Rohmat Hidayatulloh Pegiat di Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama

Teror Bom: Salah Kaprah Jihaders Anyaran

2 min read

Islam adalah agama yang berlandaskan kasih sayang untuk semesta alam. Manusia, hewan, dan tumbuhan, dalam Islam, semuanya harus dijaga. Konsep Islam menumbuhkan rasa dan sikap toleransi, yang dalam Alquran disebut sebagai rahmatan lil-‘alamin. Sayangnya, konsep utama Islam sebagai agama rahmatal lil-‘alamin saat ini terusik oleh sikap keberagamaan beberapa kelompok.

Kelompok-kelompok ini kerap bersembunyi di bawah pekik takbir dan mengatasnamakan jihad fi sabilillah. Padahal, apa yang dilakukan sama sekali tidak mencerminkan sebuah “jihad” dalam konteks Islam. Secara instens mereka terus menebarkan berbagai ancaman dan teror terhadap orang yang berbeda keyakinan, atau bahkan sekeyakinan, namun hanya berbeda dalam segi pemahaman. Kelompok yang boleh saya sebut sebagai jihaders anyaran ini membuat wajah Islam, dalam konteks makro, perlahan tampak sebagai agama yang brutal dan anarkis.

ISIS (Islamic State of Iraq Syuriah) dan Al-Qaeda merupakan contoh dari kelompok jihaders anyaran yang dikenal di berbagai media. Kedua kelompok tersebut memiliki kesamaanpaham yang menganggap bahwa jihad memiliki makna tunggal berupa “perang”, sehingga berperang merupakan sebuah keharusan bagi mereka. Perang, menurut mereka, merupakan satu-satunya jalan menjadikan Islam sebagai agama yang berkuasa di seluruh penjuru bumi. Tujuan mereka adalah mendirikan khilafah Islamiyah, yang mereka anggap sebagai “solusi segala umat”.

Kekuatan dan konsolidasi yang kuat dari kelompok militant tersebut tidak lepas dari proses rekrutmen anggota yang gencar dilakukan. Tragisnya, salah satu ladang anggota dari kelompok militant di atas adalah Muslim Indonesia. Doktrin Islam radikal yang sempurna, beserta bumbu surgawi dan dilengkapi dengan imbalan materiil nan menggiurkan, merupakan “pupuk” yang membuat ladang kelompok jihaders anyaran ini tumbuh subur di Indonesia.

Tokoh jihaders anyaran pada level nasional bisa dilihat dalam sosok Amrozi, Nordin M Top, ataupun teroris lain yang pernah mengguncang Indonesia. Rentetan peristiwa terorisme, mulai dari Bom Bali tahun 2004 hingga peristiwa Bom tiga gereja di Surabaya, menjadi indikasi kuat bahwa kasus terorisme di Indonesia tidak dapat dipandang sebelah mata. Mereka menganggap bahwa orang-orang non-Muslim halal darahnya karena kekufuran mereka terhadap Allah swt. Mereka juga beranggapan bahwa teror bom adalah sebentuk jihad yang bisa mengantarkan mereka menuju syahid.

Baca Juga  Bagaimana Sikap Muslim Menghadapi Era Teknologi?

Pertanyaannya: apakah benar jihad harus sengeri itu?

Dalam berbagai literatur, jihad memiliki makna beragam yang muncul dari beberapa kelompok di kalangan umat Muslim. Keberagaman tersebut bukan hanya berkaitan dengan pengertian ataupun waktu untuk menegakkan jihad, namun juga berkaitan dengan bagaimana keharusan jihad itu dilakukan. Memang, tidak dapat dibantah bahwa jihad juga dapat diartikan sebagai perang, yang dalam konteks dapat dirupakan dengan teror dalam bentuk bom. Namun, ternyata konteks jihad dalam bentuk bom tersebut malah berseberangan dengan Sunnah Nabi perihal kriteria jihad dalam bentuk perang yang dilakukan oleh Rasulullah pada masanya.

Pertama, misi nabi dalam berjihad adalah untuk memberdayakan masyarakat yang tidak berdaya menghadapi kezaliman, kekejaman, dan kekejian. Jihad dilakukan dalam nuansa keadilan, bukan dengan nuansa yang mencekam.

Kedua, dalam menjalankan misinya, Rasulullah tidak pernah mengorbankan masyarakat yang tidak bersalah, atau menghancurkan sarana kepentingan umum seperti yang dilakukan oleh jihaders anyaran. Konteks jihad dalam bentuk terorisme berupa bom yang saat ini marak terjadi tidak sama sekali dapat dibenarkan.

Selain itu, sebagian ulama menganggap bahwa jihad bukanlah salah satu aspek ajaran pokok yang menjadi penentu hubungan antara Muslim dan non-Muslim. Jihad dimaknai sebagai upaya membangun kedamaian demi terciptanya kemerdekaan dalam beragama. Bahkan, salah satu ulama mazhab Maliki, Imam Abu Sufyan Ath-Thawri berpendapat bahwa memerangi non-Muslim bukanlah sebuah kewajiban. Bagi sebagian ulama yang memiliki pemahaman moderat, konteks kafir (non-Muslim) bukanlah suatu bentuk perlawanan, tapi lebih kepada bentuk pilihan keyakinan.

Berdasarkan ulasan di atas, dapat dikatakan bahwa jihad dalam bentuk teror bom, yang dapat mencederai dan membunuh orang lain, merusak fasilitas umum, menimbulkan ketakukan dan kekhawatiran, atau bahkan hingga memunculkan chaos, bukanlah bentuk jihad yang dicontohkan oleh Nabi dan para ulama. Ia adalah bentuk fanatisme buta terhadap pemahamannya sendiri. Ia adalah tindakan orang-orang yang tega—meminjam istilah Buya Syafi’i—memperkosa nilai-nilai keluhuran ajaran agama Islam demi kepuasan nafsunya sendiri. []

Rohmat Hidayatulloh Pegiat di Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama