Naufal Robbiqis Dwi Asta Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya

Kesadaran Untuk Bijaksana Dalam Bermedia Sosial

3 min read

Aristoteles menyebut manusia sebagai zoon politicon, yaitu karakteristik manusia yang memiliki keinginan untuk berkelompok dan beraspirasi dengan manusia lain. Hal yang serupa diungkapkan oleh para filsuf eksistensialis, bahwa manusia memiliki karakter ontologis yang khas, yaitu melakukan hubungan dengan yang lain. Pendapat tersebut diungkapkan oleh Martin Heiddeger yang diistilahkan sebagai mitsein dan Gabriel Marcel dengan istilah Co-existence.

Kehidupan seseorang tidak dapat dilepaskan dengan hubungan dari dirinya sendiri dengan orang lainnya. Hal tersebut merupakan suatu fitrah atau sunnatullah yang dimiliki oleh manusia karena manusia merupakan makhluk sosial. Hubungan antar manusia tersebut tidak akan terlepas dengan sarana utamanya, yaitu berkomunikasi. Dengan demikian, hubungan antar manusia dengan yang lainnya tidak dapat dilepaskan dengan adanya komunikasi tersebut.

Dewasa ini, hubungan sosial antar manusia menjadi sangat mudah untuk dilakukan. Dengan bantuan perkembangan teknologi dan informasi, manusia memiliki suatu sarana baru yang mereka ciptakan sendiri untuk melakukan komunikasi, yaitu dengan adanya peran media sosial. Media sosial merupakan platform pada media digital yang memberikan fasilitas serta memudahkan manusia untuk berinteraksi dengan sesamanya.

Media sosial juga memberikan fitur-fitur yang canggih berupa kemampuan untuk membagikan atau menyalurkan konten seperti tulisan, film, gambar, video, dan suara. Media sosial memberikan beberapa manfaat diantaranya adalah sebgai sarana berkomunikasi, berdakwah, informasi, berbisnis, membuat karya tulis, mendapatkan hiburan, mencari jodoh, bertemu dengan orang-orang yang memiliki minat sama, dan lain sebagainya. Namun apakah menjalin hubungan sosial dengan media sosial sepenuhnya memiliki manfaat yang baik bagi manusia?

Jawabannya adalah tidak sepenuhnya demikian. Melakukan hubungan sosial dengan media sosial juga memiliki kekurangan dan terutama jika dilakukan terlalu berlebihan. Adapun kekurangan yang paling membahayakan dari berlebihan dalam menggunakan media sosial adalah munculnya sikap ketergantungan mereka tehadap media sosial.

Baca Juga  Efektivitas Edaran Covid-19

Pertama, sikap ketergantungan tersebut dapat mengikis rasa empati dan interaksi secara langsung dari seseorang dengan yang lainnya saat berada di suatu forum atau perkumpulan. Suasana yang demikian akan dapat memecah keharmonisan dari perkumpulan tersebut. Terlebih lagi dalam kasus-kasus tertentu, terdapat orang lain yang dihiraukan saat mengajaknya berbicara, karena terlalu asik menikmati dunia media sosialnya. Di samping itu, pengaruh buruk yang diberikan juga mengantarkan seseorang menjadi pribadi yang individualistik dan selalu ingin menyendiri.

Kedua, sikap ketergantungan tersebut juga dapat mempengaruhi dimensi psikologis seseorang yang bermedia sosial. Mengutip dari laman Kompas.com: Kecemasan Gen Z akibat Media Sosial, hasil survey yang dilakukan pada 26 negara menyatakan bahwa penggunaan media sosial dapat memberikan pengaruh psikologis berupa rasa khawatir dan cemas, dengan data yang lebih besar terjadi pada generasi saat ini dibandingkan generasi sebelumnya. Kekhawatiran tersebut berupa rasa takut seseorang dari kehilangan informasi atau biasa disebut FOMO (fear of missing out).

Ketiga, ketergantungan tersebut juga dapat membuat seseorang menjadi lalai akan tanggung jawab pada kehidupan kesehariannya. Ketergantungan ketiga ini, justru dapat mempengaruhi kehidupannya, yang mana aktivitas maupun kewajiban yang ia lakukan dapat terganggu atau tergantikan dengan keasyikannya bermedia sosial. Contoh yang sering ditemukan adalah kita suka meninggalkan sholat, mengabaikan belajar, dan lain-lainnya, yang mana kita telah mengetahui bahwa itu sebuah kewajiban, tetapi kita lebih memilih untuk bermedia sosial.

Dampak-dampak buruk lainnya juga dapat ditemukan seperti munculnya sifat saling menghina yang lain karena perbedaan tertentu, menumbuhkan rasa malas dalam diri seseorang karena terlalu asyik dalam bermedia sosial, percaya dengan berita palsu atau hoax, dan lain sebagainya. Lantas bagaimana seharusnya menghadapi dan menghindari permasalahan yang demikian ?

Baca Juga  Tragedi Asyura dan Kepatuhan dalam Konteks Keumatan

Upaya pertama yang dapat dilakukan adalah dengan menanamkan kesadaran selektif dalam bermedia sosial. Sikap selektif ini bukan semata-mata digunakan untuk memilah informasi saja, tetapi dapat digunakan juga untuk menumbuhkan kesadaran untuk membagi waktu, kapan waktu untuk bermedia sosial, kapan waktu untuk bersosial secara langsung, dan kapan waktu untuk menjalankan kewajiban atas dirinya sendiri.

Sebagai muslim, bermedia sosial juga seharusnya dilakukan untuk menyebarkan kebenaran atau kebajikan, tidak digunakan untuk saling membenci atau menghina orang lainnya. Allah SWT telah melarang manusia untuk berbuat saling menghina terhadap orang lain. Dalam QS. Al-Hujurat ayat 11 Allah berfirman :

Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barangsiapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zhalim.

Bermedia sosial juga sebaiknya dilandasi dengan sikap kritis, baik dengan informasi yang diberikan oleh teman maupun informasi yang beredar. Tujuan utamanya adalah agar kita tidak mudah mempercayai berita, informasi atau isu-isu hoax yang beredar di media sosial. Sikap kritis tersebut juga sebaiknya ditujukan pada diri sendiri yang akan menyebarkan suatu informasi tertentu, apakah informasi yang akan kita sebarkan itu sesuai fakta dan memberikan manfaat pada oran lain atau hanya sekedar berita palsu dan tidak bermanfaat, bahkan terdapat unsur membenci, menghasut, atau memfitnah pihak-pihak yang lainnya.

Baca Juga  Aturan dan Pelaksanaan DAM Dalam Haji

Saat ini, media sosial memang merupakan suatu hal yang tidak dapat dilepaskan dengan kehidupan manusia. Kecenderungan tersebut terbentuk dari sifat dalam diri manusia yang memiliki karakteristik untuk memproduksi dan mengkonsumsi. Akan tetapi, meskipun hubungan antara media sosial dan manusia sangat terikat erat dalam sehari-harinya, ada baiknya juga kita untuk lebih bijaksana lagi dalam menghadapinya. Karena pada dasarnya, Islam selalu mengajarkan manusia untuk menjadi pribadi yang bijaksana.

Tulisan ini di susun untuk literasi publik dan bentuk peringatan Hari Media Sosial Nasional pada 10 Juni 2023.

Naufal Robbiqis Dwi Asta Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya