Sengaja saya ulas opini ini setelah statement SuC yang banyak dikritik sana-sini itu telah berlangsung hampir satu bulan. Alasan saya sederhana, masyarakat kita ini masyarakat pelupa dan mudah memaafkan atas dosa para figurnya. Oleh karenanya, saya ulas saat ini agar kita terus ingat dan menolak lupa atas fitnah yang lahir dari ketidaktahuan seorang anak bangsa. Mari tengok kebelakang, sejak medsos akrab dengan kehidupan masyarakat, kran informasi terus ambyar di gadget pemiliknya.
Tua-muda bebas menerima berita lalu-lalang berseliweran tak kenal henti. Seketika netijen (sebutan untuk para penghuni medsos di dumay) heboh dan bahas persoalan itu dari pagi hingga malam, terus begitu seterusnya. Mulai dari isu politik, agama, penistaan, sosial, korupsi bahkan kasus prostitusinya para seleb yang dikira alim tiba-tiba punya tarif sekian-sekian, bisa jadi tranding topic dan dijulidin (nama lain dari kepo) disemua wall percakapan.
Lucunya, fenomena tadi akan segera sirna dan tertindih dengan isu-isu selanjutnya, dan hari berganti, masyarakat atau netijen memaafkan para pesohor tadi, baik di dumay maupun televisi. Kalau ga percaya tanya saja sama Ariel, eks vokalis Peterpan yang kesandung kasus bobo sama Luna Maya, sekarang kembali nongol di media dengan wajah baru tanpa dosa seolah terlahir kembali seperti bayi nan suci. Kembali soal si SuC seorang komedian yang sekarang juga merambah kedunia stand up comedy.
Berita menjelaskan jika si SuC telah membuat statement yang menyinggung dua ormas besar negeri ini. Dalam sejarah jelas tercatat, jika kedunya berperan besar, baik ketika negeri ini merebut kemerdekaan sekaligus mengisi kemerdekaan. Peran dan kontribusi NU, Muhamadiyah jangan diragukan lagi. Pendidikan, ekonomi, kesehatan, lebih dahulu mereka lakukan sebelum bangsa ini merdeka dan membentuk sebuah negara. Dengan seenak lidahnya si SuC tadi mempertanyakan keputusan pemerintah soal membubarkan organisasi FPI itu apa sudah sesuai prosedur.
Bagi seorang SuC, FPI lebih layak menjadi ormas keagamaan yang dicinta masyarakat muslim khususnya dan masyarakat luas umumnya. Lewat program podcastnya, SuC mengutarakan kekagumannya kepada ormas ini. Banyak cerita-cerita berupa pengalaman pribadinya yang SuC saksikan sendiri. Bagaimana FPI menolong orang yang sedang kesusahan, soal kelaparan, sulit masuk sekolah, hadir dalam segala musibah baik bencana alam maupun kecelakaan. Seolah SuC lupa, berapa kerusakan dan kerusuhan di negeri ini yang juga sering FPI lakukan ?. Bagi SuC secara pribadi, FPI itu ormas yang lebih dekat dengan rakyat. Tindakannya real, ketimbang dua ormas (NU dan Muhamadiyah) yang terlihat elit. Jauh dari rakyat dan hanya sibuk memikirkan kekuasaan dan bersembunyi di bawah ketiak pemerintahan.
Kritik Atas Cara Berfikir Sang Stand Up Comedy
Sebagai negara yang menganut paham demokrasi, sejatinya cuitan SuC sah-sah saja untuk kita dengar. Toh negara menjamin kebebasan berpendapat tiap rakyatnya. Namun sebuah kritik tentunya harus dilandasi dari sebuah data dan fakta. Fungsi kritik sendiri sebagai kontrol bagi kesewenangan. Dan sayangnya statement SuC luput dari syarat sebuah kritik yang membangun dan sah. Statementnya tidak bernash, nirdata, dan beraroma sentimen. Sebagai masyarakat yang waras dan cerdas, marilah kita buka mata dan telinga selebar-lebarnya jika harus menilai SuC secara jujur.
Saya berkeyakinan, meski seharusnya sikap asumsi lebih saya kedepankan dahulu ketika menimbang soal cuitan ini. Saya menganalogikan, si SuC seperti orang buta dan lumpuh kedua kakinya yang sedang dihadapkan dengan binatang yang bernama gajah. Kebetulan si buta tadi mengenal gajah tersebut hanya dengan memegang belalainya setiap hari.
Maka dalam praduganya si buta, gajah itu hewan yang menggantungkan diri, memiliki dua bolongan yang sama dihujungnya (padahal lubang hidung), sesekali mengendus, sesekali mengeluarkan bunyi pekik, secara fisik gajah tadi berbentuk silinder berukuran panjang yang mungkin hampir satu meter. Maka berasumsilah si buta nan lumpuh tadi, jika bentuk fisik gajah ya sepeti praduganya tadi, sibuta akan marah paling tidak ragu jika ada yang menyatakan fisik gajah tak serupa dengan dugaannya.
Selanjutnya: Sebelum Kita Lupa…(2)