Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia membutuhkan petunjuk berperilaku sosial sesuai dengan perintah dan larangan Allah. Karenanya, Al-Qur’an hadir untuk mengajarkan bagaimana akhlak seseorang dalam menjalin persaudaraan dan kebaikan terhadap sesama, tetangga, maupun masyarakat yang lebih luas.
Jika akhlak qur’ani telah tecermin pada tiap individu, ini akan menjadi benteng atau pelindung dari perbuatan tercela hingga tindak kejahatan yang merugikan dirinya dan juga masyarakat.
Untuk itu, menjadi penting bagi umat Islam memahami beberapa nilai akhlak bertetangga atau bermasyarakat yang baik sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an. Beberapa nilai akhlak yang fundamental disebutkan dalam Al-Qur’an di antaranya:
Ta’awun
Adalah di luar kemampuan individu untuk melakukan segala aktivitas jika dikerjakan hanya dengan sendirian. Jelaslah bahwa manusia tidak bisa berbuat banyak tanpa bergabung dengan yang lain.
Hanya dengan tolong-menolong (ta’awun) dan gotong royong manusia bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Untuk itu Alquran menekankan dalam suatu masyarakat untuk saling menolong satu sama lain (Tafsir al-Sya‘rawi 5/2907).
وَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوٰىۖ وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِۖ وَاتَّقُوا اللّٰهَۗ اِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ
“… Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat berat siksaan-Nya.” (QS. al-Maidah [5]: 2)
Dalam konteks akhlak terhadap masyarakat yaitu tolong menolong menurut Syekh Nawawi (2/33) yang perlu digarisbawahi adalah tolong menolong dalam hal kebajikan dan tidak boleh tolong-menolong dalam keburukan atau bisa disebut sebagai persekongkolan.
Tolong-menolong dalam perkara-perkara sosial, muamalah, dan kemasyarakatan sejatinya memiliki tujuan untuk menjadikan umat manusia supaya tidak mengenal pertengkaran, perpecahan, saling menuduh, saling memutuskan persaudaraan, souvinistis, dan tidak pula fanatisme golongan.
Amar Makruf dan Nahi Mungkar
وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِۗ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ
“Hendaklah ada di antara kamu segolongan orang yang Imenyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran [3]: 104)
Setiap permasalahan sosial memiliki faktor penyebab dan dampak yang bervariasi, disinilah peran amar makruf dan nahi munkar untuk memperbaiki moral dan akhlak masyarakat, serta mengatasi masalah sosial yang timbul di masyarakat. Terlebih, masalah sosial yang marak di masyarakat saat ini berkaitan dengan konflik komunal, yang mengatasnamakan agama dan juga kerusakan moral.
Dengan demikian, menurut Imam al-Nawawi, di antara akhlak dalam bermasyarakat adalah mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran. Namun, perlu dicatat bahwa amar makruf nahi mungkar ini harus disertai ilmu agar tidak malah semakin terjerumus dalam kedurhakaan yang lebih dalam. (Tafsir Marah Labid 1/414)
Menjauhi Prasangka Buruk
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِّنَ الظَّنِّۖ اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ وَّلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَبْ بَّعْضُكُمْ بَعْضًاۗ
“Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain…” (QS. al-Hujurat [49]:12)
Dalam kehidupan bermasyarakat, sudah seharusnya sebagai umat yang baik dapat menjaga prasangka terhadap orang lain. Karena biasanya prasangka buruk menjadi awal dari terjadi nya suatu konflik.
Larangan berprasangka buruk menurut M. Quraish Shihab bukan hanya untuk sesama mukmin, tetapi kepada umat manusia secara keseluruhan, dan pendapat ini berbeda dari kebanyakan mufassir lainnya.
Ia juga menekankan tentang larangan berprasangka buruk karena akan menimbulkan dosa, dan sebagai keadilan terhadap tersangka/terduga dalam suatu permasalahan dalam masyarakat jika tidak memiliki bukti atas dugaan yang dijatuhkan padanya, juga sebagai sumber awal mencari-cari kesalahan orang lain. (Tafsir al-Misbah: 253-256)
Selain itu, Syekh Nawawi menambahkan bahwa dalam akhlak terhadap sesama dalam konteks bermasyarakat, yang perlu diperhatikan adalah tidak mencari-cari kesalahan orang lain dan tidak bergunjing.
Orang yang menggunjing saudara muslimnya dalam ayat itu diibaratkan dengan memakan bangkai saudara sendiri, sehinngga hal ini tentunya harus dihindari dalam menjaga akhlak terhadap sesama (Tafsir Marah Labid: 110).
Setelah memahami beberapa nilai di atas, hal yang sangat penting adalah bagaimana mewujudkan akhlak yang dijelaskan dalam nas Al-Qur’an dalam kehidupan bermasyarakat, karena tidak bermakna sebuah konsep yang apabila tidak direalisasikan secara praktis.
Dengan menerapkan nilai akhlak tersebut, dapat dirasakan beberapa nilai dalam kehidupan, yaitu adanya nilai keseimbangan sosial dan keselarasan dalam kehidupan. Wallahualam bissawab. [AR]