Nuzula Nailul Faiz Alumnus Sosiologi Agama UIN Sunan Kalijaga

Kisah Kelam Bani Israil yang Pernah Tertindas dan Terbelakang

2 min read

Bani Israil atau orang Yahudi di masa Nabi Muhammad saw. dalam sejarah seringkali dikesankan sebagai kaum yang menyombongkan golongannya, sembari menganggap rendah kelompok lain. Mereka merasa sebagai kaum terpilih yang dianugerahi Tuhan banyak nabi-nabi dan rasul. Saking sombongnya, mereka sampai tidak mengakui Nabi Muhammad saw. sebagai nabi terakhir yang sudah tertulis dalam kitab suci mereka, karena beliau bukan berasal dari golongan mereka.

Kesombongan orang Yahudi di masa Nabi Muhammad saw. itu banyak dibahas dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Al-Qur’an menyoroti kesombongan dan karakter orang Yahudi dalam menentang Nabi Muhammad saw. itu seperti karakter nenek moyang mereka, yakni Bani Israil di zaman Nabi Musa as. atau nabi-nabi lainnya. Ternyata, kisah Bani Israil tidak melulu soal kejayaan dan kecerdasan mereka sebagai ahli kitab. Bani Israil juga punya kisah kelam yang masyhur, tentang ketertindasan dan betapa bodohnya mereka.

Penindasan Fir’aun dan Terbelakangnya Bani Israil

Bani Israil di zaman Nabi Musa as. dalam stratifikasi sosial pada kondisi ketika itu, termasuk golongan rendah dan kurang berpengetahuan. Peradaban Mesir waktu itu dikuasai dan dibangun oleh para fir’aun dan golongan qibtinya. Kebanyakan Bani Israil hidup sebagai rakyat biasa, pekerja-pekerja kasar, bahkan banyak juga dari mereka yang menjadi budak, yang dipaksa membangun piramida dan kuburan raja-raja dan bangsawan. Bani Israil merupakan warga kelas dua dalam peradaban Mesir waktu itu.

Saking lamanya mereka tertindas dan terjajah oleh kaum bangsawan Qibty, timbul sifat apatis di antara mereka. Mereka tidak pernah punya cita-cita dan keinginan untuk merdeka dari perbudakan Fir’aun. Tidak ada sikap yang tegas dan cita-cita kuat dalam diri mereka. Sifat mereka ini nanti sedikit banyak masih tersisa saat mereka coba diajak berjuang dan dibebaskan oleh Nabi Musa as. dari penindasan Fir’aun dan golongannya.

Baca Juga  Integrasi Islam dan Kebudayaan Jawa: Sebuah Harmoni yang Kaya

Bani Israil juga waktu itu sama sekali bukan golongan yang terpelajar dan terdidik. Hampir tidak ada cerdik-cendekiawan berasal dari golongan mereka. Para cendekiawan,  ilmuwan, dan pemegang posisi strategis waktu itu berasal dari kaum bangsawan. Termasuk di antaranya adalah para penyihir Fir’aun yang tadinya melawan Nabi Musa as. Bani Israil sebagai warga kelas dua waktu itu, tidak punya akses pendidikan dan hanya punya peran dalam pekerjaan-pekerjaan kasar dan rendah.

Kepercayaan Bani Israil sendiri sama dengan kepercayaan golongan bangsawan waktu itu. Mereka menyembah berhala-berhala yang dibuat oleh mereka. Mereka memuja-muja berhala yang mereka buat sendiri itu. Walau keturunan para nabi yang mengajak pada tauhid, Bani Israil waktu itu mengikuti sesembahan para penindasnya dalam kurun waktu yang cukup lama. Penyembahan pada berhala itu sudah mendarah daging pada diri mereka (Tafsir Tahlili NU Online Apps).

