya sakit, Dokter.”
“Sel telur?”
“Iya Dokter. Telur saya yang kanan beda sama yang kiri.”
“Lho ini ngomongin telur rebus apa telur goreng?” Pura-pura gak paham.
“Bukan, Dokter. Telur saya yang kanan membesar dan sakit.”
Setelah cukup saya minta pasien ke ruang periksa.
“Oalaaah, ini tadi ngomongin telur mentah? Telur mentah memang lebih enak ya?”
Tiba-tiba si istri yang sejak tadi tampak tegang, berkomentar sambil tertawa.
“Ya iya lah, Dokter. Siapa juga yang tega memasaknya?”
Pasien pun ikut tertawa mengiringi tawa istrinya. Apa lucunya ya?
[Sudah Tua]
Seorang wanita paruh baya periksa kesehatannya ditemani suaminya. Setelah saya uraikan secara detail tentang penyakit dan rencana pembedahan biasanya pasien-pasien lain merasa kagum dan puas mendapatkan penjelasan rinci, tapi tidak ibu ini.
“Bagaimana, Bu? Paham dengan penjelasan saya?”
“Pokoknya saya pasrah. Saya ikut aja sama Dokter.”
“Lho, jangan begitu. Kalau Ibu ikut saya nanti bapak sendirian di rumah.”
Mereka berdua terbahak-bahak.
“Kami sudah tua Dok, sudah nggak gitu-gituan.”
“Walah, yang bilang Ibu masih gitu-gituan siapa? Saya cuma bilang kalau Ibu ikut saya, siapa yang menemani Bapak di rumah?”
“Maksud saya itu, saya manut aja apa yang terbaik menurut Dokter.”
Biarpun tidak begitu peduli dengan dirinya karena tidak menganggap penting penjelasan saya, Ibu ini termasuk orang gigih. Sudah tau bergurau masih dijelaskan juga. Hehehe…
[MZ]