“Wamā arsalnāka illā rahmatan lil ‘ālamīn… (Dan tidaklah Kami (Allah) mengutus engkau (Muhammad), kecuali untuk menjadi rahmat bagi semesta alam). Q.S al-Anbiyā: 107.”
Islam mengajarkan kita sifat rahmān dan rahīm, bukan mengajarkan sifat pemarah maupun memusuhi sesama Muslim. Karena Islam mengajarkan untuk selalu mengedepankan sifat takzim kepada yang lebih tua, toleransi antarumat beragama, tawāzun dalam berpikir, dan saling tolong menolong.
Islam tidak menganjurkan untuk memukul melainkan merangkul. Islam itu membina bukan menghina. Islam itu mengajak bukan menginjak. Islam itu ramah bukan marah. Sehingga Islam adalah agama yang “damai”. Demikianlah sapaan dari Tuhanmu Yang Maha Penyayang (kepada mereka yang cinta damai). Q.S. Yasin: 58.
Berislam tidak hanya mengikuti pakaian yang dikenakan oleh Rasululullah, melainkan mengikuti segala perilaku dan ucapan Nabi Muhammad. Nabi Muhammad juga berkata: “Kalian lebih paham dalam menjalankan akidah dan syariat dalam menjalankan perintah agama, karena agama Islam itu lentur, sesuai dengan perkembangan zaman.”
Islam juga fleksibel dan tidak rigid dalam berpakaian. Sedangkan dalam berkendaraan berislam tidak harus sesuai dalam zaman nabi, melainkan berislam sekarang justru menyesuaikan dalam konteks sekarang ini.
Jika pada zaman nabi ketika berkendaraan menggunakan binatang unta, sekarang justru bisa menggunakan kendaraan yang lebih cepat dan canggih. Sehingga Islam itu santai dan fleksibel sesuai dengan perkembangan zaman.
Selain itu, Islam yang kita anut, kita pelajari, dan kita amalkan merupakan sebenar-benar agama yang secara makna istilah hingga pengertian dan ajarannya mengerucut pada sebuah karakter dasar, yaitu keselamatan dan kedamaian.
Ia bukan hanya menghasrati diri sendiri untuk meraih keselamatan dan kedamaian dalam kehidupan ini, tetapi sekaligus keselamatan dan kedamaian bagi orang lain. Seorang Muslim ialah seorang yang bergerak menyelamatkan diri sendiri dari keburukan dan kemungkaran dari apa yang dia kerjakan untuk melakukan amal ibadah.
Budayawan dan sekaligus sastrawan KH. A. Mustofa Bisri atau yang lebih akrab dipanggil Gus Mus juga menjelaskan, bahwa: “Dalam beragama janganlah serius-serius, santai saja. Mari mendekat kepada Allah dengan santai, jangan petentengan.”
Begitulah Gus Mus dalam memberikan penjelasannya. Dalam beragama tidak ada paksaan, intoleransi, intimidasi, dan tekanan. Karena esensi dalam beragama adalah sesuai dengan keyakinan masing-masing.
Selain itu, menurut budayawan dan cendekiawan muslim lainnya, Emha Ainun Nadjib menambahkan, bahwa: ‘’Islam yang sebenar-benarnya Islam adalah dan hanyalah Islam yang sejatinya dimaksdukan oleh Allah. Semua pemeluk Islam berjuang dengan pandangannya masing-masing mendekati sejatinya Islam. Sehingga tidak ada satu kelompok satu pun yang legal dan logis untuk mengklaim bahwa Islam yang benar adalah Islamnya kelompok ini atau itu.”
Sesungguhnya Islam itu hadir untuk melindungi umat manusia, bukan sebaliknya. Namun sayang, sebagian pemeluk Islam yang gagap realitas masih menganggap Islam sebagai agama lemah yang butuh dilindungi dan dibela. Akibatnya perang antar-ormas yang secara angkuh mengaku membela Islam dengan kelompok-kelompok lain kian memanas. Alhasil, agama terlihat lebih menegangkan daripada menenteramkan
Dalam Alquran dan khazanah keilmuan hadits dinyatakan bahwa berbuat baik kepada orang lain merupakan bagian dari pancaran ajaran Islam. Faman kāna yarjū liqā’a rabbihi falya’mal amalan sālihan… Artinya: Barangsiapa yang berharap bertemu dengan Tuhannya, maka kerjakanlah amal-amal yang saleh. Q.S. Al-Kahfi: 110.
Oleh karena itu, Islam mengajarkan kepada kita untuk melakukan amal ibadah tidak hanya berbentuk ibadah secara maknawiah, melainkan juga bentuk ibadah sosial dengan cara sedekah, infak, dan membantu sesama orang lain. Dengan begitu berislam akan menjadikan hati kita semakin damai, sejuk, teduh, dan tenteram. [MZ]