Rendah Diri dan Kebodohan yang Masih Tersisa

Dengan kondisi sosial yang seperti itu, Allah swt. mengutus Nabi Musa as. dan Nabi Harun as. sebagai rosul untuk mengajak mereka kembali pada agama tauhid, dengan beriman pada-Nya dan melawan penindasan dari Fir’aun. Nabi Musa as. yang memang berasal dari bani Israil walau dibesarkan di istana Fir’aun itu, mulai terang-terangan menentang Fir’aun  yang mendaku diri sebagai tuhan. Nabi Musa as. dianugerahi Allah swt. mukjizat-mukjizat untuk melawan Fir’aun dan membuktikan sebagai utusan Allah swt. Puncaknya, Fir’aun murka dengan mengejar Nabi Musa as. dan Bani Israil untuk dihabisi.

Kemudian, terjadilah mukjizat masyhur berupa terbelahnya laut untuk menjadi jalan bagi Nabi Musa as. dan Bani Israil agar bisa kabur dari kejaran bala tentara Fir’aun. Fir’aun dan bala tentaranya yang mengikuti jalan itu, kemudian ditenggelamkan oleh Allah swt. dengan dikembalikannya lautan seperti semula. Bani Israil pun lolos dari kejaran para penindasnya itu.

Baca Juga  Teknologi untuk Pembelajaran Anak di Tengah Pandemi Covid-19

Bani Israil yang tidak terpelajar dan tidak memahami konsep keimanan itu, kurang memahami dan menghayati betul agama tauhid yang disampaikan Nabi Musa as. Adat istiadat dan kepercayaan mereka, seperti menyembah berhala, masih sangat besar pengaruhnya pada diri mereka, sehingga kepercayaan tauhid yang baru ditanamkan Nabi Musa as. dengan mudah dapat digoyahkan. Hal ini bisa dilihat dari peristiwa saat mereka sudah selamat dari kejaran bala tentara Fir’aun, yang diceritakan Allah swt. dalam QS. Al-A’rof ayat 138.

Allah swt. berfirman:

 وَجَاوَزْنَا بِبَنِيْٓ اِسْرَاۤءِيْلَ الْبَحْرَ فَاَتَوْا عَلٰى قَوْمٍ يَّعْكُفُوْنَ عَلٰٓى اَصْنَامٍ لَّهُمْ ۚقَالُوْا يٰمُوْسَى اجْعَلْ لَّنَآ اِلٰهًا كَمَا لَهُمْ اٰلِهَةٌ ۗقَالَ اِنَّكُمْ قَوْمٌ تَجْهَلُوْنَ ١٣٨

Terjemah:Kami menyeberangkan Bani Israil (melintasi) laut itu (dengan selamat). Ketika mereka sampai kepada suatu kaum yang masih tetap menyembah berhala, mereka (Bani Israil) berkata, “Wahai Musa, buatlah untuk kami tuhan (berupa berhala) sebagaimana tuhan-tuhan mereka.” (Musa) menjawab, “Sesungguhnya kamu adalah kaum yang bodoh.” (Terjemah Kemenag, 2019)

Syekh Nawawi dalam Muroh Labid menjelaskan, kaum yang masih tetap menyembah berhala itu adalah golongan kan’aniyin penyembah perwujudan tuhan mereka dalam bentuk patung sapi. Bani Israil yang memang sebelumnya terbiasa dengan cara beribadah seperti itu sebelumnya, meminta kepada Nabi Musa as. agar beliau membuatkan dan mewujudkan patung-patung sebagai bentuk perwujudan beribadah pada Allah swt., sebagaimana yang dilakukan golongan penyembah berhala yang mereka lihat itu.

Mereka kemudian dibodohkan oleh Nabi Musa as. Syekh Nawawi mengomentarinya dengan menyatakan, “Tidak ada kebodohan yang lebih agung lagi dari apa yang nampak dari Bani Israil dalam peristiwa itu, karena mereka mengatakan hal bodoh itu, setelah mereka menyaksikan dan mengalami sendiri mukjizat yang agung, yakni terbelahnya lautan dan tenggelamnya Fir’aun”. Begitulah salah satu kisah terbelakangnya Bani Israil yang diabadikan dalam Al-Qur’an.

Baca Juga  Agama Mengajarkan Kebaikan, Namun Tak Semua Pemeluk Mengamalkannya

Wallahu a’lam bish showab.

Nuzula Nailul Faiz Alumnus Sosiologi Agama UIN Sunan Kalijaga